UNAIR NEWS – Negara-negara Timur Tengah merupakan salah satu kawan diplomasi Indonesia yang telah bekerja sama sejak era perjuangan kemerdekaan. Kini, besarnya potensi dan tantangan kerja sama dari kawasan tersebut mendorong Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) untuk menggelar seminar zoom (zoominar) kolaborasi dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI).
Bertajuk “Peningkatan Kerja Sama Indonesia – Timur Tengah”, gelaran pada Senin (28/9/2020) diisi oleh tiga pengisi utama, yakni Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI Dyah Lestari Asmarani, S.Sos., M.Si, Diplomat Ahli Madya Kemlu RI Drs. Dede Ahmad Rifai, MA., serta Ketua Departemen Hubungan Internasional (HI) FISIP UNAIR M. Muttaqien, S.IP., MA., Ph.D.
Dalam sesi pembuka, Dekan FISIP Dr. Falih Suaedi, M.Si menggarisbawahi instruksi Presiden Joko Widodo yang mengajak Indonesia untuk lebih ‘melihat’ wilayah non-tradisional seperti Timur Tengah, Afrika, maupun Pasifik sebagai tujuan diplomasi ekonomi. Sehingga FISIP secara konsisten terus membangun kerja sama dengan Kemlu RI yang merupakan leading actor dalam aktivitas diplomasi Indonesia.
Sementara itu Dyah Lestari sebagai pembuka materi memfokuskan bahasan pada hubungan bilateral Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA). Menurut Dyah, situasi internasional yang berada di tengah pandemi, perang dagang, dinamika geopolitik, serta revitalisasi hubungan diplomasi UEA dan Israel mendorong Indonesia untuk lebih gencar membuka diplomasi dan kerja sama ekonomi dangn UEA.
“Potensi investasi dari UEA itu sangat besar. Kemlu kini tengah memetakan sektor apa yang perlu ditingkatkan untuk ekspor, seperti bidang otomotif dan perhiasan. Karena selama ini neraca perdagangan kita dengan UEA selalu defisit akibat impor minyak dan gas,” kata Dyah.
Muttaqien di samping itu lebih menyoroti situasi keamanan dan politik Timur Tengah dari kacamata akademisi. Timur Tengah yang selalu dikenal rawan konflik dipandang sebagai konsekuensi dari besarnya sumber daya alam (SDA), kepentingan negara-negara besar, serta lemahnya sistem politik dan militer.
“Timur Tengah itu kompleks sekali, termasuk di aspek agama, identitas, dan kesukuan yang begitu mengakar kuat. Hal itu yang sering menimbulkan proxy war dan civil war di ranah domestik,” imbuhnya.
Melihat kondisi tersebut, Muttaqien berkeyakinan bahwa Indonesia harusnya mampu menjadi ‘jembatan’ dari rivalitas di Timur Tengah. Selain tentunya turut mengusahakan kepentingan nasional dalam agenda tersebut.
Dede Rifai pada sisi lain lebih menyoroti diplomasi serta investasi antara Indonesia dan UEA. Di tengah masyarakat yang pluralis dengan penduduk asing yang lebih banyak daripada penduduk lokal, UEA menjadi salah satu negara Timur Tengah yang berhasil memaksimalkan pembangunan dan menyeimbangkan pendapatan barang dan jasa dalam gross domestic product mereka.
Sementara itu dari segi investasi, beberapa perusahaan asal UEA telah menanamkan beberapa investasi besar seperti pada Panin Dubai Syariah Bank, Mubadala Petroleum, Max Fashion, maupun Lulu Hypermart. “Eratnya kerja sama ini karena baik pemimpin dan pengusaha dari kedua negara punya hubungan yang baik. Makanya ada lima investasi lain yang masih dalam progres, yakni di bidang energi, agrobisnis, maupun sektor petrokimia,” papar lulusan S1 Ilmu Hubungan Internasional UNAIR angkatan 1987 tersebut.
Dalam acara yang dipandu oleh Dosen HI UNAIR Citra Hennida, S.IP., MA tersebut, turut hadir 270 peserta yang berasal dari internal maupun eksternal UNAIR. Gelaran zoominar itu sendiri merupakan salah satu dari rangkaian kerja sama UNAIR-Kemlu RI yang masih akan terus dilaksanakan secara konsisten
Penulis: Intang Arifia
Editor: Khefti Al Mawalia