Saat ini infeksi virus HIV (human immunodeficiency virus) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia. Pada tahun 2002 jumlah kasus baru penderita HIV di dunia berkisar 3,5 juta dan pada tahun 2003 didapatkan penderita baru sebesar 4,8 juta dan berdasar dari data di pusat data infeksi dunia diperkirakan ada sekitar 42 juta penderita HIV? AIDS.
Dengan penemuan obat-obat yang baru, maka usia penderita akan makin panjang yang tentunya akan berakibat makin banyaknya penyakit yang timbul pada fase awal pada penyakit ini. Telah diketahui bahwa gangguan pada saraf tepi terjadi pada awal penyakit dan berlanjut terus seiring dengan lamanya penyakit, sehingga dengan makin panjangnya usia penderita maka kasus ini akan makin banyak pula. Adapun bentuk gangguan saraf tepi yang timbul dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, akan tetapi yang paling banyak/ sering adalah distal sensory polyneuropathy (DSP).
DSP ini seringkali dikeluhkan sebagai rasa kebas pada ujung-ujung jari kaki, yang tidak jarang pula menyebabkan rasa nyeri pada ujung jari kaki dan hal ini tentunya mengganggu penderita. DSP ini didapatkan pada sekitar 30% penderita dengan kadar CD4 kurang dari 200/µl, akan tetapi juga bisa didapatkan pada penderita dengan kadar CD4 yang lebih dari 200/µl. Faktor resiko yang memperberat penyakit ini adalah usia tua, penyakit yang ada sebelumnya seperti kencing manis, derajat beratnya penyakit dari HIV, kadar CD4, jumlah virus yang berada dalam tubuh penderita, serta faktor genetik dari penderita.
Untuk memastikan gangguan ini tentunya memerlukan pemeriksaan yang tepat dimana untuk kasus ini akan dilakukan pemeriksaan elektromyografi (EMG). Pada pemeriksaan EMG ini didapatkan adanya gangguan kecepatan konduksi dari saraf tersebut, dimana gangguan konduksi ini akan memberikan gambaran seperti pemanjangan waktu tempuh rangsangan listrik yang diberikan. Penelitian ini dikerjakan pada penderita HIV-AIDS di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya pada penderita dengan usia antara 17 sampai 60 tahun. Dilakukan pemeriksaan kadar CD4 dari darah dan pemeriksaan EMG pada penderita dan kontrol. Yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini adalah penderita yang menggunakan obat anti retro virus, obat yang bersifat neurotoksik, seperti INH, metronidazole, obat kemo, serta penderita yang mempunyai penyakit kencing manis. Data demografi yang dicatat antara lain jenis kelamin, pendidikan dan usia. Keadaan gizi penderita diketahui dengan menghitung Body Mass Index (BMI)
Sampel penelitian ini terbanyak adalah laki laki dan usia penderita lebih dari atau sama dengan 40 tahun. Dari segi pendidikan terbanyak SMA atau perguruan tinggi, selain itu kebanyakan sampel dalam keadaan kurang gizi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kecepatan hantar saraf pada penderita dengan CD4 < 185 sel/ mm3 terdapat penurunan disbanding penderita dengan CD4 > 185 sel/ mm3. Juga dari data demografi didapatkan bahwa angka kejadian DSP lebih banyak pada laki-laki dibandingkan wanita, akan tetapi perlu diingat bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya DSP lebih banyak pada laki laki adalah karena angka kejadian HIV/AIDS penderita laki-laki hampir dua kalinya dibandingkan wanita.
Pada penelitian di Amerika ditunjukkan bahwa usia lebih dari 45 tahun lebih rentan terhadap terjadinya DSP ini. Malnutrisi juga merupakan salah satu faktor yang memicu terhadap terjadinya kasus DSP ini.
Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa kadar CD4 yang < 170 sel/mm3 mempunyai resiko untuk terjadinya neuropati ini, sedangkan kadar CD4 < 200 sel/mm3 mempunyai resiko terjadinya neuropati dan dementia karena HIV.
Dari penelitian ini subjek terbanyak adalah laki-laki dengan usia > 40 tahun dengan pendidikan SMA atau sarjana. Status gizi subjek adalah tidak kurang gizi serta memiliki CD4< 185 sel/ mm3. Didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar CD4 dengan DSP pada penderita HIV-AIDS dan tidak didaparkan hubungan yang bermakna antara usia dan kurang gizi dengan DSP.
Penulis : Paulus Sugianto
Informasi dari penelitian ini dapat dilihat pada tuliskan kami di:
http://www.medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/3134