Dewasa ini tengah menghadapi Revolusi Industri 4.0, hal ini berdasarkan analisis Mckinsey Global Institute yang menjelaskan bahwa Revolusi Industri 4.0 dapat memberikan implikasi yang luar biasa secara global, dimana robot dan mesin akan menghilangkan banyak lapangan kerja di dunia terutama pada sektor lapangan kerja. Di satu sisi yang berbeda, menurut Oesterreich dan Teuteberg (2016) era industri ini lebih melekat pada konektivitas dan digitalisasi yang mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur dan kualitas produk sehingga dikemudian hari dapat menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga mencapai tahun 2030. Morrar, Arman, dan Mousa, (2017) menjelaskan bahwa era revolusi industri 4.0 ini diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), super komputer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis, dan inovasi. Hal tersebut mampu mengancam Bangsa Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi.
Pemerintah Indonesia perlu menyikapi perubahan ini dengan cepat dan tepat melalui penyusunan strategi yang mampu meningkatkan daya saing industri nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja yang lebih luas untuk jangka panjang. Era ini mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, politik, kesehatan, dan lain sebagainya. Perkembangan revolusi industri juga tak lepas dalam mengkonstruksi mindset manusia dan memberikan pengaruh dalam pengembangan modal intelektual yang dimiliki oleh setiap organisasi. Modal intelektual mampu menjadi “senjata utama” suatu organisasi dalam mengakomodasi pengembangan organisasi dan tidak terlepas dari nilai-nilai karakter yang ditanamkan pada pegawai selama bekerja. Salah satu permasalahan yang dihadapi pegawai dalam era revolusi industri 4.0 adalah mudahnya karakter pegawai terkontaminasi oleh banyaknya informasi dan isu-isu yang diperoleh dengan mudah, cepat, setiap saat, dan dimana saja melalui berbagai perangkat elektronik.
Modal intelektual terdiri dari tiga komponen dasar antara lain modal manusia, modal struktural, dan modal hubungan. Modal manusia adalah jumlah dari pengetahuan eksplisit yang menjadi sumber inovasi dan improvisasi, namun komponen ini sulit untuk diukur dan menjadi sumber pengetahuan seperti keterampilan, dan kompetensi dalam menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki organisasi tersebut. Modal struktural adalah kemampuan suatu organisasi dalam menghasilkan kinerja intelektual yang optimal dan kinerja organisasi keseluruhan dengan melalui proses berkelanjutan organisasi dan strukturnya yang mana dapat mendukung usaha anggotanya. Modal hubungan menunjukkan hubungan suatu organisasi dengan stakeholders-nya dan dapat dilihat dari berbagai bagian diluar lingkungan yang dapat menambah nilai suatu organisasi tersebut.
Dalam skala, ruang lingkup, dan kompleksitasnya, transformasi yang sedang terjadi berbeda dengan apa yang telah dialami manusia sebelumnya. Setidaknya ada dua jenis kompetensi yang dibutuhkan untuk bisa adaptif terhadap perubahan di era revolusi industri 4.0 yakni personal competencies dan interpersonal competencies sebagai bentuk konstruksionalisasi dari modal intelektual. Enrol, et. al. (2016) menjabarkan bahwa personal competencies dapat dilihat sebagai kemampuan mengembangkan kemampuan kognitif dan sistem nilai. yang mungkin dimiliki seseorang sedangkan interpersonal competencies tertanam dalam diri individu sebagai mahluk sosial dengan lingkungannya dimana dibutuhkan kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan membangun koneksi sosial, dan struktur sosial dengan individu dan kelompok lain.
Pada level organisasi, untuk dapat bersaing di dunia global dan adaptif terhadap perubahan di era industri 4.0, organisasi harus memiliki modal intelektual sumber daya manusia yang mampu menciptakan organizational value yang mengandung setidaknya empat karakteristik menurut Malik (2019), antara lain: Pertama, sumber daya berharga (valuable resources) yang memungkinkan organisasi menerapkan strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Kedua, sumber daya yang langka (rare resources) dimana organisasi memiliki sumber daya yang tidak dimiliki organisasi lain dan jika strategi diterapkan organisasi akan memperoleh keunggulan kompetitif. Ketiga, sumber daya yang unik yang tidak mudah untuk ditiru (imperfectly imitable resources) sehingga organisasi lain yang berupaya meniru perlu mengeluarkan biaya mahal. Keempat, adalah substitusi (substitutability) dimana organisasi lain yang tidak memiliki sumber daya dapat meniru efeknya dengan mengganti dengan sumber daya.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat memberikan konsekuensi dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia termasuk adanya konstruksionalisasi modal intelektual yang ada di era revolusi industri 4.0 ini. Baik dari modal manusia, modal struktural, dan modal hubungan yang mampu dikombinasikan menjadi sebuah kompetensi individu yang terintegrasi dengan kemampuan dalam berkomunikasi, bekerja sama dan membangun koneksi sosial, baik secara struktur sosial dengan individu maupun dengan kelompok lain dalam suatu organisasi.
Penulis: Dr. Falih Suaedi, Drs., M.Si.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
Dosen Program Studi Administrasi Negara
Sumber artikel terkait tulisan di atas:
https://www.ijicc.net/index.php/ijicc-editions/33-volume-13-2020/181-vol-13-iss-3