Hubungan Antara Perkembangan Virus Influenza dangan Pemberian Vaksinasi Trivalen Influenza

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Good Doctor

Infeksi virus influenza adalah ancaman kesehatan masyarakat yang utama. Virus influenza dikaitkan dengan tingginya angka kematian dan kesakitan di seluruh dunia melalui epidemi musiman. Studi terbaru memperkirakan bahwa di seluruh dunia terjadi kematian sebanyak 290.000–645.000 akibat influenza musiman setiap tahun.Influenza adalah infeksi pernapasan akut yang disebabkan oleh virus influenza yang beredar di semua bagian dunia. Ada 4 jenis virus influenza musiman, tipe A, B, C dan D. Virus influenza A dan B beredar dan menyebabkan epidemi penyakit musiman. Virus influenza A selanjutnya diklasifikasikan ke dalam subtipe sesuai dengan kombinasi protein pada permukaan virus, yaitu hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA). 

Saat ini yang beredar pada manusia adalah virus influenza subtipe A (H1N1) dan A (H3N2). A (H1N1) juga ditulis sebagai A (H1N1) pdm09 karena menyebabkan pandemi pada tahun 2009 dan kemudian menggantikan virus influenza musiman (H1N1) yang telah beredar sebelum 2009. Hanya virus influenza tipe A yang diketahui menyebabkan pandemi.Vaksinasi memberikan perlindungan penting dari penyakit influenza dan potensi komplikasinya. Kebijakan nasional di Indonesia untuk vaksinasi influenza dan penggunaan antivirus masih terbatas. Vaksinasi influenza direkomendasikan hanya untuk jemaah haji dan antivirus hanya untuk mereka yang terinfeksi virus H5N1.

Efektivitas vaksin influenza bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti usia dan kesehatan penerima vaksin, jenis dan subtipe virus influenza yang bersirkulasi, dan tingkat kesamaan antara virus yang bersirkulasi dan yang termasuk dalam vaksin Vaksin yang ada tentunya memiliki efektivitas yang terbatas karena perubahan atau mutasi virus yang tidak dapat diprediksi, khususnya pada kelompok tertentu, seperti orang tua dan anak-anak. Tingkat positif influenza secara signifikan lebih tinggi selama musim hujan (28,3%), dibandingkan dengan musim kemarau.Salah satu vaksin influenza adalah vaksin influenza trivalent (TIV/ Trivalent Inactivated Vaccine) yang ditujukan untuk pembentukan antibodi yang spesifik terhadap virus influenza oleh sel B. Antibodi yang terbentuk akan berikatan dengan protein permukaan virus, ikatan tersebut bisa menghalangi perlekatan virus dengan sel inang. Virus yang tidak dapat berikatan dengan sel inang tidak bisa masuk ke dalam sel, juga tidak akan mengalami perbanyakan virus dalam sel inang. 

Proses perbanyakan RNA (Ribonucleic Acid) virus influenza terjadi di nukleus sel inang, kompleks ribonukleoprotein (RNP) virus yang dilepaskan dari dalam virus harus dipindahkan ke dalam nukleus melewati pori nukleus. Proses transport tersebut memicu sel inang mengekspresikan gen kompleks vATPase, salah satunya adalah gen ATP6VOC. Gen kompleks ini merupakan gen yang akan mengkode komponen ATPase vakuolar, sebuah komponen dalam kompleks vATPase yang dibutuhkan dalam proses asidifikasi organel intraseluler dalam proses transport RNP ke dalam nukleus sel inang.

Penelitian ini dilakukan pada hewan coba yang homogen secara genetik yaitu ferret yang specific pathogen free (SPF). Hewan ferret adalah hewan coba yang disyaratkan (gold standart) pada infeksi virus influenza dan infeksi aerosol dibandingkan dengan hewan lain. Pemberian vaksin TIV pada penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu one shot dan two shot (booster), dengan variasi dosis vaksin, yaitu 3,8µg; 7,5µg; 15µg; dan 30µg. Vaksin yang digunakan pada penelitian ini berasal dari PT. Biofarma. Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat terminasi yaitu hari ke-36 untuk kelompok one shot dan ke-57 untuk kelompok two shot, sedangkan pengambilan sampel nasal wash dan oral swab dilakukan pada hari ke-3, 4, 5, 7, 9, dan 14 setelah uji tantang. Uji tantang menggunakan virus H1N1 dan H3N2 dalam bentuk infeksi campuran (mix infection).

Harapan setelah pemberian vaksin adalah tidak terjadinya perlekatan virus dengan sel inang, sehingga tidak ada pengaktifan ATP6V0C dan akhirnya akan menurunkan perbanyakan virus. Temuan baru yang diperoleh berdasarkan landasan teori yang sudah ada serta landasan empiris menurut hasil penelitian ini, adalah ditemukan adanya ekspresi protein dengan berat 15,5 kDa sebagai protein ATP6V0C pada kelompok kontrol, dan tidak ditemukan pada kelompok yang mendapat vaksinasi.  Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vaksin mampu menghambat akfifnya ATP6V0C yang sangat penting bagi proses perbanyakan virus influenza. Hambatan terhadap aktivasi ATP6V0C akan menyebabkan virus tidak mampu terlepas dari endosome sel inang sehingga tidak bisa melakukan kelanjutan proses perbanyakan virus menggunakan mesin dari sel inang. Hambatan terhadap ATP6V0C akan menurunkan replikasi virus influenza.

Pada penelitian ini dilakukan pemberian variasi dosis TIV dan metode pemberian vaksin baik sekali suntik (one shot) maupun dua kali suntik (two shot),hasilnya adalah penurunan perbanyakan virus pada hewan coba ferret yang telah diuji tantang dengan virus H1N1 dan H3N2. Pemberian vaksin menunjukkan efek yang besar pada penurunan perbanyakan virus terutama pada hari ke-4 setelah uji tantang dan menyebabkan ATP6VOC tidak teraktivasi sehingga menghambat perbanyakan virus pada hewan coba ferret.

Penulis: Dr. Ira Humairah, dr., M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :

http://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/10707

Ira Humairah, Reviany V. Nidom, Setyarina Indrasari, Ema Qurnianingsih, Arif Nur Muhammad Ansori, Irine Normalina, Chairul Anwar Nidom. Correlation Between Influenza Virus Replication and ATP6V0C of Trivalent Influenza (TIV) Vaccination in Ferret. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology,  Vol. 14 No. 3 (2020); https://doi.org/10.37506/ijfmt.v14i3.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).