Tanggung Gugat Asuransi Terhadap Kerusakan Lingkungan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Viva Justicia

Pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara atau suatu daerah tentu dalam satu waktu akan memiliki dampak positif maupun negatif. Sebagai contoh yaitu pembangunan dalam sektor pertambangan; dimana telah memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan hidup suatu masyarakat, namun pada sisi yang lain juga menimbulkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.Tidak hanya di bidang pertambangan saja, banyak bidang lain yang juga berpotesi membuat kerusakan lingkungan menjadi lebih tingga seperti bidang perindustrian secara umum, nuklir, pariwista, perumahan dan lain sebagainya. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah harus lebih cermat dan hati-hati dalam memberikan izin usaha bagi pelaku usaha, terutama iziin yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

Salah satu bentuk perlindungan terhadap lingkungan yang diatur dalam UUPLH dan PP No. 46/2017 juga mengikutsertakan pihak ketiga yaitu peusahaan asuransi. UUPLH dan PP No. 46/2017 telah mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk, mengembangkan dan menerapkan asuransi lingkungan itu dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup. Namun sampai saat ini asuransi lingkungan yang telah dicoba untuk dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996, belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini yang akan dikaji lebih lanju dalam penelitian ini; yaitu mengapa asuransi lingkungan belum dapat berjalan secara optimal di Indonesia. 

Pencemaran lingkungan terbagi menjadi 3 jenis yaitu pencemaran air, pencemaran tanah dan pencemaran udara. Pencemaran air dapat disebabkan dari polutan air, seperti limbah industri, limbah rumah tangga dan limbah pertanian seperti pupuk. Pencemaran tanah dapat disebabkan oleh kegiatan pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik, kebocoran limbah cair dari industri dan rumah sakit, serta tumpukan minyak, zat kimia dan limbah. Sedangkan pencemaran udara terjadi dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor dan gas buangan pabrik.Pencemaran yang diakibatkan dari industri biasanya memiliki efek yang lebih besar daripada pencemaran yang dihasilkan oleh pribadi atau rumah tangga. Dengan demikian diperlukan pencegahan represif yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha industri jika ingin membuka usahanya. Sistem hukum di Indonesia telah mengakomodasi risiko pencemaran lingkungan ke dalam 2 hal yaitu pemenuhan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan keiikutsertaan pelaku usaha industri sebagai tertanggung dalam asuransi lingkungan.

Konsep Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan terkait pengaruh suatu renacana kegiatan pada lingkungan yang ada di sekitarnya.Sehingga dalam setiap pengajuan izin usaha, AMDAL ini harus terpenuhi terlebih dahulu. Konsep AMDAL ini iadalah mempelajari dampak pembangunan terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan pada konsep ekologi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, misalnya adalah besarnya jumlah penduduk, luas wilayah penyebaran dampak, intensitas dan lamanya dampak berlangsung, banyaknya komponen lingkungan hidup yang akan terkena, sifat kumulatif dampak, berbalik atau tidak berbaliknya dampak, dan kriteria lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya kriteria usaha atau kegiatan yang berpotensi terkena dampak dan wajib dilengkapi dengan AMDAL  yaitu pengubahan bentuk lahan dan bentang alam, eksploitasi sumber daya alam, proses dan kegiatan yang secara potensial menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, introduksi jenis tumbuh-tumbuhan , jenis hewan dan jenis jasad renik, pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati, kegiatan yang memiliki risiko tinggi dan mempengaruhi keamanan negara, penerapan teknologi yang diperkirakan memiliki potensi besar mempengaruhi lingkungan hidup.

Hingga saat ini perkembangan asuransi lingkungan tidak berjalan dengan baik di Indonesia. Hal ini terjadi karena beberapa sebab yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Untuk faktor internal artinya faktor yang terjadi dalam manajement perusahaan asuransi itu sendiri. Sebagai contoh PT Asuransi Jasa Tania Tbk (ASJT) menghadapi berbagai kendala bisnis selama 2015. Kendala yang dihadapi oleh PT ASJT  salah satunya adalah pendapatan premi bruto yang tidak bertumbuh (turun 1%), hal ini disebabkan karena adanya penurunan premi dari beberapa nasabah korporasi akibat kebijakan efisiensi biaya. Hal ini berdampak juga terhadap anggaran premi asuransi yang dibayarkan. Kendala lain adalah adanya pembatalan beberapa polis akibat premi yang tidak tertagih dan  adanya penurunan hasil investasi dari tahun lalu sebesar 6% dari Rp 6,24 miliar menjadi Rp 5,87 miliar.Hal ini yang membuat manajement perusahaan asuransi tidak berjalan dengan baik sehingga di khawatirkan ketika terdapat pengajuan klaim asuransi dari pihak tertanggung, perusahaan asuransi (penanggung) tidak mampu membayar ganti rugi tersebut. Selain itu jika dibandingkan dengan asuransi jiwa ataupun asuransi kerugian lainnya; asuransi lingkungan memiliki ruang lingkup yang tidak cukup  luas atau terbatas sehingga kuantitas tertanggungnya tidak terlalu banyak.

Faktor eksternal yang membuat asuransi lingkungan tidak berjalan dengan baik adalah masih banyaknya perusahaan industri yang tidak sadar terhadap pentingnya asuransi lingkungan. Pada sisi lain beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mewajibkan pelaku usaha untuk mengikuti asuransi lingkungan, demi menjamin kelestarian lingkungan di sekitar tempat usahanya. Namun aturan tersebut tidak mendapatkan pengawasan yang maksimal oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Dalam beberapa peraturan tentang  lingkungan, tidak semua bidang usaha diwajibkan mengikuti asuransi lingkungan, padahal semua kegiatan industri atau bidang lain berpotensi menghasilkan pencemaran. Selain itu tidak adanya ketentuan minimal (baik dari peraturaturan perundang-undangan ataupun dari perusahaan asuransi itu sendiri) terkait berapa nominal premi dan uang ganti rugi untuk suatu dampak pencemaran yang mungkin akan terjadi dalam suatu wilayah. Perhitungan tersebut seharusnya telah tampak pada AMDAL dan ERA (Ecological Risk Assesment) dapat mengukur kemungkinan dampak lingkungan yang bersifat negatif.

Saran yang dapat diberikan adalah memberikan ruang lingkup yang jelas dan membuat prosedur penetapan jumlah perkiraan risiko lingkungan dapat dilakukan melalui model-model analisis ilmiah yang sudah berkembang sangat maju dan bersifat baku dalam ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Model analisis risiko lingkungan dapat dilihat melalui AMDAL dan ERA. Melalui model tersebut dapat diperkirakan seberapa jauh lingkup asuransi lingkungan yang dapat dijangkau oleh jasa asuransi di Indonesia. Hal tersebut dapat menjadi pedoman dalam menetapkan perkiraan jumlah ganti rugi dan besaran harga polis asuransi sebagai dasar tanggung jawab perusahaan asuransi.

Penulis: Hilda Yunita Sabrie, Prawitra Thalib dan Faizal Kurniawan

Informasi terperinci dari penelitian ini dapat dilihat pada: http://www.testmagzine.biz/index.php/testmagzine/article/view/4221

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).