Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas pada kepala dan leher yang banyak ditemukan di Indonesia. Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan tumor yang diambil dari nasofaring. Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas untuk diagnosis KNF. Selain dengan pemeriksaan histopatologi, diagnosis KNF dapat ditegakkan secara sitologi. Prinsip pemeriksaan sitologi adalah menemukan sel ganas dari bahan aspirasi atau hapusan dengan cara melakukan sikatan pada permukaan selaput lendir.
Beberapa kelebihan sitologi metode sikatan adalah mudah dilakukan, dapat menjangkau area yang lebih luas secara non-invasif, lebih banyak sel epitel yang didapat, perdarahan sangat minimal, hampir tidak menimbulkan rasa nyeri, serta hasil yang lebih cepat dan murah. Spesimen sikatan dapat diambil dengan bantuan nasofaringoskopi. Mempertimbangkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian yang membandingkan pemeriksaan sitologi metode sikatan dengan panduan nasofaringoskopi dengan pemeriksaan histopatologi dengan biopsi buta pada penderita KNF.
Penelitian dilakukan pada tahun 2011 dan didapatkan 36 sampel pasien KNF. Pengambilan sampel dilakukan pada pasien baru suspek KNF yang datang berobat di poli THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan memenuhi kriteria penelitian. Tipe histopatologi terbanyak adalah tipe III WHO sebesar 75%. Jenis histopatologi lainnya adalah WHO tipe II sebesar 8,33% dan tipe I 2,78. Jenis KNF di Indonesia yang paling banyak adalah WHO tipe III. Pada penelitian Azwar, 2006, di Surabaya juga tidak ditemukan KNF WHO tipe I, tipe II hanya (5,71%) dan tipe III (94,29%). Penelitian Odi, 2007, hanya menemukan KNF WHO tipe III pada semua pasien yang menjadi sampel. Sampel dan hasil dari peneliti lain juga menunjukkan distribusi histopatologi yang serupa. Mayoritas adalah KNF WHO tipe III karena penyebab utama KNF diduga oleh karena adanya infeksi EBV dimana KNF yang berhubungan dengan EBV tidak berdiferensiasi (WHO tipe III) dan non-keratinizing (WHO tipe II).
Hasil sitologi metode sikatan dengan panduan nasofaringoskopi dibandingkan dengan tipe histopatologi dengan biopsi buta. Pada KNF WHO tipe I pada 1 pasien, hasil sitologi positif ditemukan sel ganas pada pasien ini. Pada KNF WHO tipe II sebanyak tiga pasien, sitologi positif pada dua pasien (66,67%) dan negatif pada satu pasien (33,33%). Untuk KNF WHO tipe III, didapatkan 24 pasien (88,89%) dari 27 pasien menunjukkan sel ganas positif. Berbeda dengan biopsi histopatologi yang dapat membedakan tipe histopatologi KNF, hasil sitologi metode sikatan hanya menunjukkan ada tidaknya sel ganas di nasofaring. Sikat nasofaring memiliki keterbatasan untuk tumor yang ditutupi jaringan nekrotik pada permukaannya dan juga untuk tumor submukosa. Biopsi tetap menjadi pilihan terbaik karena forsep dapat menjangkau jaringan yang lebih dalam.
Penelitian ini juga menganalisa distribusi hasil sitologi metode sikatan dengan panduan nasofaringoskopi berdasarkan stadium klinis KNF. Dua pasien dengan stadium II menunjukkan hasil sitologi positif (100%). Dari pasien tersebut, satu pasien memiliki histopatologi positif dan satu pasien memiliki histopatologi negatif. Pada empat pasien dengan stadium III, hasil sitologi positif pada satu pasien (25%) dan negatif pada tiga pasien (75%). Dari 30 pasien stadium IV, hasil sitologi positif ditemukan pada 25 pasien (83,33%) dan negatif pada lima pasien (16,67%).
Sensitivitas sitologi metode sikatan dengan panduan nasofaringoskopi pada penelitian ini sebesar 87,10% yang berarti teknik ini memiliki akurasi deteksi sel ganas pada nasofaring sebesar 87,10%. False negative pada metode ini sebesar 12,90%, artinya terdapat 12,90% pasien KNF yang tidak terdeteksi dengan teknik ini. Spesifitas penelitian ini adalah 80%, artinya metode ini dapat menghilangkan kemungkinan tidak menderita KNF pada pasien yang tidak sakit sebesar 80%. Hasil positif palsu sebesar 20% (satu pasien) menunjukkan bahwa 20% pasien yang tidak sakit memiliki kemungkinan terdeteksi positif dengan teknik ini. Nilai prediksi positif dalam penelitian ini sebesar 96.43% dan nilai prediksi negatif dalam penelitian ini sebesar 50%. Nilai akurasi penelitian ini adalah 86,11%, artinya jika dibandingkan dengan biopsi histopatologi buta, sikatan sitologi dengan panduan nasofaringoskopi memiliki tingkat kebenaran 86,11%. Penelitian Chang et al., 2001, di Hongkong pada 528 subjek penelitian diperoleh nilai sensitivitas 69,1% dan spesifisitas 100%. Penelitian Jan et al., (2009) di Taiwan pada 48 pasien diagnosis KNF juga ditegakkan dengan menggunakan sikatan sitologi dengan panduan nasofaringoskopi, diperoleh nilai sensitivitas 84,2%, nilai spesifisitas 96,6% dan akurasi 93,6%.
Untuk membuktikan kesesuaian antara hasil sitologi metode sikatan dengan panduan nasofaringoskopi dan hasil histopatologi dengan biopsi buta, dilakukan uji komparasi McNemar dan uji asosiasi Kappa. Hasil uji komparasi McNemar diperoleh nilai p=0,375 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05). Hasil uji asosiasi Kappa diperoleh nilai p=0,001 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuian antara hasil sitologi metode sikatan dengan panduan nasofaringoskopi dengan hasil histopatologi dengan biopsi buta dalam menentukan ada tidaknya sel ganas pada penderita KNF.
Penulis: Irwan Kristyono
Informasi detail dari artikel ini dapat diakses pada laman berikut: http://www.ijfmt.com/issues.html
(The Increase Level of Muscle Adductor in Idiopathic Vocal Cord Adductor Paralysis Post Biofeedback Vocal Therapy)