WHO merekomendasikan pemberian air susu ibu (ASI) diberikan secara eksklusif selama enam bulan pertama dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). ASI merupakan makanan yang ideal, diciptakan unik sebagai respon dalam memenuhi kebutuhan nutrien bayi. Namun demikian setelah melewati usia enam bulan, ASI tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan bayi, karena terjadi penurunan beberapa nutrien penting, seperti zat besi, zink, vitamin K dan vitamin D, sehingga diperlukan sumber lain, terutama zat besi, dan bayi pada usia ini rentan mengalami anemia defisiensi besi (ADB) akibat cepatnya pertumbuhan. Di sini peran MPASI sangat penting untuk memenuhi kebutuhan bayi baik makro dan mikronutrien, karenanya diperlukan MPASI yang berkualitas baik. MPASI berkualitas baik harus mengandung nutrisi yang seimbang dan jumlahnya adekuat, khususnya zat besi agar terhindar dari ADB.
Angka kejadian ADB masih cukup tinggi di negara berkembang dan menjadi masalah umum pada populasi anak usia dibawah lima tahun, khususnya bayi yang menerima ASI tanpa suplementasi zat besi, yang disebabkan asupan MPASI yang rendah kadar zat besinya. Hampir 90% kebutuhan zat besi dalam periode penyapihan ini harus mampu disediakan oleh MPASI. Beberapa strategi telah dilakukan untuk menjawab tantangan ini, termasuk penggunaan MPASI terfortifikasi atau MPASI komersial yang banyak diperdagangkan dalam bentuk kemasan atau MPASI rumahan yang dibuat dengan bahan pangan lokal.
Baik MPASI rumahan dan MPASI terfortifikasi dapat diterima dan aman bagi bayi jika dipersiapkan sesuai panduan higienitas. Di Indonesia, khususnya selama tahun 1970 MPASI rumahan masih memiliki kualitas rendah dalam hal komposisi nutriennya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan bayi setelah usia enam bulan. Karenanya perbandingan kadar Hb dan pola pertumbuhan bayi yang diberikan MPASI rumahan dan terfortifikasi pada usia 6-24 bulan masih diperlukan studi lanjutan di era modern ini.
Waktu pemberian MPASI rata-rata dilakukan pada usia enam bulan. Namun masih ada memberikan MPASI lebih dari usia enam bulan dan bahkan lima bulan. ESPGHAN memang merekomendasikan pemberian MPASI minimal dilakukan pada usia 17 minggu sebagai tahap pengenalam makan sebelum ASI tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan bayi. Diharapkan saat usia enam bulan, bayi sudah mampu menerima MPASI yang adekuat baik dalam jumlah dan komposisinya.
MPASI bayi di Indonesia khususnya MPASI rumahan memang terbukti berkualitas rendah. Dibandingkan bayi yang menerima MPASI terfortifikasi, Hb bayi yang menerima MPASI rumahan dibawah referensi normal (<11 mg/dL). Sementara serum ferritin dan serum iron masih di atas referensi normal.
Pengukuran antropometri menunjukkan tingginya gizi kurang (wasted) dan gizi buruk (severely wasted) pada bayi yang menerima MPASI rumahan. Kejadian stunted dan severely stunted juga masih tinggi pada bayi yang menerima MPASI rumahan, dan begitu pula dengan severely underweight.
MPASI rumahan yang ideal disarankan berasal dari daging merah dalam bentuk puree. Ikan minimal dikonsumsi sekali atau dua kali seminggu. Daging merupakan sumber protein yang baik, dengan kandungan zat besi dan zink, vitamin B6 dan B12 yang mencukupi dan bioavaibilitasnya baik. Pemberian daging tidak menyebabkan kelebihan berat badan akibat penumpukan lema, dan menunjang pertumbuhan vertikal. Formula lanjutan seharusnya diberikan sejalan dengan pemberian MPASI dan ASI, karena ASI sangat rendah kandungan zat besinya. AAP bahkan menganjurkan pemberian suplemen zat besi dalam bentuk tetes minimal 1 mg/kg/hari untuk mencegah ADB.
Rendahnya kualitas MPASI rumahan karena MPASI yang diberikan berupa sereal, buah, dan sayuran yang dicampur dengan ASI perah. Tepung (gasol) banyak digunakan sebagai bahan MPASI rumahan. Bahan-bahan tersebut sangat rendah kandungan zat besi dan mengandung anti-nutrien seperti fiber yang mengganggu penyerapan nutrien. Pemberian tepung terfortifikasi zat besi terbukti mampu mengurangi insiden ADB khususnya di negara berkembang, dibuktikan dengan kadar Hb yang lebih tinggi dari referensi.
Penulis: Roedi Irawan
Informasi lengkap dari artikel berikut dapat diakses pada link berikut: https://e-journal.unair.ac.id/FMI/article/view/14337/7961
(EFFECT OF DIFFERENT COMPLEMENTARY FEEDING ON IRON DEFICIENCY ANEMIA AND GROWTH IN BREASTFED INFANTS: HOME-MADE VS COMMERCIAL)