Perdarahan intraserebral spontan (PISS) memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Kondisi ini menempatkan beban ekonomi yang signifikan pada rumah sakit dan layanan perawatan kesehatan. Angka kejadian PIS supratentorial spontan sebanyak 20 kasus per 100.000 populasi. Dan, lebih dari 70 persen pasien dilaporkan meninggal. PIS spontan menyebabkan 10–15 persen dari seluruh pengalaman pertama stroke dengan tingkat kematian dalam waktu 30 hari sebesar 35-52 persen. Dan, setengah dari mereka meninggal dalam dua hari setelah kejadian.
Teknik kraniotomi terbuka memiliki angka kematian 25 persen dalam tiga bulan. Dan, 58,9 persen pasien yang menjalani operasi tersebut memiliki luaran yang kurang memuaskan. Saat ini teknik invasif minimal seperti aspirasi stereotaktik dan operasi endoskopi evakuasi PIS dapat meminimalkan kerusakan jaringan otak akibat pembedahan, durasi pembedahan yang lebih singkat, dan memungkinkan penggunaan anestesi lokal.
Aspirasi stereotaktik merupakan pedoman baru kami sejak tahun 2013. Kami berbagi pengalaman dalam melakukan aspirasi stereotaktik PISS di center kami dengan teknik yang baru diadopsi dengan keadamaan yang terjamin menggunakan evakuator perdarahan stereotaktik Leksell dalam anestesi umum tanpa agen antikoagulan. Tindakan ini telah dilaporkan dan sesuai dengan pedoman PROSES.
Kasus
Dalam tulisan ini, ada tiga kasus yang ditangani. Pertama, Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang di instalasi gawat darurat 30 menit setelah mengalami hemiparesis sisi kiri dan kemudian didiagnosis dengan PISS. Pasien tersebut menolak perawatan saat masuk RS. Tujuh jam kemudian, pasien lalu dibawa kembali ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran dan hemiparesis sisi kiri. Glasgow Coma Scale (GCS) pasien adalah E3V3M5.
Pasien kedua, seorang wanita berusia 52 tahun dibawa ke rumah sakit 15 menit setelah mengalami penurunan kesadaran. GCS pasien E4V2M5 dan tidak ada hemiparesis. MRI kepala menunjukkan PIS hiperakut pada lobus temporal kiri (capsula externa sinistra dan corona radiata sinistra) dengan volume perdarahan sebanyak 25,6 cc. Edema perifokal mendorong ventrikel lateral kiri sehingga menyebabkan midline shift ke arah kanan sebanyak 6 mm.
Seorang gadis berusia 27 tahun tiba di instalasi gawat darurat dengan penurunan kesadaran 30 menit setelah timbulnya gejala. GCS pasien E3V2M5 tanpa hemiparesis. Hasil CT scan kepala menunjukkan adanya PIS pada daerah frontal dan parietal dengan volume perdarahan 35 cc yang menyebabkan midline shift ke sisi kanan sejauh 4 mm. Pasien disertai dengan non-communicating hidrosefalus, perdarahan intraventrikular, dan edema otak.
Ketiga pasien ini dilakukan tindakan aspirasi stereotaktik semua pasien memiliki luaran yang baik dengan GCS pada saat pulang E4V5M6. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menerima terapi invasif minimal seperti aspirasi stereotaktik dan operasi endoskopi mengalami peningkatan luaran dalam bentuk kerusakan jaringan minimal, jumlah kehilangan darah yang lebih sedikit, edema otak yang berkurang, waktu operasi yang lebih singkat, lama rawat inap yang lebih pendek, masa penyembuhan pasca operasi yang lebih cepat, dan peningkatan fungsional yang lebih baik.
Sebuah studi meta-analisis membandingkan teknik aspirasi stereotaktik dengan terapi medis yang dilakukan pada 740 pasien dengan PIS spontan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kematian akibat PIS paling sering terjadi pada pasien yang menerima terapi pengobatan dibandingkan dengan pasien yang menjalani operasi aspirasi stereotaktik evakuasi perdarahan. Li dkk melakukan penelitian tentang perbandingan antara kraniotomi terbuka, aspirasi stereotaktik, dan operasi endoskopi dalam penanganan PIS dan mendapatkan hasil bahwa sejumlah prosedur pembedahan untuk mengevakuasi bekuan darah seperti kraniotomi terbuka ternyata lebih merugikan karena menyebabkan kerusakan jaringan otak. Mereka juga menganalisis dan membandingkan keamanan dan keberhasilan aspirasi stereotaktik, operasi endoskopi, dan kraniotomi untuk pengobatan PIS lobar supratentorial spontan.
Prognosis PIS bergantung pada lokasi perdarahan (supratentorial atau infratentorial), ukuran perdarahan, tingkat kesadaran, usia, dan kondisi umum pasien. Kematian setelah 30 hari PIS berkisar antara 35 sampai 52 persen; di mana setengah dari mereka mengalami kematian dalam dua hari pertama onset. Dalam kasus kami, pasien mengalami perbaikan kondisi yang cukup baik setelah dilakukan operasi aspirasi stereotaktik. Bahkan dua di antaranya mampu melakukan aktivitas fisik secara normal tanpa defisit neurologis, sedangkan satu pasien masih mengalami hemiparesis pada sisi kiri.
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim, dkk., yang meneliti mengenai luaran fungsional pasien PIS spontan dengan volume perdarahan kurang dari 30 ml dan GCS lebih dari 13 yang menjalani aspirasi stereotaktik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luaran fungsional dan perbaikan pemulihan fungsional dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
Kesimpulan
Teknik aspirasi stereotaktik PISS tanpa agen antikoagulan memberikan dokter bedah strategi yang jelas untuk evakuasi perdarahan dengan keamanan yang terjamin. Pemilihan pasien masih memiliki peran penting dalam menentukan tindakan kraniotomi terbuka atau aspirasi stereotaktik atau teknik lainnya. Aspirasi stereotaktik untuk evakuasi perdarahan dapat meminimalisir kerusakan jaringan otak akibat pembedahan, mempersingkat durasi pembedahan, mengurangi lama rawat inap, mempercepat masa penyembuhan pasca pembedahan, dan meningkatkan luaran fungsional pasien. (*)
Penulis: Achmad Fahmi,M.D, Ph.D.
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
A. Fahmi et al., “Stereotactic aspiration of spontaneous intracerebral hematoma: Case series,” Int. J. Surg. Case Rep., vol. 72, pp. 229–232, 2020, doi: 10.1016/j.ijscr.2020.06.008.