UNAIR NEWS – Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., diberikan amanah untuk menjadi Dekan FH UNAIR. Pakar Hukum Internasional itu akan menahkodai kampus merah selama 5 tahun setelah menggantikan Nurul Barizah, S.H., LL.M., Ph.D. Untuk mengetahui arah gerak yang dicanangkannya, tim redaksi memutuskan untuk mewawancarainya.
Iman mengatakan bahwa pandemi COVID-19 tentu memaksa kita agar beradaptasi dengan pembelajaran digital. Namun ia berpikir bahwa pandemi ini dapat memunculkan ide-ide baru terkait upaya pengoptimalan digitalisasi dalam pembelajaran di FH UNAIR. Ia memproyeksikan bahwa e-learning tidak hanya terbatas pada perkuliahan saja, namun juga dalam praktik peradilan.
“Peradilan di Indonesia telah dilakukan secara daring dan ini menurut saya sudah waktunya bahwa mahasiswa FH UNAIR lebih menggunakan teknologi dalam pembelajarannya,” tutur alumni Macquarie University itu.
Dalam rangka merealisasikan Smart University di bidang pendidikan, Iman mengharapkan bahwa kurikulum di FH UNAIR harus lebih multidisipliner. Hal ini dikarenakan menurutnya bahwa keprofesian hukum kedepannya akan jauh lebih berbeda dan publik akan menginginkan tidak hanya pelayanan hukum, namun juga non-hukum. Pakar Hukum Perdagangan Internasional itu juga mendorong pusat-pusat studi di FH UNAIR agar lebih aktif dalam melakukan penelitian hukum dan pengabdian masyarakat.
“Harapannya nanti bahwa departemen akan lebih fokus terhadap administratif dan kepangkatan dosen, sedangkan penelitian akan lebih ditangani oleh pusat studi. Hal ini diharapkan bahwa pusat studi dapat bersifat lebih mandiri karena dapat bekerjasama dan dibiayai oleh pihak luar,” ucapnya.
Iman juga optimis untuk memperluas internasionalisasi dari FH UNAIR. Ia mengatakan bahwa tentu FH UNAIR akan melanjutkan kerjasama dengan universitas di Belanda seperti Leiden University dan Maastricht University, mengingat mazhab hukum Indonesia yang setali tiga uang dengan mazhab hukum Belanda. Ia juga mengatakan bahwa FH UNAIR akan membuka kerjasama di belahan bumi yang lain, seperti Jepang, Korea, Australia, dan Amerika Serikat. Ia menambahkan bahwa FH UNAIR masih jarang sekali bekerjasama dengan akademisi dari negeri Paman Sam itu.
“Kerjasama yang diproyeksikan hendaknya yang sustainable, seperti kerjasama antar pusat studi demi pengembangan keilmuan. Kita juga nanti akan mengirim dosen-dosen kita untuk tinggal disana selama beberapa waktu dalam rangka sabbatical leave atau sebaliknya,” tutup anggota Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) tersebut.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Nuri Hermawan