Pergerakan gigi secara ortodonti merupakan proses berkelanjutan dan berkesinambungan yang melibatkan proses remodeling tulang alveolar dan ligamen periodontal sebagai akibat adanya tekanan mekanik dari peranti ortodonti. Respon seluler yang terjadi akibat adanya tekanan mekanik berupa peningkatan aktivitas osteoklas pada daerah yang mengalami tekanan dan peningkatan aktivitas osteoblas pada daerah yang mengalami tarikan.
Perawatan ortodonti bertujuan untuk mendapatkan hasil perawatan dengan stabilitas jangka panjang. Namun, relaps atau kembalinya gigi ke posisi awal sebelum dilakukan perawatan ortodonti merupakan hal yang sering terjadi dan menjadi masalah utama baik bagi dokter gigi maupun pasien. Peranti retensi merupakan peranti yang digunakan untuk mempertahankan posisi gigi setelah perawatan ortodonti.
Peranti retensi harus digunakan sepanjang hari pada enam bulan pertama dan selanjutnya pada malam hari saja minimal selama 12 bulan. Walaupun peranti retensi telah digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama, pada beberapa kasus, relaps masih dapat terjadi. Secara umum, prevalensi terjadinya relaps cukup tinggi, berkisar antara 2.67-42.2%. Hal ini bergantung pada berbagai faktor, misalnya keparahan maloklusi, durasi periode perawatan pasif/retensi, dan durasi periode perawatan aktif. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang lebih efektif untuk mendapatkan hasil perawatan ortodonti dengan stabilitas jangka panjang dan dapat mempersingkat periode pasif/ penggunaan peranti retensi.
Penelitian terbaru telah membuktikan bahwa penggunaan agen farmakologis dapat menjadi metode alternatif dalam upaya pencegahan relaps pasca perawatan ortodonti, melalui modulasi remodeling tulang alveolar, penurunan aktivitas osteoklas, dan stimulasi pembentukan osteoblas. Beberapa penelitian in vivo juga telah membuktikan bahwa pemberian beberapa agen farmakologis, seperti bisphosphonat, simvastatin, aspirin, CMT-3, dan raloxifen, baik secara lokal maupun sistemik dapat mencegah terjadinya relaps pasca perawatan ortondonti.
Melatonin merupakan hormon neuroendokrin yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar pineal sesuai dengan ritme sirkadian, yang memiliki konsentrasi kecil pada siang hari dan meningkat pada malam hari. Melatonin menjalankan fungsi fisiologisnya dengan berikatan dengan reseptornya, yaitu reseptor MT1 dan MT2. Melatonin memiliki berbagai fungsi yang bermanfaat bagi tubuh, misalnya dapat memperbaiki gangguan tidur, depresi, gangguan memori, penyakit neurodegeneratif, dan juga memiliki fungsi sebagai anti-kanker. Selain itu, melatonin juga memiliki manfaat dalam menjaga kesehatan tulang, melalui pengaturan proses remodeling tulang dengan menjaga keseimbangan antara proses pembentukan tulang dan proses resorpsi tulang.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa melatonin dapat mempengaruhi metabolisme tulang, dengan meningkatkan aktivitas osteoblas dan menghambat aktivitas osteoklas. Melatonin dapat mempercepat proses pembentukan tulang melalui berbagai mekanisme, yaitu melalui stimulasi diferensiasi dan mineralisasi osteoblas. Melatonin dapat meningkatkan diferensiasi osteogenik dari berbagai sel, yaitu sel punca manusia, C2C12, MC3T3-E1, C3H10T1/2, dan sel punca mesenkim sumsum tulang melalui reseptor MT2 dengan mengaktifkan beberapa kaskade sinyal termasuk MEK1/2 dan 5, Wnt 5 a/b, BMP-2 dan -4, jalur PDGF/AKT, RUNX -2 dan OCN. Selain itu, beberapa penelitian pada hewan coba juga telah melaporkan bahwa pemberian melatonin dapat meningkatkan massa tulang, meningkatkan proses pembentukan tulang, mempercepat proses penyembuhan tulang, serta menghambat resorpsi tulang.
Beberapa penelitian pada manusia juga telah membuktikan bahwa melatonin memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan tulang. Pemberian melatonin selama 6 bulan dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan dapat memperbaiki ketidakseimbangan proses remodeling tulang, sehingga dapat menghambat terjadinya osteoporosis. Pemberian kombinasi melatonin, strontium, vitamin D3 dan vitamin K2 juga telah terbukti dapat meningkatkan kepadatan mineral pada tulang belakang bagian lumbal dan tulang leher femur sebelah kiri, meningkatkan kadar serum P1NP, serta dapat memperbaiki suasana hati dan kualitas tidur.
Selain itu, melatonin juga memiliki efek penghambatan pada proses pembentukan osteoklas dari monosit sumsum tulang dan sel monosit/makrofag RAW264.7 secara langsung melalui reseptor MT1/ MT2 dengan menghambat jalur NF-κB dan secara tidak langsung dengan menurunkan rasio RANKL: OPG dari osteoblas. Oleh karena itu, melatonin mungkin dapat menjadi pilihan metode alternatif untuk mencegah munculnya relaps pasca perawatan ortodonti, dengan merangsang pembentukan tulang dan menghambat resorpsi tulang. Akan tetapi, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek melatonin dalam menghambat relaps pasca perawatan ortodonti baik menggunakan hewan coba maupun studi pada manusia.
Penulis: Adya Pramusita
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: