Candi Gunung Gangsir terletak di Desa Gunung Gangsir Kecamatan Beji Pasuruan. Letaknya cukup strategis, yakni di jalur Pantai Utara Jawa yang diapit oleh Kabupaten Sidoarjo di bagian barat dan Kabupaten Probolinggo di bagian timur. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang. Keberadaan dari Candi Gunung Gangsir diperkirakan muncul abad ke-11 M, bersamaan dengan akhir pemerintahan dan peninggalan Kerajaan Medang Kamulan. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah yang dipindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Perpindahan tersebut disebabkan karena beberapa alasan, yakni pusat kerajaan Mataram Kuno berdekatan dengan Gunung Merapi, sehingga keberadaannya terancam jika Gunung Merapi meletus dan alasan kedua adalah ancaman politik dari kerajaan lain.
Candi Gunung Gangsir memiliki karakteristik berikut: yakni candi berbentuk tambun dan berundak-undak dengan puncak berbentuk kubus; reliefnya timbul agak tinggi dan hiasan lukisan naturalis dan ada yang menyerupai wayang kulit, hal itu terlihat dari dua relief yang menggambarkan seorang laki-laki dan perempuan yang kepalanya menghilang; relief ditempelkan di relung-relung sekitar candi; candi menghadap ke arah barat; dan struktur candi terbuat dari batu bata.
Pada bagian tubuh candi umumnya menggambarkan batas antara alam manusia dengan alam sesudah kematian, sehingga pada bagian tersebut sering digunakan sebagai penempatan abu jenazah atau ritual keagamaan. Adapun di Candi Gunung Gangsir, bagian tubuh candi terdapat sebuah ruangan berisi pasir yang dapat menampung 50 orang. Pada bagain kanan dan kiri pintu masuk, terdapat arca dan relief seorang perempuan. Pada bagian atas atau atap candi terdapat sebuah makam yang tidak diketahui siapa yang dimakamkan di sana. Pada bagian ini juga ditemukan banyak relief yang salah satunya adalah relief seorang laki-laki.
Candi Gunung Gangsir memiliki relief dan arca yang terukir di bagian dinding candi. Pada saat ditemukan, kondisi strukutur candi sudah karena usia sudah tua. Walaupun begitu candi ini memiliki nilai seni dan budaya yang sangat tinggi, sehingga pada masa pendudukan di Indonesia, Jepang mengambil lukisan atau relief dan beberapa arca yang diambil lalu di jual untuk kepentingan perang Asia Timur Raya.
Pada tahun tahun 2003 hingga 2013, penduduk sekitar melakukan pemugaraan sendiri tanpa mengetahui pengetahuan dasar-dasar tentang konsep pemugaran candi. Oleh karena itu, banyak relief yang tempatnya tidak sesuai dengan relungnya. Bahkan pada saat pemugaran tersebut, banyak para penggali yang menemukan emas dan dijual untuk kepentingan pribadi. Setelah pemugaran selesai, beberapa tahun berselang banyak arca yang hilang dicuri oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Guna mencegah kerusakan atau hilangnya lukisan atau relief, maka sebagian relief yang lepas dari relung di simpan dalam sebuah gudang.
Menurut pengakuan masyarakat sekitar, sebelum bangunan warisan budaya tersebut ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah setempat, masyarakat lokal biasanya mengadakan kegiatan kesenian di areal bangunan candi. Kegiatan tersebut meliputi pementasan ludruk, wayang dan beberapa kesenian serta tradisi masyarakat lokal lainnya. Namun setelah adanya penetapan cagar budaya dan sistem zonasi bangunan, maka kegiatan tersebut ditiadakan.
Dengan demikian, agar kawasan tersebut menjadi daya tarik wisata warisan budaya, maka di sekitar lokasi tersebut (di luar zonasi) perlu diadakan lagi kegiatan seni dan budaya tradisional yang masih terkait dengan kesejarahan munculnya candi atau terkait peristiwa apa saja yang pernah terjadi di lokasi tersebut. Cara-cara demikian akan menambah pengetahuan masyarakat lokal yang hidup di era sekarang, sehingga mengetahui sejarah masa lalunya.
Pemanfataan peninggalan bangunan bersejarah menjadi daya tarik wisata adalah salah satu bagian upaya dari pelestarian. Dari sudut pandang ekonomi dan bisnis, pariwisata dapat mempertemukan berbagai unit usaha yang memenuhi berbagai macam kebutuhan dan keinginan wisatawan, sejak mereka berangkat dari tempat asal, saat di lokasi hingga pulang kembali. Salah satu model pariwisata yang sedang berkembang adalah wisata minat khusus yang cenderung lebih menghargai lingkungan, alam, budaya dan sejarah.
Bangunan Candi Gunung Gangsir berpotensi menjadi daya tarik wisata warisan budya yang menarik di Kabupaten Pasuruan, sehingga perlu langkah-langkah konkrit untuk merealisasikannya. Salah satunya adalah pemenuhan daya dukung yang diperlukan dalam bisnis pariwisata yang dikenal Konsep 4A yaitu attraction, amenities, access dan ancillary. Beberapa fasilitas yang harus ada adalah bangunan khusus berteduh atau tempat untuk menginap bagi wisatawan, tempat penukaran mata uang asing, rumah makan yang representative dan fasilitas kesehatan yang memadai.
Selain itu, agar mempermudah akses dan membuat aman wisatawan di lokasi, maka diperlukan kawasan khusus parkir yang representatif bagi angkutan umum berupa bus kota. Terakhir, agar warisan budaya tersebut dapat dikelola dengan profesional dan ada upaya pemasaran secara masif, maka harus dibentuk organisasi yang secara khusus bidang kepariwisataan di sana, sehingga akan terwujud sebuah destinasi wisata warisan budaya yang bernilai produktif bagi pemerintah daerah dan masyarakat lokal.
Penulis: Nuruddin
Informasi detail dari artikel ini dapat diakses di: https://www.sysrevpharm.org/fulltext/196-1600062359.pdf?1601173774
“Cultural Heritage Tourism In Indonesia: Potential of “Gunung Gangsir Temple” as a Tourist Attraction”