Kesehatan gigi anak dengan autisme sangat tergantung pada orang tua terutama ibu, yang bertindak sebagai orang pertama yang dikenal oleh seorang anak. Sehari-hari, ibu yang pertama melatih keterampilan dasar anak seperti makan, mandi, dan membersihkan gigi. Perilaku ibu tentang cara menjaga kesehatan gigi akan dicontoh oleh anak karena sifat anak yang merupakan peniru ulung sehingga perilaku ibu dapat digunakan untuk memprediksi kondisi kesehatan mulut anak-anak mereka. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seorang Ibu terhadap kesehatan gigi yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku.
Sebanyak 34 ibu dari anak dengan autisme bertindak sebagai responden dalam sebuah penelitian di tahun 2018 yang dilakukan di sekolah khusus anak autisme dengan komposisi sebesar 61,7% merupakan siswa laki-laki dan 38,3% adalah siswa perempuan. Hasil penelitian menunjukkan persentase keparahan karies yang sangat rendah sebanyak 64,8%, tingkat keparahan karies rendah 11,8%, tingkat keparahan karies sedang 11,8%, tingkat keparahan karies tinggi 5,8%, dan tingkat keparahan karies sangat tinggi hanya sebesar 5,8%. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa seluruh responden mengenyam pendidikan formal (100%). Mayoritas responden, sebanyak 79,41% memiliki jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi, sedangkan responden dengan pendidikan dasar (Dasar / Menengah / Atas) hanya sebesar 20,58%.
Pendidikan dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, dalam hal ini ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, semakin mudah baginya untuk menerimanya informasi. Sehingga seorang ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik sehingga lebih baik pula perilaku mereka memelihara dan merawat giginya. Perilaku ibu yang didasarkan pada pengetahuan yang baik akan ditiru oleh anak-anak. Demikian halnya dengan seorang ibu dari anak dengan autisme. Anak dengan autisme yang memiliki interaksi sosial dan pemrosesan rangsangan panca indera yang berbeda dengan anak sehat menimbulkan gangguan komunikasi dengan teman sebaya dan lingkungan sekitar karena ketidakpahaman mereka.
Kondisi tersebut menimbulkan rasa frustasi sehingga memicu perilaku hiperaktif yang disebabkan karena kesulitan mereka berkomunikasi dan menyampaian perasaan. Ibu sebagai orang terdekat yang paling memahami kendali emosi anak dengan autisme berperan penting dalam perawatan kebersihan sehari-hari dan pendidikan keterampilan dasar anak.
Sikap adalah kesiapan individu untuk bertindak sesuai dengan perasaan dan pikirannya berdasarkan pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini. Sehingga sikap bisa dipelajari, tidak dibawa sejak lahir, tidak diselesaikan saat itu, dan sikap dapat berubah. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan awal dari perilaku yang mempengaruhi perilaku seorang ibu. Pola asuh ibu juga mempengaruhi perilaku ibu dalam merawat dan memelihara kesehatan gigi anak sehingga terdapat hubungan antara sikap seorang ibu tentang kesehatan mulut dengan perilaku mereka menjaga kesehatan gigi anak.
Selain perilaku ibu, kesehatan gigi anak dengan autisme dipengaruhi juga oleh fasilitas layanan kesehatan, dalam hal ini adalah BPJS Kesehatan. Seperti Blum yang menyatakan dalam teorinya bahwa kesehatan gigi dan mulut seseorang atau komunitas dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik dan budaya), perilaku, dan fasilitas layanan kesehatan. Selain penghasilan dan pekerjaan, asuransi kesehatan juga berdampak signifikan pada perawatan gigi. Adanya fasilitas asuransi kesehatan yang meliputi kesehatan gigi dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan biaya perawatan gigi dan mulut yang harus dipikul oleh masyarakat sehingga menyebabkan tingginya kebutuhan masyarakat untuk melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut, pembersihan karang gigi (1x setahun), dan perawatan lainnya. Hal tersebut juga berlaku untuk ibu dengan anak autisme. Kemudahan layanan kesehatan gigi dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah saat ini, mendorong seorang ibu untuk mengajak anak-anaknya untuk mendapatkan perawatan gigi mulut ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
Namun, perilaku ibu menjaga kesehatan gigi mulut anak dengan autisme bukan menjadi satu-satunya faktor penentu. Keterbatasan anak dengan autisme untuk berkomunikasi secara lisan menyulitkan mereka untuk menyampaikan keluhan dan kebutuhan mereka atas kesehatan gigi. Sensitifitas panca indera yang tinggi juga meningkatkan ketakutan saat mereka memerlukan prosedur perawatan gigi. Lebih lanjut, konsumsi obat antikonvulsan dapat berdampak menurunkan kesehatan gingiva. Keterbatasan pemahaman anak dengan autisme tentang pentingnya mempertahankan kesehatan mulut juga menjadi tantangan bagi dokter gigi anak untuk terus mengedukasi kelompok khusus ini. Peningkatan keterampilan dan kesiapan sarana prasarana sangat diperlukan untuk meningkatkan kesiapan dokter gigi anak untuk bisa merawat mereka dengan baik dan nyaman.
Penulis: Tania Saskianti, drg., Ph.D., Sp.KGA(K)
Link jurnal terkait tulisan di atas: INDAH PERMATASARI , TANIA SASKIANTI* , MEGA MOEHARYONO. Correlation Of Mother’s Behavior In Autistic Children With DMF-T Value And Dental Care Need. International Journal of Pharmaceutical Research | Oct – Dec 2020 | Vol 12 | Issue 4. 1570-1574