Konsumsi Jajanan Tidak Sehat Berpotensi Timbulkan Kegemukan pada Mahasiswa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Kompas.com

Kejadian gizi lebih (overweight) dan obesitas di dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Data World Health Organization (WHO) tahun 2017 menunjukkan prevalensi overweight pada kelompok usia dewasa (>18 tahun) sebesar 39%. Di kawasan Asia Tenggara berdasarkan data WHO South East Asia Region (WHO-SEAR) tahun 2010, prevalensi obesitas usia dewasa sebesar 20% dan meningkat menjadi 22% di tahun 2014. Indonesia menjadi salah satu negara dengan prevalensi obesitas tertinggi keempat dengan angka 21% di tahun 2010 dan meningkat menjadi 25% di tahun 2014. Obesitas terjadi pada semua kelompok usia termasuk mahasiswa yang tergolong usia dewasa awal. 

Usia dewasa awal, didefinisikan untuk usia 18-26 tahun, merupakan rentang usia yang rentan mengalami perubahan perilaku, dimana merupakan usia kritis bagi seseorang untuk berkembang. Perubahan perilaku sering terjadi pada mahasiswa karena adanya perubahan dari masa remaja ke masa dewasa yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu perubahan tersebut yaitu perubahan gaya hidup termasuk aktivitas fisik dan pola konsumsi harian dan jajanan. Jajanan merupakan makanan yang dikonsumsi di luar makanan utama yang terdiri dari jajanan sehat dan tidak sehat. Hasil-hasil penelitian pada mahasiswa menunjukkan banyak mahahsiswa yang masih mengonsumsi jajanan yang tidak sehat. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor seperti akses terhadap jajanan di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kampus, akses finansial, dukungan sosial, dan minimnya pengawasan orang tua.

Dampak konsumsi makanan jajanan yang tidak sehat yang termasuk tinggi kalori, gula, garam, dan rendah serat turut berperan pada kejadian obesitas pada mahasiswa. Karenanya pengaturan makanan jajanan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan sebagai pencegahan terhadap obesitas termasuk pada kelompok usia mahasiswa yang tergolong usia rentan. Studi dilakukan secara cross sectional tahun 2018 pada 74 mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat program studi S1 kesehatan masyarakat dan S1 gizi dengan rentang usia 18-25 tahun. Dilakukan penilaian pola makanan jajanan dengan instrument dan kuesioner terstruktur. Pengukuran status gizi dilakukan dengan menimbang berat badan dan tinggi badan. Hasil studi menunjukkan perbedaan signifikan antara pola konsumsi jajanan pada mahasiswa berstatus gizi lebih dan normal-kurus. Mahasiswa berstatus gizi lebih cenderung lebih banyak mengonsumsi jajanan kemasan baik manis, asin gurih, minuman manis kemasan serta produk susu dan olahannya, serta mengonsumsi sayur dan buah yang lebih rendah daripada mahasiswa berstatus gizi normal.

Makanan jajanan tidak sehat cenderung memiliki kandungan energi dan karbohidrat tinggi. Asupan karbohidrat yang tinggi dapat menstimulasi penyimpanan energi dalam bentuk glikogen maupun jaringan lemak. Kapasitas simpanan pada jaringan adiposa yang tidak terbatas mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan yang mengarah pada terjadinya masalah gizi lebih. Masih tingginya prevalensi gizi lebih pada studi ini yaitu sekitar 28.4% dan berhubungan dengan pola konsumsi makanan jajanan, diharapkan kepada mahasiswa lebih memperhatikan dan meningkatkan kesadaran pentingnya konsumsi makanan jajanan sehat untuk mempertahankan status gizi dan status kesehatan yang optimal. 

Penulis: Farapti, dr., M.Gizi

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada:  https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/view/10195 Puspasari D, Farapti F.  Hubungan konsumsi makanan jajanan dengan status gizi pada mahasiswa. Media Gizi Indonesia. 2020.15(1): 45-51. http://dx.doi.org/10.20473/mgi.v15i1.45-51

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).