Anak usia sekolah merupakan golongan yang rentan pada masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah gizi pada anak usia sekolah ialah kegemukan terutama yang berada di wilayah perkotaan yang terus mengalami peningkatan. Di Jawa Timur prevalensi gizi lebih tahun 2013 yaitu 19,3%meningkat menjadi 24,1% di tahun 2018. Kegemukan terjadi ketika kelebihan konsumsi makanan tinggi energi, lemak, gula dan garam namun rendah konsumsi sayur dan buah. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkansebanyak 95,5% penduduk Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah belum sesuai anjuran 5 porsi/hari. Menurut WHO anjuran konsumsi sayur dan buah sebanyak 400 g/hari yakni 250 g sayur dan 150 g buah.
Sayur dan buah diketahui memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan khususnya pada penyakit degeneratif seperti hipertensi, kolesterol tinggi, termasuk obesitas. Salah satu upaya untuk meningkatkan asupan sayur dan buah pada anak adalah membentuk pola makan sehat melalui penyelenggaraan program makan siang sekolah. Seperti di Jepang yang lebih dikenal dengan istilah Shokuiku, merupakan salah satu kurikulum yang menerapkan pola makan gizi seimbang pada makan siang anak di sekolah. Terbukti mampu menurunkan angka obesitas anak. Di Indonesia, sayangnya program makan siang ini belum banyak diterapkan oleh sekolah-sekolah dan sampai saat ini belum ada panduan baku terkait acuan komposisi nilai gizi yang standar. Fenomena yang ada, masih banyak siswa membawa bekal makanan dari rumah dengan meu apa adanya.
Studi bertujuan menganalisis konsumsi sayur dan buah pada kelompok anak yang mengikuti program makan siang sekolah maupun kelompok siswa yang membawa bekal. Studi dilakukan secara cross sectional pada 155 siswa yang terbagi menjadi 47 siswa yang mengikuti program makan siang sekolah dan 108 siswa yang membawa bekal makanan di salah satu SD swasta di Surabaya. Dilakukan observasi makanan selama 5 hari dan dilakukan wawancara asupan makan sehari melalui metode food recall 2×24 jam.
Sisa makanan pada kelompok makan siang sekolah diobservasi dan dicatat selama 5 hari menggunakan metode Comstock. Hasil studi menunjukkan sebanyak 15,7% siswa kelompok bekal membawa sayuran dan 4,6% yang membawa buah untuk makan siangnya. Berbeda dengan menu makan siang sekolah yang tersaji sayur atau buah disetiap kali makan. Jumlah konsumsi sayur dan buah ketika makan siang pada kelompok makan siang sekolah rata-rata mencapai 26,66 g dan 25,53 g, sedangkan pada kelompok bekal lebih rendah yaitu hanya 5,09 g sayur dan 3,24 g buah. Dari kedua kelompok, masih banyak siswa yang menyisakan sayur pada menu makan yang disajikan.
Meskipun jumlah sayur dan buah pada kelompok makan siang lebih tinggi daripada siswa yang membawa bekal dari rumah, namun kedua kelompok tersebut masih menunjukkan konsumsi sayur dan buah yang masih jauh dari kecukupan yang dianjurkan. Hal ini tejadi karena belum adanya standar nilai gizi untuk asupan makan selama di sekolah. Program makan siang yang sudah dijalankan pun masih hanya sekedar menyediakan makan belum sampai memenuhi kecukupan zat gizi pada anak. Bekal makanan yang dibawa dari rumah, yang umumnya disediakan oleh orang tua juga menunjukkan fenomena belum tercukupinya konsumsi sayur dan buah yang cukup.
Banyak faktor yang menjadi penyebab seperti kesukaan anak yang kurang terhadap konsumsi sayur dan buah, dimana anak cenderung pilih-pilih makanan sampai faktor dari orang tua sendiri. Studi menunjukkan salah satu faktor pemilihan jenis makanan dipengaruhi oleh pengetahuan tentang makanan pada anak dan orang tua. Perilaku anak cenderung mengikuti kebiasaan orangtuanya. Anak yang perilaku makan orang tuanya memilih-milih makanan beresiko mengalami picky eater 10,1 kali lebih besar dibandingkan anak-anak yang orangtuanya tidak pemilih pada makanan. Anak dengan picky eater memiliki asupan vitamin dan mineral yang signifikan lebih rendah daripada anak yang tidak pemilih.
Kejadian obesitas yang masih cukup tinggi pada anak sekolah di Indonesia khususnya di wilayah perkotaan menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah sebagai penyelanggara dan orang tua siswa. Tentu saja peran anak/ siswa sendiri menjadi kunci utama dalam kecukupan gizinya. Segala fasilitas dan kemudahan akses yang ada akan menjadi sia-sia jika anak tidak paham dan sadar akan pentingnya gizi seimbang khususnya konsumsi sayur dan buah cukup untuk status gizi yang optimal. Evaluasi terhadap penyelenggaraan makan juga memerlukan peran penting dari ahli gzi yang mengerti dan paham konsep perhitungan zat gizi dan kandungan zat gizi dari makanan yang disajikan.
Penulis : Farapti dan Diani Zafira
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada:
https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/11266
Zafira, D., & Farapti, F. (2020). Konsumsi Sayur dan Buah pada Siswa Sekolah Dasar (Studi pada Makan Siang Sekolah dan Bekal). Amerta Nutrition, 4(3), 185-190. doi:http://dx.doi.org/10.20473/amnt.v4i3.2020.185-190