Kasiat Ekstrak Jahe bagi Terapi Tunggal untuk Menurunkan Faktor Risiko Preeklamsia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh merdeka.com

Diabetes melitus (DM) dalam kehamilan diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu DM yang mendahului kehamilan yaitu DM pragestasional (DMPG) dan DM yang terjadi saat kehamilan yaitu DM gestasional (DMG). Keadaan ini berdampak besar bila terjadi selama kehamilan seperti peningkatan morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun janin. Komplikasi maternal yang sering terjadi pada DM selama kehamilan yaitu hipertensi gestasional, preeklamsia, persalinan prematur, hidramnion, nefropati diabetik, retinopati diabetik, neuropati diabetik, infeksi, serta meningkatnya persalinan dengan seksio sesarea.

Prevalensi hiperglikemia pada kehamilan meningkat pesat. Diperkirakan 223 juta wanita (20-79 tahun) hidup dengan diabetes. Sekitar dua puluh juta kelahiran hidup mengalami beberapa bentuk hiperglikemia dalam kehamilan. Diperkirakan 84% disebabkan oleh diabetes gestasional. Sebagian besar kasus hiperglikemia pada kehamilan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana akses ke perawatan ibu seringkali terbatas.

Salah satu komplikasi diabetes pregestasional pada ibu adalah hipertensi yang kemudian menjadi preeklamsia. Angka kematian perinatal meningkat dua puluh kali lipat pada wanita dengan DMPG dengan preeklamsia. Penelitian sebelumnya menyelidiki bahwa wanita hamil dengan diabetes tipe 1 yang mengalami preeklamsia terkait dengan hiperglikemia dikaitkan dengan perubahan tingkat faktor angiogenik, salah satunya adalah peningkatan kadar tirosin kinase-1 (sFlt-1) seperti fms yang larut dan penurunan tingkat faktor pertumbuhan plasenta (PIGF). Dalam sebuah penelitian terhadap 151 wanita dengan diabetes tipe 1, peningkatan sFlt-1 dan penurunan PlGF ditemukan sebelumnya pada awal preeklamsia.

Hiperglikemia menyebabkan disfungsi endotel, mengakibatkan vasokonstriksi dan vasospasme pembuluh darah. Paparan kondisi hiperglikemia yang terlalu lama diketahui dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif yang akan berdampak pada penurunan jumlah sel trofoblas dan memicu terjadinya dan kondisi hipoksia.Kondisi ini akan mempermudah terjadinya gangguan angiogenesis yaitu meningkatnya anti-angiogenik (sFlt-1) dan menurunnya pro-angiogenik (PlGF). Peningkatan kadar sFlt-1 plasma atau serum menyebabkan gangguan vaskulogenesis dan angiogenesis pada sirkulasi fetomaternal, sFlt-1 yang meningkat di dalam sirkulasi maternal menyebabkan konsentrasi PlGF bebas yang bersirkulasi rendah. Hal ini menyebabkan signaling angiogenesis plasenta terganggu.

American College of Obstetricians and Gynecologists tidak merekomendasikan obat antidiabetik oral kepada PGDM karena obat tersebut melewati plasenta. Penggunaan suntikan insulin merupakan terapi yang dapat diberikan kepada ibu hamil penderita DM, namun masyarakat juga menggunakan tumbuhan sebagai terapi. WHO memperkirakan 80% penduduk di dunia menggunakan tumbuhan obat untuk kesehatan, termasuk pada DM. Penelitian tentang pemanfaatan jamu untuk mengobati DM telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penggunaan jahe (Zingiber officinale). Jahe memiliki berbagai macam kegunaan, seperti bumbu dapur, minyak atsiri, atau sebagai obat. Jahe tidak menyebabkan keracunan pada janin dan aman bagi ibu. Penggunaan jahe pada ibu hamil hingga 1000 mg/kg/BB/hari bersifat aman. Jahe juga mudah ditemukan disekitar lingkungan karena merupakan tanaman tradisional yang mudah ditanam dan biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Jahe telah terbukti sebagai agen anti diabetik dan membantu mengurangi kondisi hiperg likemia.

Berdasarkan dari gambaran di atas, peneliti dari dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Universitas Airlangga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya di salah satu jurnal Internasional terkemuka, yaitu Systematic Reviews in Pharmacy. Penelitian tersebut menganalisis perbedaan pengaruh ekstrak Zingiber officinale dan pemberian insulin pada model PGDM Rattus norvegicus level sFlt-1. Salah satu kesimpulan penting yang dapat diambil berdasarkan penelitian ini adalah ekstrak Z. officinale dapat menjadi terapi tunggal atau kombinasi dengan insulin untuk PGDM untuk menurunkan faktor risiko preeklamsia. Kadar sFlt-1 meningkat pada kelompok yang menerima terapi insulin dan kombinasi insulin dan jahe daripada kelompok kontrol negatif. Jahe dapat menurunkan kadar glukosa darah. Selain itu, jahe sendiri memiliki efek anti inflamasi dan antioksidan. Ini harus mengurangi spesies oksigen reaktif (ROS) dan stres oksidatif yang menghasilkan penurunan hipoksia sel dan menurunkan tingkat sFlt-1.

Penulis: Hermanto Tri Joewono, Agus Sulistyono, Alif Zahrotin, Aditiawarman

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di Systematic Reviews in Pharmacy. Berikut link artikel:

http://www.sysrevpharm.org/?mno=118840

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).