Keberhasilan dalam pembangunan dapat ditentukan oleh peningkatan tingkat harapan hidup yang berdampak pada peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Kondisi ini semakin berdampak pula pada menurunnya penyakit menular dan penyakit tidak menular atau disebut transisi epidemiologi. Penuaan dianggap sebagai proses biologis yang ditandai oleh kerusakan progresif fungsi fisiologis dan proses metabolisme. Nutrisi yang cukup dan aktivitas fisik yang menentukan bahwa para lansia dapat hidup lebih lama, sehat, aktif, dan mandiri. Dengan meningkatnya resiko penyakit dengan disertai gangguan nutrisi pada lansia, perlu dilakukan identifikasi risiko malnutrisi sedini mungkin. Penilaian status gizi pada lansia sangat penting karena itu dapat menggambarkan status gizi saat ini dan mendeteksi resiko gizinya.
Pengukuran antropometri dalam menilai status gizi merupakan indikator sensitif kesehatan masyarakat dan gizi. Berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh merupakan komponen penting skrining nutrisi yang menggambarkan kondisi nutrisi saat ini. Dengan skrining nutrisi dapat mendeteksi terjadinya risiko malnutrisi, khususnya di orang tua. Metode skrining gizi yang digunakan pada lansia adalah Mini Nutritional Assessment Short Form (MNA-SF). MNA-SF merupakan alat yang dikembangkan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status gizi pada lansia untuk mencegah malnutrisi dini dan berguna untuk pengobatan dini sebelum risiko malnutrisi terjadi dan lebih efisien serta membutuhkan waktu pengaplikasian yang singkat.
Lima pertanyaan pertama dari Mini Nutritional Assessment (MNA-SF) yang direvisi tidak merubah MNA-SF asli, tetapi pertanyaan keenam bisa berupa BMI tergantung pada kemampuan untuk melakukan pengukuran ini. Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa BMI yang meningkat secara signifikan, dapat mengurangi kepuasan hidup dan menurunkan kelebihan berat badan. Skor total dan klasifikasi nutrisi dari MNA-SF yang direvisi ini identik dengan MNA-SF asli dan MNA lengkap.
Nutrisi merupakan elemen penting dalam kesehatan lansia dan mempengaruhi proses penuaan. Meskipun dalam penelitian hasil skrining menggunakan MNA-SF menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami gangguan nafsu makan dan penurunan berat badan, tetapi pada orang lanjut usia yang mengalami gangguan nafsu makan dan penurunan kebutuhan energi dikarenakan perubahan fungsi biologis dan psikologis.
Hasil sebuah penelitian cross sectional menunjukkan bahwa berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga kurang lebih 50 hingga 60 tahun, selain itu seiring bertambahnya usia, lemak tubuh bertambah, dan massa lemak berkurang. Penyebab lemak meningkat multifaktorial, dan distribusinya lemak berbeda antara orang tua dan muda orang. Studi lain menemukan bahwa berat badan yang sehat meningkatkan kepuasan hidup serta peningkatan BMI mengurangi kepuasan hidup.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi lansia adalah jenis kelamin, usia, gaya hidup, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perumahan, dan status ekonomi.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi gizi buruk pada lansia sangat tinggi. Faktor lain yang mungkin adalah malnutrisi karena perubahan komposisi tubuh terjadi secara berbeda antara pria dan wanita. Malnutrisi terjadi setidaknya setengah dari orang tua yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa usia lanjut merupakan kelompok yang rentan mengalami malnutrisi. Menurutnya masalah kesehatan yang dihadapi para lansia antara lain meningkatnya kerentanan terhadap disfungsi kekebalan yang menjadi penyebab utamanya.
Skrining status gizi sangat penting pada lansia sejak dini untuk mencegah malnutrisi. Dengan alat skrining MNA-SF, akan diperoleh gambaran kondisi lansia sehingga akan mendapatkan penanganan lebih awal sebelum terjadi malnutrisi.
Penulis: Merryana Adriani
Artiekl lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:
https://docplayer.net/185742690-Volume-10-number-10-october-2019.html