Dosis pemaparan yang berbeda dari alergen menyebabkan perbedaan pada respons limfosit T yang sebagian menjelaskan fenomena toleransi terhadap alergen dosis rendah atau tinggi. Sel dendritik adalah sel yang bertanggung jawab untuk mendorong respons limfosit T yang sesuai terhadap berbagai rangsangan eksogen, tetapi mekanisme yang seperti apa untuk melakukan tugas tersebut tidak sepenuhnya dipahami.
Penelitian lain menunjukkan bahwa sel dendritik yang terpapar pada beberapa kondisi stres dari lingkungan (panas, radiasi ultraviolet atau logam berat), gangguan patologis (infeksi atau keganasan), atau rangsangan fisiologis (faktor pertumbuhan atau diferensiasi sel) menyebabkan peningkatan yang nyata dalam sintesis heat shock proteins (HSPs), fenomena yang dikenal sebagai respon stres.
Heat shock proteins terbukti menginduksi produksi dan pelepasan berbagai sitokin pro-inflamasi, termasuk IL-12, oksida nitrat, dan kemokin C-C oleh sel monosit, makrofag, dan dendritik. HSPs juga menginduksi pematangan sel dendritik yang memungkinkan sel-sel ini untuk mengaktifkan limfosit T seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan molekul MHC kelas I dan II, molekul ko-stimulasi seperti B7-1 dan B7-2. Baru-baru ini, telah ditunjukkan bahwa HSPs memainkan peran penting dalam antigen direct dan cross-presentation karena mereka dapat mengikat peptida antigenik yang dihasilkan di dalam sel, membentuk kompleks peptida HSPs. Ketika dilepaskan ke dalam kompartemen ekstraseluler, kompleks peptida-HSPs dapat dikenali dan diambil oleh sel dendritik lain melalui endositosis yang dimediasi CD91, menghasilkan representasi peptida antigenik oleh sel dendritik ke limfosit T dengan reseptor spesifik peptida. Dengan menggunakan paradigma stres seluler dan homeostasis, dapat diperkirakan bahwa sel dendritik yang terpapar alergen dosis tinggi berada dalam kondisi stres sehingga melepaskan atau menghasilkan protein stres seperti HSPs dan sitokin tertentu.
Menjelaskan mekanisme tentang bagaimana sel dendritik mendorong diferensiasi limfosit T sebagai respons terhadap dosis alergen yang berbeda, kelompok tikus BALB/c jantan (n= 4-5) disensitisasi secara intraperitoneal dengan dosis palsu atau dosis berbeda (rendah: 10 mg, tinggi: 1000 mg) dari Der P1 (alergen tungau debu rumah). Tikus tersebut dipapar alergen Der P1 aerosol selama 7 hari berturut-turut. Konsentrasi yang berbeda dari larutan Der P1 dinebulasi: dosis palsu, dosis rendah (15 mg/mL), atau dosis tinggi (1500 mg/mL). Cairan lavage bronchoalveolar (BALF) diperoleh dari paru-paru. Kadar IL-12 di BALF diukur. Bagian jaringan paru-paru kemudian diwarnai untuk mendeteksi ekspresi Hsp70 oleh sel dendritik paru.
Sel dendritik paru-paru yang terpapar alergen Der P1 dengan dosis sensitisasi yang lebih tinggi cenderung mengekspresikan tingkat Hsp70 yang jauh lebih tinggi dan mengeluarkan tingkat IL-12 yang lebih tinggi di BALF. Ada korelasi positif yang signifikan antara kadar ekspresi Hsp70 oleh sel dendritik paru dengan kadar IL-12 di BALF (r = 0,581). Dosis pemaparan yang lebih tinggi dari alergen menempatkan sel dendritik paru-paru dalam kondisi tertekan sehingga menyebabkan ekspresi ‘protein stres’ yang tinggi yang dapat menjelaskan mekanisme sel dendritik yang mendorong respons limfosit T.
Penulis: Dr. Gatot Soegiarto, dr., Sp.PD, K-AI
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://search.proquest.com/openview/10cd443b955e7c7e16a5d2aff9fa8fb7/1?pq-origsite=gscholar&cbl=1036416
Soegiarto G et al. Lung Dendritic Cells Express Higher Stress Proteins on Higher Allergen Dose Exposure and Contribute to Allergen Tolerance Induction. Journal of International Dental and Medical Research 2020;13(2):778-784. https://www.jidmr.com