Tuturkan ‘Anjay’ Terancam Pidana? Doktor Ilmu Hukum Berikan Tanggapannya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Jadi, yang dilarang oleh hukum adalah penggunaan kata ‘Anjay’ apabila disampaikan dalam konteks kalimat yang maknanya mengandung unsur kekerasan,” tegasnya.

UNAIR NEWS – Baru-baru ini Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) mengeluarkan surat edaran tentang larangan penggunaan kata ‘Anjay’ yang menurutnya tidak seharusnya diucapkan anak-anak. Diksi tersebut dinilai memiliki makna untuk merendahkan martabat, bullying, dan mengandung unsur kekerasan verbal, di mana penuturnya bisa terancam pidana. Larangan yang resmi itu dirilis pada Sabtu (29/8/2020). Muncul beragam tanggapan dari masyarakat, bahkan hastag #AnjayKPAI sempat menjadi tranding topic di Twitter.

Melihat hal itu, salah seorang Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Bambang Suheryadi, S.H., M.Hum., memberikan tanggapannya dari perspektif potensi hukum pidana. Dia menganggap bahwa sikap KPAI terlalu berlebihan, mengingat kata ‘Anjay’ sendiri maknanya bersifat multitafsir bergantung pada konteks penggunaanya.

Dosen mata kuliah Hukum Pidana itu menjelaskan bahwa penggunaan kata ‘Anjay’ tidak mempunyai dampak hukum apabila tidak digunakan dalam konteks perbuatan yang dilarang Undang-Undang (UU) sebagaimana dalam pasal 76 C UU 35 tahun 2014 yang telah diubah menjadi UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Isi pasal tersebut adalah “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruhlakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”.

“Mengingat bahwa kata tersebut tidak mempunyai arti resmi di dalam KBBI. Jadi, yang dilarang oleh hukum adalah penggunaan kata ‘Anjay’ apabila disampaikan dalam konteks kalimat yang maknanya mengandung unsur kekerasan,” tegasnya.

Lebih lanjut, dosen yang kerap disapa Pak Suher itu memaparkan bahwa bentuk kekerasan yang disebutkan di dalam UU adalah kekerasan terhadap anak seperti dalam UU 17 Tahun 2016 di atas dan penghinaan atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal ITE itu menyebutkan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan dan atau membuat dapat di aksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik”.

Penggunaan kata ‘Anjay’ yang bertujuan untuk merendahkan martabat dan mengandung unsur kekerasan, penuturnya akan mendapat hukuman berdasar Pasal 80 jo Pasal 76 C UU 35 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak di mana pidana penjara paling lama adalah 3 tahun 6 bulan dan atau denda 72 juta rupiah. Sementara apabila penggunaan ‘Anjay’ dilakukan melalui media sosial, penutur akan mendapatkan hukuman sesuai Pasal 45 jo Pasal Pasal 27 ayat (3) Undang-undang 19 Tahun 2016 di mana pidana paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 750 juta rupiah.

Terakhir, Suher berharap apabila hasil kajian ahli bahasa mengenai arti kata ‘Anjay’ menunjukkan bahwa maknanya tidak baik, maka dia mengajak masyarakat untuk mengampanyekan agar tidak menggunakan diksi itu lagi. Namun, jika memang artinya berbeda-beda bergantung konteks, maka dia berharap agar orang tua dapat memberikan bimbingan kepada anak-anak supaya lebih bijak dalam memilih kata saat berkomunikasi. (*)

Penulis: Nikmatus Sholikhah

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).