Perbandingan Produktivitas Bank Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Folder Bisnis

Bank Syariah memiliki operasional yang berbeda dengan konvensional, menurut Arif (2007), kinerja perbankan Syariah menunjukkan fungsi intermediasi yang tidak memperolehkan adanya pembayaran bunga diawal. Di sisi lain pelayanan jasa perbankan Syariah mirip dengan bank konvensional namun tanpa adanya transaksi dengan pembayaran bunga di awal. Perbankan Syariah melarang bunga dan diganti dengan prinsip bagi hasil pada pihak – pihak yang bertransaksi berdasarkan risiko yang terjadi. Perkembangan perbankan Syariah di dunia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Berdasarkan data Islamic Financial Services Board (IFSB), total aset industri perbankan Syariah global tumbuh sebesar 8% dari USD 1,573 miliar di kuartal pertama tahun 2017 menjadi USD 1,699 miliar di kuartal pertama tahun 2018 (IFSB, 2018). Perbankan Syariah sangat berkembang khususnya di negara – negara yang mayoritas penduduknya muslim, seperti di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam. Sampai dengan tahun 2017, Bank Umum Syariah di Indonesia berjumlah 13 (data Otoritas Jasa Keuangan), Malaysia 27 (data Bank Negara Malaysia) dan Brunei Darussalam berjumlah 2.

Perkembangan industri perbankan Syariah pada ketiga negara yaitu dimana industri perbankan Syariah Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang kuat pada sisi aset, pembiayaan, dan dana pihak ketiga (Otoritas Jasa Keuangan, 2017). Perkembangan perbankan Syariah yang terus menunjukkan tren positif juga terjadi di Malaysia dengan total aset perbankan Syariah tertinggi kedua di dunia (Standard & Poor, 2018). Industri perbankan Syariah Brunei Darussalam pada tahun 2017 menunjukkan tren negatif, dengan penurunan  pada keseluruhan aset sebesar 2,6% dan  dana pihak ketiga sebesar 1,6% serta pembiayaan sektor korporasi sebesar 7,8% (Autoriti Monetari Brunei Darussalam, 2017). Meskipun sistem keuangan Syariah dan perbankan Syariah mengalami peningkatan yang pesat di beberapa tahun terakhir, banyak penelitian yang menekankan pada tingkat efisiensi lembaga keuangan yang mana efisiensi digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja bank. Dibalik meningkatnya perhatian publik pada sektor perbankan Syariah, sejumlah penelitian terdahulu menunjukkan bahwa industri perbankan Syariah masih kurang efisien dibandingkan perbankan konvensional. Hal ini disebabkan penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini pada sektor perbankan Islam umumnya difokuskan pada isu-isu teoritis, dan pekerjaan empiris terutama mengandalkan analisis statistik deskriptif daripada estimasi statistik yang ketat.

Penelitian tentang analisis perubahan produktivitas pada perbankan dapat digunakan untuk memprediksi indikator dalam meningkatkan kinerja perbankan. Hal ini sangat penting bagi bank dikarenakan bank dapat memanajemen sumber daya dengan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Perbandingan produktivitas perbankan diantara negara – negara akan sangat membantu untuk mengidentifikasi kesuksesan dan kegagalan kebijakan dalam bank. Beberapa riset yang mengaplikasikan pengukuran produktivitas perbankan dengan nilai perubahan TFP misalnya dilakukan oleh Yaumidin (2007), Saad et al (2010), Raphael (2013), dan Yildirim (2015). Yaumidin (2007) mencoba membandingkan tingkat efisiensi bank-bank Syariah di kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa bank-bank Syariah di Asia Tenggara sedikit lebih efisien dibandingkan dengan bank-bank Syariah di Timur-Tengah. Salah satu penyebabnya adalah tragedy 9/11 pada tahun 2001 dan perang Iraq tahun 2002.

Indeks Malmquist pertama kali dibuat oleh Sten Malmquist pada 1953 untuk mengukur produktivitas, yang kemudian dikembangkan oleh Caves et.al (1982) untuk menghitung dan menganalisis tingkat perubahan total faktor produktivitas (TFPCH) beserta komponennya menggunakan Malmquist TFP index. Pengukuran perubahan produktivitas atau Total Factor Productivity Change (TFPC) dengan menggunakan keseluruhan output hasil produksi dengan keseluruhan input produksi pada keseluruhan periode lebih efektif dari pada melakukan pengukuran yang hanya didasarkan pada satu periode variabel input dan satu periode variabel output saja. Flokou (2017) menjelaskan bahwa pengukuran perubahan produktivitas serta dekomposisinya (technical efficiency change, scale efficiency change, dan technological change) dapat menggunakan Malmquist Index yang diperkenalkan oleh Caves dkk (1982).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari perbankan Syariah negara – negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam pada periode 2012 – 2017. Berdasarkan pengolahan data MPI, pada tahun 2014-2015 terjadi penurunan produktivitas kinerja bank Syariah. Kenaikan yang terjadi pada pertumbuhan produktivitas Bank Syariah di ASEAN dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2017 diakibatkan oleh perubahan teknologi (technological change) sebagaimana digambarkan dengan adanya peningkatan (increase) tingkat TECHCH dalam semua periode bank, selain tahun 2014-2015. Bank Syariah yang paling produktif di Kawasan ASEAN adalah Bank Victoria Syariah (Indonesia) dengan skor TFPCH mencapai 2.2. Sedangkan bank Syariah Malaysia yang paling produktif adalah Public Islamic Bank Malaysia dengan skor TFPCH sebesar 1.19. 

Perbankan Syariah perlu meningkatkan teknologi dalam rangka meningkatkan produktivitas yaitu berupa peningkatan layanan berbasis digital, menyempurnaan sistem keamanan data nasabah, dan penerapan branchless banking. Peningkatan teknologi ini akan mendorong peningkatan produktivitas bank Syariah sehingga bank dapat beroperasi lebih efisien.

Penulis: Lina Nugraha Rani, Puji Sucia Sukmaningrum, dan Marhanum Che Mohd Salleh

Publikasi ilmiah dari artikel ini dapat dilihat di: https://ijicc.net/images/Vol11Iss11/111142_Rani_2020_E_R.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).