Fachrizal Afandi: Pendekatan Sosio-Legal dalam Hukum itu Layaknya Tenda yang Sangat Besar!

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Pakar Hukum Pidana dan Antropologi Hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., (Ilustrasi oleh Kompas com)

UNAIR NEWS – Pakar Hukum Pidana dan Antropologi Hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., diundang sebagai narasumber dalam kegiatan webinar internal “Pendekatan Sosio-Legal dalam Pusaran Normatif” yang diadakan oleh Kementerian Sosial dan Politik BEM FH UNAIR pada Jumat sore (4/12/2020) via Zoom. Berbicara langsung dari Leiden, Belanda dimana ia sedang mengenyam pendidikan doktoralnya, ia menyampaikan materi tentang pemahaman terkait besarnya payung dari kajian sosio-legal.

Fachrizal mengutip pemikiran dari seorang profesor dari Leiden University bernama Manca Vanholder yang mengatakan bahwa kajian sosio-legal dalam hukum itu bagaikan tenda yang besar dan akan selalu dapat membesar ukurannya. Hal ini dikarenakan bahwa kajian sosio-legal yang mengajak berbagai ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, dan kriminologi, menjadikan ilmu hukum itu sebagai ilmu yang sangat multidisipliner.

“Di Eropa, sudah banyak terlihat ahli hukum dengan ilmuwan sosial berkolaborasi untuk melihat bagaimana ekspansi dari implementasi administrasi negara dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi dari suatu kebijakan atau hukum. Di Amerika, penelitian sosio-legal dimaksud untuk melihat efek dari suatu keputusan hukum,” tutur alumni Universitas Brawijaya itu.

Namun, Fachrizal menjelaskan bahwa ilmu sosio-legal itu bagaikan hantu yang lenyap di zaman Orde Baru karena ahli hukum lebih memilih pendekatan ilmu normatif yang memisahkan ilmu hukum dengan ilmu sosial. Ketika ada pakar yang mencoba merubah paradigma ini seperti Adnan Buyung Nasution, yang mengkaji kinerja konstitusi menggunakan pendekatan sosio-legal, ia malah mendapat banyak sekali kecaman dan penolakan dari pihak akademisi dan pemerintah karena dianggap mempertanyakan Undang-Undang Dasar yang dianggap sangat sakral.

“Disinilah muncul popularitas teori Hans Kelsen yang memisahkan moral dan ilmu sosial dari ilmu hukum atau legal positivism, karena teori ini tidak mempertanyakan moral. Di zaman Orde Baru yang serba otoriter, itulah hal yang dibutuhkan,” tutur peneliti Pusat Pengembangan Studi Sosio Legal FHUB itu.

Belakangan ini, Fachrizal berpendapat bahwa kajian sosio-legal telah hidup kembali di Indonesia dengan nama penelitian yuridis-empiris. Metode penelitian sosio-legal tentu berbeda dengan metode penelitian doktrinal normatif yang menggunakan pendekatan terhadap norma-undang-undang. Metode penelitian sosio-legal menggunakan penelitian kualitatif seperti etnografi dan observasi, dan kuantitatif seperti survei dan uji variabel.

“Riset sosio-legal tentu membutuhkan waktu yang lama sebab harus melakukan riset dua kali. Riset mengenai law in the book dan riset mengenai law in the action,” ujarnya.

Terakhir, Fachrizal menyinggung terkait metode pendekatan sosio-legal yang menggunakan ilmu sejarah dalam memahami evolusi hukum di suatu negara. Pemahaman evolusi hukum tersebut juga dapat disempurnakan penggunaan ilmu etnografi. Mengutip pemikiran Lawrence M. Friedman, pemahaman mengenai karateristik masyarakat dapat memahami konteks kontemporer dalam pemahaman sejarah hukum.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).