Profil Benda Asing Traktus Aerodigestif pada 12 Sentra Pendidikan di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi benda asing pada saluran makanan. (Sumber: Intisari Online)

Benda asing traktus aerodigestif adalah semua benda baik berupa makanan, atau benda padat lainnya yang tertelan dengan sengaja atau tidak sehingga dapat menyebabkan sumbatan dan perlukaan pada traktus aerodigestif. Masuknya benda asing terbagi secara aspirasi dan ingesti.  Proses apirasi benda asing terjadi apabila terdapat obyek melalui jalan napas, meliputi laring, trakea dan bronkus. Proses ingesti benda asing terjadi bila obyek masuk melalui esofagus.

Gejala utama yang muncul pada benda asing jalan napas antara lain berupa sesak nafas dan stridor. Gejala benda asing esofagus dapat berupa sensasi subyektif yang bersifat menetap atau hilang timbul pada saat menelan. Penderita anak, retardasi mental dan gangguan jiwa merupakan kelompok umur yang berisiko mengalami benda asing traktus aerodigestif. Perkembangan teknologi esofagoskopi dan bronkoskopi telah mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi dari tindakan pengeluaran benda asing di traktus aerodigestif.

Bronkoskopi dan esofagoskopi rigid merupakan pilihan utama untuk ekstraksi benda asing di traktus aerodigestif, selain itu juga dapat digunakan untuk mendiagnosis pada kasus kecurigaan benda asing.

Penelitian dilakukan di 12 sentra pendidikan THT-KL di Indonesia meliputi Universitas Brawijaya (UB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Negeri Andalas (UNAND), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Universitas Udayana (UNUD), dan Universitas Sriwijaya (UNSRI). Dilakukan penelitian retrospektif terhadap tindakan ekstraksi benda asing jalan napas dan esofagus pada kamar operasi instalasi gawat darurat periode tahun 2011 sampai 2015.

Terdapat 1986 kasus benda asing traktus aerodigestif pada periode Januari 2011 hingga Desember 2015 yang berhasil diekstraksi dengan data lengkap. Didapatkan 487 kasus benda asing laring-trakea, bronkus dan 1499 kasus benda asing esofagus.

Jumlah kasus benda asing jalan napas terbanyak terdapat di sentra pendidikan UNPAD sebanyak n=164 (34%). Kasus terendah terdapat pada sentra pendidikan UNS n=15 (13%). Jumlah kasus benda asing esofagus terbanyak terdapat di sentra pendidikan UNAIR sebanyak n=241 (16%). Kasus terendah terdapat pada sentra pendidikan UNSRI n=54 (4%).

Jumlah penderita benda asing traktus aerodigestif didominasi laki-laki n=1177 (59%) dibandingkan perempuan n=809 (41%). Dominasi pada benda asing esofagus pada laki-laki n=944, sedangkan dominasi benda asing laring-trakea, bronkus pada perempuan n=254.

Jumlah penderita benda asing aerodigestif tertinggi pada kelompok usia 0-10 tahun n=827 (42%). Jumlah penderita menurun pada dekade selanjutnya n=280 (14%). Sedangkan jumlah penderita dengan benda asing aerodigestif tertua pada kelompok usia >90 th n=1 (0%). Jumlah penderita benda asing laring-trakea, bronkus tertinggi pada kelompok usia dekade pertama n=259, lalu menurun pada dekade selanjutnya n=199.

Jumlah benda asing organik pada jalan napas tertinggi yang didapat adalah kacang n=84 (74%), dan terendah adalah kayu manis n=1 (1%). Jumlah benda asing anorganik tertinggi adalah jarum n=180 (48%), diikuti oleh peluit n=92 (25%), dan terdapat benda asing anorganik yang bersifat korosif yaitu baterai n=6 (2%).

Jumlah benda asing organik pada esofagus tertinggi adalah daging n=271 (51%), diikuti oleh tulang/duri n=184 (35%), dan daging olahan berupa bakso n=24 (5%). Jumlah benda asing anorganik tertinggi adalah koin n=481 (49%). Diikuti oleh gigi n=295 (30%). Terdapat benda asing yang bersifat korosif yaitu baterai n=14 (1%).

Sebagai kesimpulan, benda asing pada traktus aerodigestif tertinggi terjadi pada usia kurang dari 10 tahun. Kasus ini bergantung faktor predisposisi yaitu anomali kongenital, belum tumbhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum sempurna, retardasi mental, gangguan pertumbuhan dan penyakit neurologis yang mendasarinya. Faktor predisposisi pada orang dewasa yaitu pemakai gigi palsu yang telah kehilangan sensasi dari palatum, gangguan neural dan psikosis. Tidak adanya perbedaan signifikan jenis kelamin pada pria daripada wanita. Benda asing tertinggi pada saluran makan adalah koin, sedangkan pada salura nafas adalah jarum. Jenis benda asing dapat berkaitan dengan latar belakang pendidikan, kultur budaya dan diet pada suatu negara.

Penulis: Rizka Fathoni Perdana

Artikel lengkapnya dapat diakses pada link berikut inihttp://www.ijphrd.com/issues.html Ԧ0�vͩ

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).