Laju pertumbuhan paling progresif human immunodefciency virus (HIV) / Acquired Immunodefciency Syndrome (AIDS) di seluruh benua Asia terjadi di Indonesia. Diperkirakan sekitar 4,1-6,7 juta orang hidup dengan HIV / AIDS (ODHA) di wilayah Asia-Pasifik. Pada tahun 2017, Jawa Timur menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang mendapat peringkat prevalensi HIV / AIDS tertinggi kedua, dengan hampir 39.633 ODHA. Selama timbulnya HIV / AIDS, manifestasi mulut umumnya terjadi karena kondisi imunodefisiensi.
Mikrobia oral menjadi infeksi oportunistik yang dapat menyebabkan manifestasi oral yang terkait erat dengan HIV / AIDS, seperti kandidiasis oral (OC), leukoplakia berbulu oral (OHL), eritema gingiva linier (LGE), necrotizing ulcerative gingivitis (NUG), dan necrotizing ulcerative periodontitis (NUP). Selain itu, melalui onset HIV / AIDS, penggunaan terapi antiretroviral (ART) dan stres psikologis dapat memicu xerostomia pada ODHA. Di antara manifestasi rongga mulut lainnya pada penderita HIV / AIDS, yang paling umum adalah Oral Candidiasis.
Penggunaan obat antijamur merupakan salah satu penatalaksanaan OPC pada ODHA. Obat pilihan yang paling umum untuk pasien HIV / AIDS dengan OPC adalah fluconazole untuk aplikasi topikal dan nistatin untuk pemberian oral. Flukonazol dapat digunakan sebagai profilaksis serta terapi jangka panjang pada pasien OPC. Namun, penggunaan obat antijamur jangka panjang pada kasus OPC dapat menyebabkan resistensi obat antijamur.
Berdasarkan studi surveilans kandidemia, terjadi peningkatan jumlah resistensi obat antijamur dari 2008 (4,2%) hingga 2014 (7,8%), dengan prevalensi resistensi antijamur, terutama C. albicans, sekitar 56,7%. Penggunaan fluconazole dikaitkan dengan spesies Candida, tetapi penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penurunan sensitivitas Candida terhadap fluconazole. Faktor yang terkait dengan penurunan ini adalah perubahan spesies Candida dari albicans menjadi non-albicans dan ketahanannya terhadap kelompok azole. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan senyawa baru yang dapat mengatasi masalah ini.
Asam Ellagic (EA) adalah turunan dimer dari asam galat yang ditemukan di berbagai tanaman (misalnya, delima dan kenari). Studi sebelumnya oleh Promsong et al. melaporkan bahwa EA memiliki kemampuan untuk meningkatkan imunitas bawaan mukosa, termasuk imunitas bawaan oral, dengan kemampuan EA untuk meningkatkan ekspresi mediator imun bawaan oral, terutama hBD2 dan secretory leukocyte protease inhibitor (SLPIs).
Ergosterol merupakan komponen penting dalam struktur membran jamur, yang menjaga kestabilan struktur membran dan mengatur homeostasis cairan di membran jamur. Ini mengatur aktivitas enzim di dalam membran dan bertindak sebagai pembawa zat untuk jamur. Defisiensi ergosterol dapat menyebabkan disfungsi membran jamur atau bahkan kerusakan, yang berujung pada efek klinis antijamur. Percobaan yang dilakukan oleh Li et al. Menggunakan EA secara in vitro dan in vivo dapat secara signifikan menurunkan ergosterol dengan menghambat enzim CYP51. CYP51 merupakan enzim utama dalam jalur biosintesis sterol.
Berdasarkan percobaan ini, perlakuan dengan EA dapat menyebabkan penurunan aktivitas CYP51 yang signifikan. Mekanisme gugus azol menghambat biosintesis ergosterol, yang selanjutnya menghambat 14-α-demetilase dari enzim sitokrom P450 jamur. 14-α-demethylase ini mengubah lanosterol untuk ergosterol. Ini memodifikasi permeabilitas membran jamur dan menghambat aktivitas enzim pada membran jamur menyebabkan penghentian pertumbuhan jamur. Sehingga EA dapat digunakan sebagai alternatif antifungal pada Oral Candidiasis penderita HIV/AIDS.
Penulis: Saka Winias
Informasi detail mengenai hal ini dapat dilihat pada tulisan kami di :http://www.connectjournals.com/toc.php?bookmark=CJ-033216&&%20volume=20&&%20issue_id=Supp-01%20&&%20issue_month=July&&year=2020#