Kapasitas inovasi merupakan faktor penting dalam memajukan pertumbuhan ekonomi negara yang dicapai melalui tenaga kerja, teknologi, dan modal. Kapasitas inovasi mendorong para pelaku bisnis untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan manfaat ekonomis. Dengan kapasitas inovasi yang melekat pada para pelaku bisnis, produk yang dihasilkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi sehingga menciptakan daya saing di dunia usaha. Dalam cakupan yang lebih luas, jika penerapan kapasitas inovasi kepada pelaku usaha dapat menjelaskan bahwa inovasi dan kreativitas berpengaruh positif terhadap daya saing suatu produk, hal ini dapat memberikan keuntungan bagi produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha untuk persaingan usaha dalam lingkungan pasar. Mereka bersaing secara global (Zhao & Li, 2018).
Dalam laporannya, Global Innovation Index (2019) menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 85 dalam indeks inovasi. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduknya, Indonesia seharusnya memiliki peluang yang sangat baik untuk meningkatkan kapasitas inovasi karena memiliki sumber daya yang optimal. Indikator terpenting untuk menentukan penilaian kegiatan inovasi oleh GII adalah modal investasi Research & Development (R&D), jumlah paten dan hak merek produk yang beredar internasional yang dimiliki negara, dan hasil ekspor produk berteknologi tinggi.
Pada laman CBNC.com (2019), Indonesia merupakan negara yang tertinggal dari negara Asia Tenggara lainnya karena pemerintahnya masih lemah dalam perencanaan dan kebijakan yang dapat memberikan dorongan untuk inovasi agar lebih maju. Global Innovation Index (2019) menjelaskan bahwa negara yang dapat memprioritaskan inovasi dalam perencanaan dan kebijakannya akan meningkatkan peringkatnya secara signifikan. Jika ditinjau secara menyeluruh, aktivitas inovasi menjadi lemah biasanya terjadi karena masyarakat tidak memberikan respon yang serius terhadap aktivitas inovasi tersebut. Dziallas dan Blind (2019) menjelaskan bahwa tingkat kapasitas inovasi pelaku usaha melalui suatu proses dan proses terjadi dari perilaku kerja yang inovatif dan kreatif. Analisis pelaku usaha di Indonesia tidak lepas dari kondisi demografi saat ini.
Globalisasi yang semakin mempengaruhi para pelaku usaha, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah, telah mengubah lingkungan usaha menjadi lebih kompetitif. Pelaku bisnis harus lebih memiliki Orientasi Pasar untuk menghasilkan peluang baru untuk kinerja yang unggul dan berkelanjutan (Buli. 2017). Pelaku usaha terus berupaya untuk memaksimalkan hasil dari produk yang dihasilkannya dan meminimalisir kelemahan pelaku usaha agar mampu bersaing dengan pelaku usaha lain. Tindakan inovasi, strategi bersaing, dan Orientasi Pasar merupakan solusi yang dapat digunakan untuk menghadapi persaingan dari pelaku usaha lain (Buli, 2017).
Kwak, Jaju, Puzakova, dan Rocereto (2013) menyatakan bahwa Market Orientation merupakan budaya bisnis organisasi yang berkomitmen untuk terus berkreasi dalam menciptakan nilai yang unggul bagi pelanggan. Dalam penelitian lainnya, Boso, Story, and Cadogan (2013) Market Orientation merupakan tingkat efektivitas kegiatan bisnis yang berfokus pada pemahaman akan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memperhatikan dengan seksama kegiatan bisnis tersebut. Korelasi antara keunggulan bersaing dan Orientasi Pasar akan menghasilkan situasi yang berbeda dan akan mempercepat pertumbuhan pasar.
Dalam melakukan pemasaran produk, pelaku bisnis harus berorientasi pasar karena hasil permintaan pasar akan lebih optimal. Pelaku usaha harus berorientasi pasar untuk mempertahankan usahanya dalam lingkungan kewirausahaan dengan tingkat persaingan yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Lee, Cass, dan Cok (2019) yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan wirausaha dengan tingkat persaingan yang tinggi merupakan tantangan bagi para pelaku bisnis yang berorientasi pasar dan membutuhkan strategi bersaing. Dengan memasuki Orientasi Pasar yang tepat, pelaku bisnis dapat menghasilkan produk yang inovatif dan dapat meningkatkan kinerja bisnis.
Menurut Moecke dan Hofer (2015), konsumen menginginkan produk yang inovatif. Dengan melakukan Orientasi Pasar, pelaku bisnis dapat menciptakan produk yang inovatif sesuai dengan keinginan konsumen. Produk-produk inovatif tersebut merupakan strategi bisnis untuk meningkatkan kinerja bisnis dalam persaingan dengan pelaku usaha lain. Orientasi Pasar dapat tercermin sebagai kemampuan untuk memahami keinginan konsumen. Pelaku usaha yang melaksanakan Orientasi Pasar memiliki keunggulan bersaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Keunggulan ini dapat dimanfaatkan para pelaku bisnis untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.
Kunci sukses bertahan dalam persaingan bisnis yang ketat terletak pada kemampuan para pelaku bisnis untuk mengembangkan keunggulan suatu produk. Moecke dkk. (2019) berpendapat bahwa keunggulan produk merupakan faktor esensial yang perlu diperhatikan para pelaku bisnis dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Lee dkk. (2019 mengatakan keberhasilan pelaku usaha dalam memantau penjualan produknya terletak pada strategi atau pemahaman inovatif dengan melihat Orientasi Pasar dan keunggulan kompetitif yang unggul.
Perkembangan inovatif dan Orientasi Pasar merupakan beberapa komponen yang dapat mendorong terciptanya keunggulan kompetitif. Orientasi dan inovasi pasar) juga dapat digunakan sebagai faktor untuk mendapatkan keunggulan bersaing dengan pelaku usaha lain (Kwak, 2013) .Secara umum konsumen lebih menyukai produk yang inovatif sesuai dengan kebutuhannya.Pengusaha menggunakan inovasi, artinya pelaku usaha tersebut selangkah lebih maju dari pelaku usaha lainnya.
Berdasarkan penelitian Ashrafi dan Ahad (2018) terdapat pengaruh antara Orientasi Pasar terhadap inovasi sehingga kegiatan inovasi pada perusahaan yang berorientasi pasar dapat meningkatkan inovasi dari; hasil penelitian Lake et al. (2019) menunjukkan terdapat pengaruh positif inovasi terhadap keunggulan dalam persaingan usaha. Semakin tinggi kemampuan berinovasi maka semakin tinggi pula keunggulannya dalam persaingan bisnis. Kemudian penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bodlaj, Coenders, Zabkar (2012) menunjukkan bahwa kapasitas inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah orientasi pasar.
Penelitian ini melibatkan 441 responden pada sebuah perusahaan di negara Eropa yang menyatakan adanya pengaruh yang signifikan dari inovasi terhadap orientasi pasar terhadap lingkungan bisnis yang kompetitif. Perusahaan dapat meningkatkan inovasi dalam orientasi pasar dengan memenuhi kebutuhan pelanggan. Namun, penelitian lain menemukan hasil berbeda yang diungkapkan oleh Bodlaj et al. (2010). Penelitian ini mengambil data dari 325 perusahaan berbeda di Pennsylvania yang terkait dengan inovasi produk dalam orientasi pasar yang menyatakan bahwa tidak ada hasil yang signifikan dan tidak ada dukungan yang mempengaruhi inovasi, yang kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa orientasi pasar tidak berpengaruh signifikan. Menuju inovasi. Kesenjangan penelitian ini dapat disimpulkan dari penelitian di atas dalam penelitian ini; konsep lain perlu ditambahkan untuk meninjau dampak orientasi pasar terhadap inovasi. Salah satu konsep yang dapat digunakan atau dipelajari adalah orientasi kewirausahaan sebagai mediasi.
Selain mengisi celah penelitian, kajian peneliti adalah membuat start up bisnis kedai kopi yang belum pernah diteliti oleh penelitian lain dari perspektif orientasi pasar, orientasi kewirausahaan, dan kapasitas inovasi dalam kajian yang sama. Penelitian ini menggabungkan beberapa penelitian sebelumnya yang telah meneliti variabel-variabel tersebut. Orientasi pasar dan kapasitas inovasi (Parkman, Holloway, & Sebastiao, 2012), orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan (Gruber-Muecke & Hofer, 2015; Kajalo & Lindblom, 2015), orientasi kewirausahaan dan kapasitas inovasi (De & Fabio, 2018) adalah keterkaitan yang dimulai secara bersamaan dalam penelitian ini. Dalam penelitian mereka, Parkman et al. (2012) meneliti industri kreatif, sedangkan Gruber-Muecke dan Hofer (2015) melibatkan perusahaan ekspor-impor di Eropa.
Dalam penelitian lainnya, Kajalo dan Lindlom (2015) menjelaskan orientasi pasar perusahaan ritel kecil di Finlandia, sedangkan De dan Fabion (2018) memberikan kontribusi berbasis penelitian pada industri makanan skala kecil. Namun dalam penelitian ini, usaha rintisan dijalankan dalam bentuk kedai kopi. Oleh karena itu, penelitian ini dikemas untuk mengkaji kebaruan yang melibatkan start-up coffee shop bertema baru yang menjual produk kopi dan mempromosikan layanan untuk customer experience.
Orientasi kewirausahaan merupakan proses yang melibatkan terciptanya suatu strategi yang merepresentasikan kebijakan untuk melaksanakan praktik yang dapat diterapkan dalam proses tindakan dan keputusan untuk melakukan kegiatan kewirausahaan (Buli, 2017). Langkah bisnis yang berani untuk mengambil risiko sangat penting dalam mempertahankan usaha bisnis (Kwak et al., 2013). Orientasi kewirausahaan merupakan suatu proses dalam suatu usaha usaha yang dilakukan dalam bersaing dengan pesaing usaha lain (Kwak et al., 2013). Musthofa (2017) menunjukkan bahwa wirausaha memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kapasitas inovasi.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa inovasi suatu produk dapat tercipta dengan baik apabila wirausahawan melaksanakan orientasi kewirausahaan dengan baik karena pengetahuan dan pengalaman wirausahawan dapat dijadikan acuan untuk menciptakan inovasi dalam suatu produk. Dengan orientasi kewirausahaan, pengusaha dapat meningkatkan kapasitas inovasi suatu produk secara signifikan. Pengusaha harus mampu mengidentifikasi peluang orientasi kewirausahaan yang ada. Dalam orientasi kewirausahaan, pengusaha dapat mengelola risiko dengan baik untuk meningkatkan inovasi produk.
Dalam penerapan dan implementasinya, inovasi dapat diterapkan dalam berbagai aspek bisnis dan organisasi. Dalam hal ini inovasi juga sangat terbuka untuk dilakukan di perusahaan start up. Perusahaan rintisan, atau dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai perusahaan rintisan, adalah istilah yang mengacu pada perusahaan yang sudah lama tidak berjalan atau beroperasi. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar baru didirikan dan sedang mengembangkan serta meneliti untuk menemukan pasar yang tepat (Rasmussen & Tanev, 2015). Dalam studi literaturnya, Garidis dan Rossmann (2019) menyimpulkan bahwa start-up adalah organisasi yang dirancang untuk model bisnis yang dapat direplikasi dan diperbesar. Ia melanjutkan, sebuah perusahaan dapat menjadi start up jika tidak memiliki jaringan yang kuat, luas, dan luas di pasar serta masih memiliki sumber daya yang terbatas untuk mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, bisnis start up sangat bergantung pada kekuatan kemitraan dengan investor dan mitra mapan (rekanan yang ditemukan) yang akhirnya menjadi mitra koperasi. Menurut Ireland (2015), bisnis start-up umumnya berusia tidak lebih dari enam tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan penelitian tentang pengaruh orientasi pasar terhadap kapasitas inovasi, dengan orientasi kewirausahaan pada usaha rintisan kedai kopi di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik purposive sampling dengan 110 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS), dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kapasitas inovasi, orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap orientasi kewirausahaan, orientasi kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap kapasitas inovasi. , dan orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kapasitas inovasi. Kapasitas inovasi melalui orientasi kewirausahaan.
Penulis: Anis Eliyana
Artikel selengkapnya dapat diunduh pada: