Stunting merupakan kondisi malnutrisi pada balita dengan prevalensi tertinggi (161 juta anak pada 2013) di dunia, di mana hampir separuhnya tinggal Asia. Balita disebut stunted jika Panjang Badan dibagi Usia (bagi anak <= 2 tahun) nilainya <-2 SD dari median Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia dan jenis kelamin yang sama (WHO Child Growth Standards median). Pemenuhan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Balita dengan pemenuhan gizi yang tidak adekuat pada tahun-tahun pertama kehidupannya, lebih beresiko mengalami stunting.
Prevalensi balita stunting di Indonesia berfluktuasi. Riset Kesehatan Dasar 2013 melaporkan bahwa 30-39% anak balita mengalami stunting. Pada 2015 dan 2016, prevalensi menurun menjadi 29% dan 27,5%. Namun, pada 2017 prevalensi cenderung meningkat menjadi 29,6%. Stunting menggambarkan kondisi kekurangan gizi yang terjadi dalam jangka panjang. Secara langsung, stunting disebabkan oleh nutrisi yang tidak memadai dan penyakit menular. Secara tidak langsung, stunting dapat disebabkan oleh pengasuhan yang tidak tepat, faktor makanan, kemiskinan, pendidikan yang rendah, kondisi sanitasi, layanan kesehatan yang buruk, politik, serta kondisi budaya.
Studi sebelumnya di Indonesia telah mengidentifikasi beberapa faktor penentu umum stunting, termasuk jenis kelamin, usia, berat lahir, asupan makanan pre lakteal, riwayat menyusui, pendidikan ibu, usia ibu, status pekerjaan ibu, status perkawinan, jumlah saudara kandung, jenis keluarga, indeks kekayaan, pengasuhan gizi, sanitasi kesehatan, imunisasi, dan layanan perawatan antenatal yang tidak adekuat.
Berdasarkan analisis data hasil Indonesian Family Life Survey (IFLS) periode 5 pada tahun 2014-2015, dengan pendekatan family ecological model, faktor resiko stunting dibagi menjadi empat kategori: faktor anak, keluarga, media, dan komunitas. Faktor anak terdiri dari usia anak, jenis kelamin, berat lahir, dan riwayat menyusui (apakah mereka pernah disusui). Faktor keluarga termasuk faktor ibu dan ayah, serta faktor rumah tangga yang dinilai dari indeks kekayaan rumah tangga. Faktor media termasuk akses internet, dan faktor komunitas termasuk akses layanan kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia anak, jenis kelamin anak, dan berat lahir anak, tinggi ibu, BMI ibu, indeks kekayaan rumah tangga, dan riwayat pemeriksaan selama kehamilan secara signifikan terkait dengan kejadian stunting. Studi menemukan bahwa anak-anak berusia 0-23 bulan cenderung mengalami stunting. Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa bayi (0-23 bulan) memiliki risiko stunting lebih rendah karena mendapat nutrisi yang cukup dari pemberian ASI.
Selain itu, anak-anak dengan berat badan lahir rendah juga lebih rentan terkena infeksi yang menyebabkan malabsorpsi nutrisi dalam tubuh. Sehingga, pertumbuhan anak-anak dengan berat lahir rendah selalu berada di belakang pertumbuhan anak dengan berat lahir normal. Tinggi badan ibu secara signifikan dikaitkan dengan stunting di antara anak-anak berusia 0-59 tahun, karena anak-anak yang ibunya bertubuh normal (≥152cm) lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami stunting. Anak-anak yang lahir dari ibu dengan berat badan kurang juga cenderung mengalami stunting. Begitu juga untuk ibu yang memiliki berat badan lebih juga mencetuskan risiko stunting. Status gizi ibu yang buruk sebelum konsepsi dan penambahan berat badan yang tidak mencukupi selama kehamilan dapat menyebabkan pertumbuhan janin yang tidak optimal. Anak-anak dari rumah tangga miskin memiliki risiko stunted yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga kaya.
Pengaruh faktor ekonomi pada stunting berpengaruh pada pentingnya pemenuhan makanan dan barang-barang konsumen yang berfungsi untuk mendukung kesehatan anak-anak. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa rumah tangga yang miskin tidak dapat menyediakan makanan dengan kualitas yang baik untuk memenuhi asupan nutrisi anak-anak. Rumah tangga berpenghasilan rendah juga memiliki akses yang tidak memadai untuk layanan perawatan kesehatan, fasilitas sanitasi yang layak, dan air minum dari yang aman.
Intervensi terpadu untuk mencegah stunting sejak dini sangat diperlukan sejak konsepsi hingga dua tahun pertama kehidupan anak-anak. Seorang ibu memiliki peran penting dalam hal tersebut, sehingga harus menyiapkan kesehatan dan berat badan yang cukup sebelum hamil. Selama masa kehamilan, ibu harus mendapatkan nutrisi yang optimal dan perawatan antenatal yang tepat.
Penulis: Eka Mishbahatul Mar’ah Has., S.Kep., Ns., M.Kep
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada: Journal of Global Pharma Technology 12(2), pp. 815-825. http://www.jgpt.co.in/index.php/jgpt/article/view/3386/2664