UNAIR NEWS – Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HMKH) Universitas Airlangga di Banyuwangi, pada Minggu (4/10), kembali mengadakan webinar nasional seri kedua dengan menganggkat tema “Manajemen Penanganan dan Pencegahan Gangguan Reproduksi pada Ternak Sapi Post Partus”. Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari webinar seri satu yang telah dilaksanakan pada akhir September yang lalu.
Mengundang H. Agung Budiyanto, drh. MP. Ph.D., dalam paparannya ia mengatakan bahwa masyarakat dan terkhusus bagi tenaga medik maupun paramedik veteriner, perlu mengetahui cara yang tepat dalam penanganan gangguan reproduksi post partus. Untuk itu, tandasnya, diperlukan pemahaman lebih dalam perihal fenomena gangguan reproduksi pada sapi semakin beragam. Harapan besar para peternak yakni dalam satu tahun satu ekor induk dapat menghasilkan satu ekor anak. Namun hal tesebut masih belum dapat tecapai karena beberapa gangguan yag terjadi setelah kelahiran (partus).
“Risiko post partus sangat beragam dan bila tidak ditangani dengan baik akan merugikan kepada para peternak. Resiko tersebut dapat berupa infeksi karena progesteron yang tinggi saat kebuntingan, lochia yang banyak ditambah dengan servik yang terbuka menjadi sasaran empuk bagi bakteri untuk masuk dan berkembang,” kata dokter Agung.
Beberapa kemungkinan gangguan reproduksi yang terjadi pada sapi, sambungnya, post partus dapat berupa hipofungsi, endometritis, limpomania dan corpus luteum persistent. Kasus hipofungsi sering dikaitkan dengan pakan ternak, karena pada fase involusi uteri, kekurangan nutrisi mengakibatkan kegagalan recovery yang berujung pada tidak terbentuknya folikel ovarium.
Selain itu, tambahnya, pada kasus endometritis, akibat infeksi bakteri yang tidak tertangani dengan baik, berakibat pada gangguan reproduksi sapi betina semakin kompleks. Akibatnya, biaya reproduksi menjadi tidak efisien, terutama biaya estrus post partus.
“Sederhananya, sapi yang dipelihara peternak akan terus membutuhkan biaya pakan, jika estrus post partus atau birahi mundur maka kebuntingan juga tertunda,” ujar wakil dekan FKH UGM tersebut.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan agar gangguan reproduksi post partus dapat dicegah yaitu perbaikan manajemen pakan, perbaikan manajemen kesehatan induk dan fetus, manajemen biosecurity yang ketat, penggunaan yodium povidone 1% intra uterine dan penyapihan yang terjadwal.
“Harus diingat sebagai petugas kesehatan hewan, kesiapan hormonal, reseptor hormoal dan manajemen menjadi penting untuk persiapan estrus post partus. kita wajib memiliki skill untuk penanganan kasus dilapangan, hilangkan pemikiran untuk hanya sekedar menginseminasi sapi tanpa memahami resiko post partus,” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Suryadiningrat
Editor: Nuri Hermawan