Virus highly pathogenic avian influenza A/H5N1 di Indonesia merupakan virus endemik yang dikaitkan dengan penularan langsung ke manusia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah kumulatif penderita avian influenza terbanyak setelah Mesir dengan angka kematian tertinggi di dunia. Sejak tahun 2003, tercatat 200 kasus dengan 168 kematian. Virus H5 HA clade 2.1 telah menyebar dan menginfeksi unggas hingga tahun 2012 di Indonesia. Pada September 2013 kami berhasil mengisolasi virus Av154 clade 2.3.2.1c dari wabah yang terjadi di peternakan kalkun di Jawa Timur. Pada bulan juni 2013 kami berhasil mengisolasi virus avian influenza A/H3N6, Av39, dari bebek yang sakit ringan di pasar ungags, kemudian pada bulan Februari 2014, kami mengisolasi virus clade Av240 2.1.3.2b dari ayam yang sakit di pasar unggas.
Potensi risiko penularan virus aviam influenza dan penyakit yang diakibatkan pada manusia belum sepenuhnya dipahami, maka penting untuk mempelajari patogenisitas virus pada mamalia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap patogenisitas tiga isolat virus aviam influenza tipe A pada mamalia dengan menggunakan hewan coba mencit. Mencit BALB/c dipakai sebagai model karena adanya kemiripan dengan manusia, terutama dalam hal respons imun host terhadap infeksi. Mencit BALB/c dapat terinfeksi virus aviam influenza, disertai dengan terjadinya perubahan patologis, karena memiliki reseptor asam sialat α-2,3 pada sel epitel bersilia saluran napas dan sel epitel alveolar tipe II.
Virus Avian Influenza dan Patogenisitiasnya
Infeksi virus influenza dimulai ketika protein HA berikatan dengan reseptor asam sialat (sialic acid receptors), yaitu suatu reseptor glikoprotein pada permukaan sel target. Aviam influenza dapat berikatan dengan reseptor α-2,3 SA, terutama pada sel pneumosit tipe II, makrofag alveolar dan sel epitel kuboid tidak bersilia pada bronkiolus terminalis. Penelitian pada mencit BALB/c dengan menggunaka pewarnaan histokimia menunjukan adanya distribusi reseptor asam sialat α-2,3 yang diekspresikan pada trakea, paru, otak, limpa, hati dan ginjal. Adanya pola distribusi reseptor tersebut dapat menjelaskan mengapa hewan model ini dapat terinfeksi oleh virus avian influenza, disertai dengan terjadinya perubahan patologis pada organ yang terinfeksi.
Perjalanan penyakit infeksi virus influenza dimulai pada sel epitel saluran napas, kemudian virus memperbanyak diri dengan sangat cepat sehingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas. Virus aviam influenza diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: Highly Pathogenic Aviam influenza (HPAI), dan Low Pathogenic Aviam influenza (LPAI). HPAI dan LPAI berbeda kepekaannya terhadap protease hospes. Hampir sebagian besar virus LPAI memiliki single arginine residu pada cleavage site HA, yang dapat dipecah oleh trypsin like protease ekstraseluler dan hanya terbatas pada saluran napas, sebaliknya pada virus HPAI terdiri dari multiple asam amino residu pada cleavage site HA, yang menyebabkam HA dapat dipecah oleh banyak enzim protease intraseluler, seperti furin like protease sehingga dapat menyebabkan infeksi sistemik.
Tiga isolat yaitu Av154 dari A/H5N1 clade 2.3.2.1c; Av240 dari A/H5N1 clade 2.1.3.2b; dan Av39 dari A/H3N6, diinokulasi pada mencit BALB/c. Untuk menilai morbiditas dan mortalitas, kami mengukur berat badan mencit setiap hari dan memantau kelangsungan hidupnya selama 20 hari. Mencit yang terinfeksi Av154 dan Av240 kehilangan 25% berat badan pada hari ke-7, sedangkan mencit yang terinfeksi Av39 tidak terjadi penurunan berat badan. Sebagian besar mencit yang terinfeksi Av154 mati pada hari ke-8, sedangkan sebagian besar mencit yang terinfeksi Av240 bertahan hingga hari ke-20. Ketiga isolat menunjukkan perbedaan yang berarti pada nilai EID50 per MLD50; pada Av154 sebesar 2,0 × 101; pada Av240 sebesar 1,1 × 105; sedangkan pada Av39 sebesar >3,2 × 106. Baik Av154 maupun Av240 mengalami delesi 20 asam amino pada posisi 49–68 di stalk region dari NA, yang menyebabkan peningkatan virulensi pada mencit.
Penelitian ini membuktikan bahwa virus A/H5N1 strain Av154 clade 2.3.2.1c dari garis keturunan Eurasia memiliki virulensi dan letalitas yang tinggi. Virus A/H5N1 strain Av240 clade 2.1.3.2b dari garis keturunan Indonesia juga memiliki virulensi yang tinggi, tetapi letalitas lebih rendah dibandingkan dengan virus A/H5N1 strain Av154 clade 2.3.2.1c, sebagian besar mencit yang terinfeksi virus ini bertahan hidup dan berat badannya kembali naik. Sedangkan, virus A/H3N6 strain Av39 terbukti tidak ganas dan tidak mematikan.
Penulis: Resti Yudhawati, dr., Sp.P(K); Rima R. Prasetya; Jezzy R. Dewantari; Aldise M. Nastri; Krisnoadi Rahardjo; Arindita N. Novianti; Prof. Dr. Muhammad Amin, dr., Sp.P(K); Prof. Dr. Fedik A. Rantam, drh.; Dr. Emmanuel D. Poetranto, drh., M.S.; Dr. Laksmi Wulandari, dr., Sp.P(K), FCCP; Prof. Maria L. I. Lusida, dr., M.Kes., Ph.D., Sp.MK.; Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D.; Dr. Gatot Soegiarto, dr, Sp.PD.K-AI., FINASIM; Prof. Yohko K. Shimizu; Prof. Yasuko Mori; dan Prof. Kazufumi Shimizu
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://www.jstage.jst.go.jp/article/yoken/73/5/73_JJID.2020.052/_article/-char/ja/