Penyakit diabetes atau lebih dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gangguan pada pembuluh darah makro maupun mikro. Tidak seperti deteksi gangguan pembuluh darah makro yang sudah umum dilakukan, hingga kini, gangguan mikrosirkulasi serta perjalanan penyakitnya sulit untuk dipelajari. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah minimnya alat untuk deteksi secara dini gangguan pembuluh darah mikro. Padahal, gangguan fungsi dan struktur pembuluh darah mikro merupakan salah satu komplikasi utama dari penyakit diabetes, misalnya gangguan mikrosirkulasi kulit yang seringkali terjadi pada kaki, merupakan bagian dari perjalanan penyakit ulkus atau gangren diabetikum. Akibatnya, proses penyembuhan luka pada penderita ulkus diabetes lebih sulit dan amputasi seringkali tidak dapat dihindari.
Pemeriksaan pembuluh darah mikro pada kulit mudah untuk dilakukan karena letaknya yang mudah dijangkau, serta diajukan sebagai pembuluh darah yang dapat mewakili pembuluh darah mikro pada bagian organ tubuh lainnya. Selain itu, gangguan pada mikrosirkulasi kulit seringkali mendahului atau merupakan bagian dari gangguan pada pembuluh darah yang lebih besar. Beberapa teknik yang dimiliki saat ini dapat mendeteksi adanya gangguan perfusi secara umum namun tidak dapat digunakan untuk visualisasi pembuluh darah mikro secara individual karena resolusinya yang rendah. Visualisasi kapiler dapat dilakukan dengan metode kapilaroskopi, namun karena penetrasinya yang sangat rendah, penggunaan alat ini terbatas pada area tubuh tertentu saja seperti pada bagian bawah kuku.
Oleh karena itu, kami mengembangkan penggunaan teknik optical coherence tomografi (OCT) yang menggunakan teknologi optik untuk mendeteksi adanya pembuluh darah mikro pada kulit. Teknologi ini bersifat non-invasif dan memiliki resolusi sangat tinggi, sehingga dapat memvisualisasi pembuluh darah mikro hingga ukuran 30 mikron pada kedalaman 300 mikron di bawah kulit. Selain itu, kami juga mengembangkan algoritma untuk menkuantifikasi parameter pembuluh, sehingga kami dapat mengukur diameter pembuluh darah, kecepatan dan laju aliran darah serta kepadatan populasinya. Pada penelitian pendahuluan sebelumnya, alat ini mampu mendeteksi dan mengukur kompleksitas parameter pembuluh darah pada kondisi istirahat, maupun saat diberikan stimulasi pemanasan maupun oklusi lokal pada orang muda dan sehat. Kedua pendekatan stimulasi fisiologis tersebut menyebabkan respons mikrosirkulasi kulit dengan mekanisme yang berbeda, sehingga jika keduanya dilakukan, akan memberikan pengetahuan yang komprehensif terhadap proses fisiologi dan patofisiologi mikrosirkulasi.
Pada penelitian ini kami menggunakan pendekatan fisiologis reaktif hiperemia, untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi pelebaran pembuluh darah pada pasien diabetes dengan dan tanpa ulkus, dan membandingkan dengan orang yang sehat. Pendekatan fisiologis ini bertujuan untuk melihat adanya gangguan pelebaran pembuluh darah yang mekanismenya tergantung dari fungsi lapisan endotel melalui jalur non-nitrat oksida (NO). Kami melakukan penelitian cross-sectional di laboratorium kardiovaskular Universitas Western Australia terhadap penderita diabetes dengan dan tanpa ulkus kaki serta membandingkannya dengan orang sehat non-diabetes. Selain melakukan investigasi terhadap mikrosirkulasi kulit, kami juga mengobservasi fungsi dan struktur pada pembuluh darah besar di lengan atas (arteri brakialis) dan paha (arteri femoralis).
Hasil dari penelitian kami menunjukkan bahwa penderita diabetes memiliki morfologi pembuluh darah mikro yang berbeda dengan orang sehat pada kondisi istirahat, dimana penderita diabetes dengan ulkus memiliki kepadatan populasi pembuluh darah yang lebih tinggi. Ketika diberikan stimulasi dengan oklusi sementara pembuluh darah, terjadi pelebaran dan peningkatan densitas pembuluh darah mikro yang aktif serta peningkatan laju aliran dan kecepatan darah pada orang sehat dan diabetes non-ulkus sebagai respons reaktif hiperemia. Namun, pasien diabetes dengan ulkus menunjukkan respons yang lebih rendah, bahkan tidak terlihat adanya respons pada komponen diameter dan laju aliran darah. Hal tersebut tidak dapat dideteksi dengan penggunaan teknik konvensional LDF yang menunjukkan peningkatkan fluks sel darah merah tetap terjadi pada pasien diabetes dengan ulkus, serta tidak dapat membedakan adanya perbedaan besarnya respons reaktif hiperemia.
Hal yang menarik adalah, sejalan dengan pembuluh darah mikro, diameter arteri brakialis pada penderita diabetes dengan ulkus lebih besar dibandingkan dengan penderita diabetes non-ulkus dan orang sehat. Selain itu pada semua pasien diabetes (ulkus dan non-ulkus), kapasitas pelebaran pembuluh darah pada arteri brakialis juga lebih rendah. Namun sayangnya, hal ini tidak terlihat pada arteri femoralis.
Sebagai kesimpulan, pasien diabetes memiliki gangguan pembuluh darah makro dan mikrosirkulasi kulit, dan gangguan tersebut terjadi lebih berat pada penderita diabetes dengan ulkus. OCT dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan mikrosirkulasi kulit tersebut, pada kondisi istirahat dan saat diberikan stimuli akut berupa oklusi sementara pada pembuluh darah. Penelitian ini merupakan penelitian awal dengan jumlah sampel yang kecil (<30 pada setiap kelompok), sehingga metode ini dapat dikembangkan pada kelompok yang lebih besar, dengan klasifikasi yang lebih spesifik, misalnya pada penderita diabetes dengan neuropati. Selain untuk deteksi dini, metode yang kami kembangkan ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi terapi yang dilakukan serta dapat diekstrapolasi untuk digunakan pada penyakit lain dengan dugaan adanya gangguan mikrosirkulasi pada kulit.
Penulis : Raden Argarini
Informasi lebih detail mengenai penelitian kami dapat dilihat pada tautan berikut: https://doi.org/10.1152/ajpendo.00233.2020
Raden Argarini, Robert McLaughlin, Simon Z Joseph, Naylor LH, Carter HH, Andrew Haynes, Channa E. Marsh, Bu B Yeap, Shirley J Jansen, Green DJ. Visualizing and quantifying cutaneous microvascular reactivity in humans by use of optical coherence tomography: impair dilator function in diabetes. Am J Physiol Endocrinol Metab 2020;319:E923-931.doi: 10.1152/ajpendo.00233.2020