Hari Raya Idul Adha tidak bisa dipisahkan dari epos Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail dalam kisah penyembelihan yang sangat memilukan. Hari yang kemudian dikenal dengan hari idul kurban. Kurban adalah simbol kepatuhan puncak manusia terhadap Allah. Dalam kisah ini, Allah hendak menunjukkan martabat dan derajat manusia di atas makhluk yang lain sehingga layak memeperoleh predikat khalifatullah fir ardl.
Hari Raya Idul Adha yang identik dengan Ibadah Haji dan ritual kurban pada bulan Dzulhijjah tanggal 10 – 13 merupakan salah satu perintah Allah dalam rangka mendekatkan diri pada-Nya yang hukumnya sunnah mu’akkad (Sunnah yang sangat dianjurkan). Kegiatan Ibadah kurban terdapat aturan syar’i sesuai ajaran Islam dan terdapat pedoman yang jelas sehingga amalan ibadah kurban dapat diterima di sisi-Nya hingga menghindari segala hal yang dapat membatalkan amalan kurban. Perintah berkurban pada ajaran Islam disampaikan dengan jelas pada firman Allah Q.S. Al-Kautsar: ayat 1 – 3 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus”.
Selain mematuhi perintah Allah, berkurban menjadi bentuk pembuktian kepada pencipta. Jika ditelisik lebih jauh, ada banyak keteladanan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam rangka ketakwaan kepada Allah. Dalam hal meraih ketakwaan, bukan hanya sekedar menyembelih hewan kurban, tetapi ketakwaann seseorang hamba dalam kesabaran untuk menggapai ridho-Nya, seperti halnya pada pandemi saat ini.
Pelaksaaan Hari Raya Idul Adha 1441 H (2020 M) menjadi sedikit berbeda dari pelaksanaan pada tahun-tahun sebelumnya, mengingat kondisi saat ini dalam situasi bencana nonalam wabah Corona Virus Disease (COVID-19). Pelaksanaan kegiatan kurban yang meliputi penjualan hewan kurban dan pemotongan hewan kurban perlu dilakukan dengan penyesuaian terhadap prosedur pelaksanaan new normal (perubahan pola hidup pada situasi COVID-19).
Dalam pelaksanaannya, disamping ketentuan syariat, status kesehatan hewan kurban menjadi ujung tombak apakah hewan tersebut layak atau tidak untuk dijadikan sebagai hewan kurban. Hal ini tidak lain untuk menjamin kesehatan masyarakat sebagai hilir dari produk asal hewan kurban tersebut. Dalam hal lain, proses penjualan hewan kurban sampai pada pemotongan hewan kurban, penting sekali bagi kita untuk memperhatikan mitigasi risiko pelaksanaan kegiatan kurban.
Dalam melakukan kegiatan jual beli hewan kurban dan pemotongan hewan kurban ada beberapa hal yang penting diketahui,
Jaga Jarak Fisik (Physical Distancing)
Penjualan dan pemotongan hewan kurban semestinya dilakukan di tempat yang sudah mengantongi izin dari dinas terkait. Dalam penjualan hewan kurban perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi daring atau dikoordinir oleh panitia (Dewan Kemakmuran Masjid). Disamping hal tersebut, pengaturan tata cara penjualan meliputi pembatasan penjualan, layout tempat penjualan dengan memperhatikan lebar lorong lapak penjualan, pembedaan pintu masuk dan pintu keluar, alur pergerakan satu arah, jarak antar orang di dalam lokasi minimal 1 meter, dan penempatan fasilitas cuci tangan yang mudah diakses.
Mengatur kepadatan dengan membatasi jumlah panitia dalam pelaksaan pemotongan hewan kurban. Melakukan pembatasan di fasilitas pemotongan hewan kurban yang dihadiri oleh panitia. Pengaturan jarak minimal 1 meter dan tidak saling berhadapan antar petugas pada saat melakukan aktivitas pengulitan, pencacahan, penanganan, dan pengemasan daging. Pendistribusian daging kurban dilakukan oleh panitia ke rumah mustahik.
Penerapan Higiene Personal
Penjual dan pekerja serta calon pembeli hewan kurban harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) minimal berupa masker selama berada di tempat penjualan. Penjual dan/atau pekerja menggunakan pakaian lengan panjang selama berada di tempat penjualan, dan menggunakan sarung tangan sekali pakai (disposable) saat melakukan pembersihan serta saat menangani kotoran atau limbah hewan kurban. Setiap orang yang masuk dan keluar dari tempat penjualan harus melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir dan/atau terlebih dahulu menggunakan handsanitizer kandungan alkohol paling kurang 70%.
Pemeriksaan Kesehatan Awal (screening)
Penjual dan pekerja yang berasal dari daerah lain harus dalam kondisi sehat yang dibuktikan dalam surat keterangan sehat dari puskesmas/ rumah sakit pemerintah maupun swasta. Setiap tempat penjualan dan pemotongan hewan kurban harus memilki alat pengukur suhu tanpa kontak (thermogun). Melakukan pengukuran suhu tubuh (screening) di setiap pintu masuk lokasi penjualan dengan alat pengukur suhu (thermogun) oleh petugas dengan memakai APD (masker atau faceshield). Setiap orang yang memiliki gejala demam/ nyeri tenggorokan/ batuk/ pilek/ sesak nafas dilarang masuk ke temapat penjualan dan pemotongan.
Penerapan Higiene dan Sanitasi
Tempat penjualan dan pemotongan hewan kurban tersedia fasilitas CTPS (cuci tangan pakai sabun) yang dilengkapi dengan air mengalir, sabun dan/atau handsanitizer di tempat yang mudah diakses serta dilengkapi petunjuk tempat fasilitas cuci tangan. Penjual atau pekerja melakukan pembersihan tempat penjualan dan peralatan yang akan maupun telah digunakan dengan desinfektan, membuang kotoran dan/atau limbah pada fasilitas kotoran atau limbah. Setiap orang di tempat penjualan hewan kurban harus menggunakan perlengkapan pribadi antara lain alat sholat, alat makan. Setiap orang menghindari berjabat tangan atau kontak langsung lainnya, dan memperhatikan etika batuk/ bersin/ meludah. Setiap orang dari tempat penjualan harus segera membersihkan diri (mandi dan mengganti pakaian) sebelum kontak langsung dengan keluarga pada saat tiba di rumah.
Dalam hal pemotongan hewan kurban, keterbatasan jumlah dan kapasitas Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) menjadi kendala. Pemotongan hewan kurban dapat dilakukan di RPH-R milik Pemerintah atau swasta dan pemotongan hewan kurban disesuaikan dengan kapasitas pemotongan hewan kurban di tiap RPH-R. Pelaksanaan pemotongan hewan kurban di luar RPH-R menjadi tantangan sendiri bagi masyarakat khsusunya panitia kurban.
Sedapat mungkin panitia yang bertugas, memisahkan antara daging, jeroan dan karkas lainnya serta menggunakan kantong plastik bening sebelum didistribusikan. Mari selalu memeberikan kesadaran (awareness) kepada semua lapisan masyarakat agar daging (produk asal hewan kurban) tetap Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Hal-hal yang dianggap sepele pada pelaksanaan kurban dalam masa pandemi COVID-19 akan berdampak sangat luas.
Penulis : Muhammad Suryadiningrat