Malnutrisi merupakan sebuah kondisi ketidakseimbangan gizi. Malnutrisi tidak hanya mengacu pada kondisi kekurangan gizi (undernutrition), namun dapat juga mengacu pada kelebihan gizi (overweight/obesity). Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengelompokkan malnutrisi menjadi tiga kondisi yaitu kekurangan gizi/undernutrition, kelebihan berat badan/obesitas, serta nutrisi yang tidak seimbang. Indonesia sebagai Negara berkembang, tentunya masih menghadapi tantangan berupa permasalahan status gizi penduduknya.
United Nations Children’s Fund (UNICEF) telah mendorong Indonesia untuk melakukan perbaikan status gizi penduduknya. Sejak tahun 2015, Kementerian Kesehatan Indonesia menginisiasi program surveilans gizi yang dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu puskesmas. Program Pemantauan Status Gizi (PSG) ini dilakukan oleh unit strukutural program gizi.
Kegiatan pemantauan itu disebut juga surveilans gizi/proses pengamatan masalah dan program gizi secara kontinyu pada situasi normal maupun situasi darurat. Surveilans gizi dilakukan dengan beragam tujuan sebagaimana tercantum dalam Permenkes RI No. 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi yaitu: peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan anak, kesuksesan pengendalian penyakit, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, serta meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalu Kartu Indonesia Sehat (KIS). Keempat tujuan tersebut kemudian diimplementasikan dalam berbagai indikator pembinaan gizi masyarakat. Kegiatan surveilans gizi ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah pusat dan daerah, sedangkan pelaksanaanya dilakukan oleh unit program gizi fasilitas pelayanan kesehatan pada masing-masing daerah.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) pada tahun 2014-2019, meningkatnya pelayanan gizi masyarakat ditandai dengan turunnya persentase balita berat badan kurang, balita pendek, balita gizi kurang, remaja putri anemia, ibu hamil anemia, ibu hamil risiko Kurang Energi Kronik (KEK) dan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pencapaian tujuan dari RPJMN tersebut dijabarkan menjadi 14 indikator program gizi. Setiap indikator tersebut memiliki besaran target yang dapat menunjukkan keberhasilan program gizi di lingkup pelayanan kesehatan (yankes) tersebut. Apabila terdapat indikator program gizi yang masih belum memenuhi target, maka indikator tersebut dianggap sebagai permasalahan kesehatan pada populasi di yankes tersebut, sehingga perlu ditingkatkan performa dan perbaikan pada periode selanjutnya.
Empat belas indikator yang menjadi penjabaran dari RPJMN berfokus pada tiga kelompok yaitu ibu hamil, balita, remaja putri, serta ibu nifas. Melalui indikator tersebut dapat dipetakan apakah pada suatu populasi masih terdapat bayi yang belum memperoleh ASI eksklusif, balita kurus yang belum mendapatkan makanan tambahan, serta monitoring tinggi badan dan berat bedan pada bayi dan balita untuk kemudian dicatat dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Ibu hamil yang memiliki lingkar lengan atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm patut mendapatkan makanan tambahan sehingga terhindar dari kondisi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil juga diberikan tablet tambah darah (TTD) selama masa kehamilan untuk menghindari terjadinya anemia. Sedangkan kapsul vitamin A diberikan kepada ibu nifas serta balita sebagai suplemen yang membantu kinerja perkembangan anggota tubuh. Balita dengan kondisi gizi buruk harus memperoleh perawatan yang adekuat.
Evaluasi capaian kinerja program gizi di suatu layanan kesehatan perlu dilakukan setiap tahunnya. Hasil dari evaluasi diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, pengelola program gizi di dinas kesehatan daerah maupun kota, dinas kesehatan masing-masing provinsi, serta kementerian yang bertugas dalam peningkatan kualitas kesehatan warga Negara. Pemantauan status gizi yang kontinyu dan berkesinambungan diharapkan dapat menurunkan angka stunting dan juga angka kematian ibu di Indonesia.
Apabila hasil dari evaluasi belum mencapai target, maka seyogyanya pemerintah maupun dinas kesehatan terkait merumuskan kebijakan yang cepat dan tanggap dalam menangani problematika kesehatan masyarakat. Semakin dini permasalahan kesehatan masyarakat diketahui serta semakin cepat intervensi diberikan, maka semakin dini pula dampak berkepanjangan dari problematika tersebut dapat dicegah. Permasalahan status gizi pada balita merupakan hal yang seharunsya menjadi concern dan memperoleh perhatian lebih, karena apabila tidak cepat terdeteksi, maka kualitas generasi bangsa Indonesia juga mengalami penurunan.
Ditulis oleh: Teguh Hari Sucipto, Shifa Fauziyah, dkk
Artikel selengkapnya dapat dilihat pada link berikut: http://www.sysrevpharm.org//fulltext/196-1603905793.pdf?1604285566