SO2 adalah gas yang baunya tajam tidak mudah terbakar. SO2 di udara berasal dari batu barakegiatan pembakaran, pembangkit listrik bahan bakar minyak,peleburan tembaga, dan letusan gunung berapi. daerah perkotaan, sumber utama SO2 di udaraberasal dari kegiatan pembangkit listrik,terutama yang menggunakan batubara atau minyak diesel sebagai bahan bakar, gas yang dikeluarkan dari penggunaan diesel kendaraan dan industri yang menggunakan batu bara dan minyak mentah bahan bakar minyak.
Selama proses pembuatan pupuk urea, industri pupuk di Palembang membuang limbah yang mengandung kotoran dalam bentuk gas, produk sampingan dari SO2, yang diproduksi oleh boiler dan cerobong tenaga listrik di area pabrik, yang merupakan yang terbesar. penyumbang emisi SO2 di dunia.
Dalam studinya, Solichin (2016) diukur bahwa konsentrasi SO2 di perumahan daerah di sekitar industri pupuk Palembang adalah 0,248 mg/m3 (0,0946 ppm). Hasilnya adalah di bawah batas nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam PP RI No. 41 dari Batas tahun 1999 menjadi 900 μg/Nm3.Namun, miliknya hasilnya mendekati batas tertinggi diizinkan oleh Permenaker No. 5 tahun 2018, yang sama dengan 0,25 mg/m3. Meskipun demikian tidak menyebabkan efek karsinogenik, itu dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat jika komunitas terus menerus terpapar padanya.
Akumulasi paparan SO2 bisa merugikan fungsi paru-paru, saluran pernapasan,iritasi, asma, bronkitis, emfisema, dan bahkan menyebabkan kematian. Daud dan studi Sedionoto (2010) menunjukkan itu penghuni yang tinggal lama dengan radius kurang dari 300 m dari SO2 kawasan industri memiliki risiko penurunan kapasitas paru sebesar 1,37 kali dan fungsi paru sebesar 1,62 kali. Selain itu,menurut Kurniawati dan Azizah (2006), ada sejumlah orang yang tinggal di dalamnya 300 meter dari industri yang menderita iritasi tenggorokan, batuk kronis, dan mata iritasi.
Masih belum ada penelitian yang menghitung konsentrasi referensi (RfC) untuk SO2 dimasyarakat di wilayah pemukiman Industri pupuk Palembang menggunakan data antropometrik orang Indonesia. RfC untuk SO2 direkomendasikan untuk masyarakat Indonesia masih menggunakan referensi dari Amerika dan penelitian Eropa, sehingga tidak bisa sepenuhnyadigunakan sebagai referensi dalam menentukan risiko untuk orang Indonesia kurang akurat. Hal tersebut seperti penelitian yang dilakukan oleh Ani (2018) yang menggunakan RfC dari SO2 yang dikeluarkan oleh EPA/NAAQS 1990, yaitu 0,026 mg/kg.
Dalam penelitian ini, perhitungan RfC akan diturunkan dari dosis percobaan NOAEL menggunakan karakteristik hewan percobaan tikus putih (rattus novergicus) dari Indonesia dan faktor antropometrik dari komunitas di Indonesia daerah pemukiman pupuk Palembang industri. Nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah NOAEL SO2 sebesar 0,25 mg/kg, rata-rata tubuh berat 57,65 kg dan tinggi rata-rata 159 cm.
Karena itu, artikel ini ditujukan untuk menentukan referensi konsentrasi SO2 (RfC) di masyarakat sekitar Palembang industri pupuk, sehingga hasilnya bisa digunakan sebagai referensi untuk memperkirakan batas aman Paparan SO2 setiap hari untuk komunitas tanpa menyebabkan efek berbahaya selama seumur hidup menggunakan karakteristik bahasa indonesia orang-orang.
Berdasarkan hasil pengukuran dibuat, nilai rata-rata konsentrasi SO2 di daerah perumahan di sekitar pupuk industri adalah 0,248 mg/m3. Nilai SO2 konsentrasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nukman et al., (2005) yang mempelajari SO2di 9 kota besar dan menemukan SO2 rata-rata nilai 0,033 mg/m3. Yang signifikan perbedaan konsentrasi antara penelitian ini dan penelitian lain disebabkan oleh perbedaan dalam sumber polusi SO2 itu sendiri. SO2 sumber untuk studi oleh Nukman et al., (2005) adalah baris sumber, yaitu jalan raya, sedangkan SO2 sumber untuk penelitian ini adalah pembangkit listrik cerobong asap dan industri pupuk. Itu adalah di antara sumber utama belerang, yaitu kegiatan industri yang menggunakan batu bara dan minyak mentah bahan bakar minyak.
Hasil RfC menunjukkan 0,04 mg/kg. Ini menunjukkan bahwa perhitungan RfC SO2 dalam penelitian ini lebih kecil dari perhitungan SO2 RfC dikeluarkan oleh EPA/NAAQS 2010 di Rahman (2007) yaitu sebesar 0,21 mg/kg. Dengan demikian, dapat dikatakan hasil ini penelitian lebih aman bagi manusia. Meskipun demikianmasih relatif aman, paparan SO2 terus menerus bisa membawa dampak negatif. Dengan demikian, upaya pengendalian perlu dilakukan termasuk mengatasi pengurangan SO2 yang dapat dilakukan melalui dua proses,penyerapan dan berkas elektron.
Upaya mengurangi dan mengendalikan SO2 emisi dapat dilakukan dengan beberapa cara, menggunakan bahan bakar sulfur rendah, mengganti lainnya sumber energi untuk bahan bakar, pengolahan belerang sebelum pembakaran, dan memproses SO2 dari gas buang. Selain itu, perlu untuk mengevaluasi kegiatan di industri pupuk oleh mengambil sampel SO2 secara teratur, mempersiapkan konsultasi kesehatan untuk masyarakat, menginstal perangkat pemantauan udara tambahan dibeberapa lokasi oleh pengelolaan limbah lembaga, merekam semua keluhan bau oleh komunitas, yaitu alam, lokasi, waktu, dan frekuensi keluhan, sehingga kesehatan efeknya dapat dikontrol dengan baik.
Penulis: Wanda Widya Wisesa, Abdul Rohim Tualeka
Informasi detail dari artikel ini dapat diakses pada laman berikut: http://www.medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/download/5390/4986
(Determination of Reference of Concentracion (RfC) Sulfur Dioxide (SO2) based on NOAEL SO2 body weight and height of manysia and weight of white rats)