UNAIR NEWS – Pandemi Covid-19 memberikan perubahan signifikan pada hampir keseluruhan aspek kehidupan di seluruh negara. Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pendidikan dalam masa darurat Covid-19 sebagai respon terhadap situasi pandemi. SE tersebut mengatur salah satunya mengenai pembelajaran jarak jauh dimana proses belajar mengajar dilakukan dalam jaringan (daring) mulai Maret 2020. Langkah ini diambil untuk meminimalisir penyebaran virus Covid-19 di masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu, pembelajaran jarak jauh mempunyai beberapa tantangan. Mulai dari aspek teknis seperti kendala jaringan dan keterbatasan piranti hingga aspek kesehatan seperti kelelahan fisik dan tekanan psikologis.
Studi awal yang dilakukan oleh kelompok kajian kesehatan mental masyarakat di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga menemukan bahwa ketidakjelasan kapan situasi pandemi akan berakhir serta kesimpangsiuran informasi mengenai Covid-19 berkontribusi terhadap kecemasan yang dialami oleh guru dan orangtua. Studi lain juga menemukan bahwa anak dan remaja menunjukkan gejala stres ketika mengikuti pembelajaran jarak jauh daring, di antaranya seperti mudah lelah, kehilangan semangat belajar, hingga menarik diri.
Kondisi tersebut mendorong perlunya upaya merawat kesehatan mental anak dan remaja sebagai dampak psikologis dari situasi pandemi Covid-19. Sebagai ujung tombak proses belajar mengajar, guru perlu meningkatkan kompetensi dalam melakukan identifikasi dan intervensi awal terhadap dampak psikologis yang dialami anak dan remaja.
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga memberikan pelatihan merawat kesehatan mental bagi anak dan remaja bagi guru SMP dan SMA pada tanggal 23-24 Oktober 2020. Pelatihan ini sekaligus sebagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Sejumlah 36 guru dari beberapa kota mengikuti pelatihan yang dilaksanakan secara daring tersebut. Narasumber pelatihan terdiri dari empat orang dosen Fakultas Psikologi UNAIR, yaitu Atika Dian Ariana, S.Psi., M.Sc.; Endah Mastuti, S.Psi., M.Si., Psikolog; Dewi Syaridah, M.Psi., Psikolog; dan, Dian Kartika Amelia Arbi, M.Psi., Psikolog.
“Pelatihan ini mengajarkan guru agar mampu memberikan DPA (dukungan psikologis awal) pada siswa. Kami merancang pelatihan untuk membekali guru dengan kemampuan meregulasi emosi diri sendiri dulu sebelum menerapkan DPA,” ucap Ketua Pelaksana Atika Dian Ariana, S.Psi., M.Sc.
Melalui pelatihan tersebut, lanjut Atika, guru belajar mengenai kesehatan mental, dampak psikologis yang umumnya dialami anak dan remaja pada situasi pandemi, hingga strategi mengelola emosi.
“Tujuan akhirnya tentunya agar guru lebih terampil melakukan identifikasi dan intervensi awal pada masalah psikologis serta dapat menerapkan materi yang telah dipelajari di satuan pendidikan masing-masing,” katanya.
Antusiasme peserta pelatihan ditunjukkan oleh diskusi dan pertanyaan yang muncul dalam setiap sesi. Peserta berharap pelatihan sejenis dapat dilakukan secara berkelanjutan di kemudian hari, disertai dengan aktivitas praktik yang lebih banyak. Sementara itu, analisis terhadap data pre-test dan post-test menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta tentang kesehatan mental anak dan remaja.
Di samping mengikuti pre-test dan post-test,setiap peserta menyusun rancangan tindak lanjut (RTL) yang dikumpulkan dua minggu setelah pelatihan. RTL tersebut berisi rencana peserta melakukan pemetaan kondisi psikologis siswa di satuan pendidikan masing-masing dan intervensi atau rekomendasi yang akan diberikan.
“Dari ketepatan strategi identifikasi dan intervensi awal yang tertulis di RTL, kami dapat menyimpulkan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan. RTL ini juga mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah sehingga besar harapan kami bahwa manfaat dari pelatihan ini dapat berkelanjutan, setidaknya di satuan pendidikan asal peserta,” pungkas Atika.
Editor: Binti Q. Masruroh