UNAIR NEWS – Pandemi COVID-19 tentu berdampak terhadap seluruh aspek di kehidupan manusia. Salah satunya, adalah terhadap dunia peradilan dimana proses pengadilan dituntut untuk mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan dengan menjalankan sidang secara daring. Tentu saja, hal tersebut memerlukan aturan-aturan yang berbeda dengan prosedur pengadilan seperti biasanya. Oleh karena itu, Asian Law Students Association (ALSA) LC UNAIR mengadakan National MootCourt Class and Seminar (NMCC-S) yang mengusung tema “Dampak Aktivitas Virtual Bagi Dunia Hukum Peradilan”. Webinar ini disenggelarkan pada Sabtu siang (7/11/2020) dan mengundang narasumber dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan hukum acara pidana.
Membahas terkait adaptasi dunia peradilan di Indonesia pada saat pandemi COVID-19, webinar ini dibuka oleh pemaparan dari narasumber Dr. H. Pri Prambudi Teguh, S.H., M.H., selaku Hakim Agung Mahkamah Agung RI. Ia mengatakan bahwa peraturan teknis mengenai sidang secara daring itu sudah ada sebelum pandemi COVID-19 melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2019 dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 129/KMA/SK/VIII/2019.
“Namun, tentu diperlukan regulasi yang lebih khusus untuk mengatur proses peradilan di tengah pandemi ini. Untuk Mahkamah Agung telah mengeluarkan SEMA No. 1 Tahun 2020 dan SEMA No. 6 Tahun 2020,” tutur saudara Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo itu.
Peran Kejaksaan Agung sebagai penuntut umum dalam perkara pidana juga dihadirkan dalam webinar ini melalui Abvianto Syaifullah S.H., M.H., selaku Satgas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Dalam materinya, Abvianto menjelaskan terkait kesiapan kejaksaan dalam pelaksanaan persidangan online dimasa pandemiserta bagaimana inovasi beracara pidana dikala pandemi seperti ini dengan mengacu pada Surat Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tertanggal 27 Maret 2020.
Dr. Syaiful Ma’arif, S.H., C.N., M.H., CLA., pada webinar ini diundang untuk membahas dampak pandemi COVID-19 terhadap dunia peradilan dari sisi kuasa hukum atau advokat. Wakil Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) itu menerangkan terkait keefektifitasan dari rancangan PERMA akan mengatur tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik di Pengadilan.
“Harapan dari kawan-kawan dari PERADI adalah PERMA ini dapat menjadi dasar hukum yang hakiki bagi kawan-kawan advokat ketika menjalankan sidang pidana secara daring. Saya juga memiliki harapan besar terhadap rancangan PERMA ini karena ini juga menyangkut kesiapan advokat secara umum,” ujar alumni Universitas Airlangga itu.
Terakhir, webinar ini menghadirkan pandangan dari Brahma Astagiri., S.H., M.H., Ph.D, selaku pakar Hukum Pidana UNAIR. Brahma menjelaskan bahwa hal yang terpenting dari implementasi peradilan secara daring adalah investasi infrastruktur yang memadai agar sidang dapat berjalan dengan kondusif, terutama di daerah 3T. Ia menambahkan bahwa kesiapan tersebut harus segera dianggarkan melalui kebijakan nasional.
“Kalau menurut saya, pandemi COVID-19 ini membawa dampak positif terkait konsep persidangan daring. Pada intinya, pandemi ini menjadi katalisator dalam perkembangan eksistensi E-Court dan E-Litigation di Indonesia,” tutur alumni Leeds University itu.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Nuri Hermawan