UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) melalui webinar yang diadakan oleh Gerakan Ibu Hamil dan Anak Sehat (GELIAT) UNAIR mengadakan webinar pada Sabtu (1/8/2020) bekerja sama dengan UNICEF. Topik yang dibahas adalah mengenai penguatan safety culture bagi tenaga kesehatan dan customer fasilitas kesehatan.
Sebagai materi pembuka, Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., M.S selaku penanggung jawab program GELIAT memaparkan hasil survey mengenai safety culture di dunia kesehatan sebagai respon pandemi COVID-19. Setidaknya terdapat 773 responden yang mengikuti penelitian tersebut.
“Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menyusun rekomendasi untuk menguatkan safety culture di fasilitas kesehatan untuk proteksi pada tenaga kesehatan (nakes) dan customer (pengguna layanan kesehatan, Red),” ucap dosen FKM yang akrab disapa Nyoman itu.
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa sebanyak 61,8 persen responden telah mengikuti pelatihan memakai alat perlindungan diri (APD). Sementara 38,2 persen lainnya belum mengikuti pelatihan tersebut.
Meskipun begitu, diketahui bahwa sebanyak 94,4 persen responden nakes mengatakan membutuhkan pelatihan memasang alat perlindungan diri (APD), meskipun sebagian di antaranya telah mengikuti pelatihan. Sebanyak 95,7 persen responden juga mengatakan membutuhkan pelatihan melepas APD.
“Alasan teman-teman (nakes, red) menggunaan APD dengan presentase di atas 90% adalah karena untuk keamanan kerja, terhindar dari COVID-19, dan karena keselamatan pasien,” lanjut Nyoman.
Nyoman melanjutkan, alasan lain dengan presentase dan 80,5 persen adalah karena pengawasan dan 81,2 persen adalah agar terhindar dari sanksi. Kedua alasan tersebut memang menjadi pertimbangan, namun presentasenya cukup lebih kecil jika dibandingkan dengan alasan yang lain.
Untuk itu, ketika manajemen bisa membuat sumber daya manusia (SDM) merasa perlu melakukan sesuatu karena keamanan diri maupun keamanan customer-nya maka suatu program akan jalan. Supaya safety culture dapat berjalan lagi maka kepemimpian, komitmen organisasi, dan komitmen pengalokasian sumber daya menjadi sangat penting.
“Dengan adanya komitmen, maka budaya dapat tumbuh subur dan akhirnya pengawasan menjadi lebih kecil karena semua sudah memiliki kesadaran dan niat untuk sama-sama aman, sama-sama safety,” terang Nyoman.
Beberapa rekomendasi dari hasil survey adalah perlu sesegera mungkin memberikan pelatihan dan membiasakan tenaga kesehatan menggunakan dan melepaskan APD. Kemudian, juga diperlukan pengelolaan APD sebelum dan pasca penggunaan, penguatan komitmen organisasi, pimpinan dan komitmen karyawan, serta menguatkan safety culture mindset.
“Jika pimpinan tidak memiliki komitmen untuk safety culture, maka tidak akan bisa berjalan. Karena pimpinanlah yang memiliki kewenangan untuk mengalokasikan sumber daya,” lanjutnya.
Pada akhir sesi, Nyoman mengingatkan agar masyarakat terutama masyarakat yang sehat terus berupaya menjaga kesehatannya. Hal tersebut agar semakin sedikit orang yang harus masuk rumah sakit, sehingga tenaga medis dapat fokus dengan lebih baik untuk menangani pasien memang harus ditangani dan perlu ditangani.
Tidak hanya Nyoman, pemateri lain pada webinar tersebut di antaranya adalah Dr. Rini Sugiarti, S.Psi., M.Psi., Psikolog (Dekan FPSi Un Semarang); Dra. Prasinta Dewi, M.A.P (Deputi Bidang Logisik dan Peralatan, BNPB); dr. M. Adib Khumaidi, Sp.OT (Wakil Ketua Umum 1 PB IDI); dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes (Ketua Persatuan RS Indonesia/PERSI); dr.Herlin Ferliana, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim); dan dr.Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D (Ketua Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kesmas Indonesia/AIPTKMI). (*)
Penulisa : Galuh Mega Kurnia
Editor : Binti Q. Masruroh