Makroadenoma hipofisis adalah tumor jinak dengan pertumbuhan lambat yang berasal dari sel-sel kelenjar hipofisis, dengan ukuran ≥10 mm. Berdasarkan ada atau tidaknya sekresi hormon oleh tumor, adenoma hipofisis dibedakan menjadi tumor yang menyekresi hormon (fungsional/endocrine active) dan yang tidak menyekresi hormon (nonfungsional/ endocrine inactive). Adenoma hipofisis baik mikroadenoma maupun makroadenoma pada populasi anak dan remaja sangat jarang terjadi, dengan prevalensi yaitu 1:1000.000. Pada anak-anak dan remaja, sebagian besar makroadenoma hipofisis yang terjadi adalah adenoma fungsional, terutama prolaktinoma lebih sering dialami populasi usia remaja.
Gejala klinis yang umum terjadi seperti nyeri kepala dan gangguan penglihatan akibat efek pendesakan saraf kranial oleh massa tumor. Gejala klinis lain yang dapat timbul adalah peningkatan kadar hormon prolaktin dalam darah (hiperprolaktinemia). Hiperprolaktinemia yang terjadi pada makroadenoma hipofisis dapat disebabkan oleh efek pendesakan massa tumor terhadap infundibulum atau pun karena adanya sekresi prolaktin oleh tumor. Gejala klinis yang dapat timbul pada kondisi hiperprolaktinemia yaitu pembesaran payudara pada pria (ginekomastia), keluarnya air susu dari payudara (galaktorea) pada pria atau pun wanita yang tidak sedang dalam masa menyusui, dan disfungsi ereksi pada pria.
Modalitas terapi untuk makroadenoma hipofisis dengan hiperprolaktinemia terdiri dari terapi farmakologi dengan agonis dopamin seperti bromokriptin dan kabergolin, operasi EETA, serta radioterapi. Dalam praktik klinis, agonis dopamin (AD) telah direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada kasus prolaktinoma untuk mengendalikan massa/volum tumor, menormalkan sekresi prolaktin, meringankan gejala neurologis, dan mengembalikan fungsi normal hipofisis. Bromokriptin merupakan salah satu AD yang umum digunakan untuk pengobatan hiperprolaktinemia pada makroadenoma hipofisis. Pemberian bromokriptin diawali dengan dosis 1,25–2,5 mg per hari, dapat ditingkatkan 2,5 mg setiap 3–7 hari sampai tercapai efek terapi optimal. Pada penelitian Cho et al. 2013 terhadap 23 pasien prolaktinoma invasif, didapatkan sebanyak 69,5% subjek mencapai kadar prolaktin normal setelah 6 bulan menerima terapi bromokriptin dosis maksimal 15–22,5 mg per hari tanpa adanya efek samping yang bermakna. Hasil yang serupa juga diperoleh pada penelitian Araujo et al yaitu sebanyak 86,6% subjek penelitian mencapai normalisasi prolaktin. Sebanyak 55,2% subjek mencapai normalisasi prolaktin dan reduksi ukuran tumor pada 6 bulan awal terapi dengan bromokriptin. Pada kasus makroadenoma hipofisis non-fungsional, penggunaan bromokriptin memberikan efek stabilisasi pertumbuhan tumor pada 90,47% pasien.
EETA merupakan modalitas terapi lain untuk makroadenoma hipofisis yang pada umumnya menjadi pilihan terapi pada kondisi pasien dengan gangguan penglihatan dan nyeri kepala kronis. Hamilton et al. pada penelitian terhadap pasien prolaktinoma yang resisten terhadap agonis dopamin, melaporkan bahwa operasi EETA dapat menormalkan kadar prolaktin pada 36% pasien yang tidak diterapi dengan agonis dopamin dan 15% pada pasien yang diterapi dengan agonis dopamin paska operasi. Penelitian oleh Gayatri dan Hidayati mendapati adanya perbaikan kondisi klinis dan total penurunan kadar prolaktin sebesar 79,70% (pre pengobatan 198,10 ng/mL, post pengobatan 40,20 ng/mL) pada pasien dengan makroadenoma hipofisis yang disertai hiperprolaktinemia setelah dilakukan pemberian terapi bromokriptin 2,5 mg per hari selama 14 hari masa perawatan di rumah sakit dan tindakan operasi EETA.
Penulis: Ni Putu Ayu Deviana Gayatri, Hanik Badriyah Hidayati
Detail tulisan ini dapat dilihat di: Gayatri NPAD, Hidayati HB. 2020. Laporan Kasus : Perbaikan Kadar Prolaktin pada Makroadenoma Hipofisis dengan Terapi Bromokriptin dan EETA