Pelepasan ion glutamat pada daerah sinaps rangsang (excitatory synapse) selalu melibatkan pengaktifan dua golongan saluran glutamate ini yaitu saluran ionotropik dan metabotropik secara sinergis. Pada daerah otak kecil, glutamat yang dilepaskan oleh fiber parallel (parallel fibers (PF)) akan mengikat reseptor yang ada di sel Purkinje dan pada bagian interneuron yang ditemukan di lapisan molecular otak kecil, yang akhirnya akan membentuk sirkuit yang berhubungan untuk mengatur output dari bagian lapisan korteks otak kecil.
Pola aktifitas dari fiber parallel ini akan mennyampaikan informasi tentang status sensorimotor hewan (atau manusia). Pola aktifitas fiber parallel ini pula yang akan merekrut neuron golongan interneuron (saraf yang menghubungkan antara dua bagian otak) yang ada di lapisan molecular (MLI) dari otak kecil melalui sinaps fiber parallel dan interneuron.
Pada bagian sinaps interneuron ini terdapat dua saluran glutamate yakni ionotropic dan metabotropic yang diaktifkan melalui glutamat yang dilepaskan di area sinaps. Saat glutamate berikatan dengan kedua saluran/reseptor ini maka akan mengakibatkan adanya ion bermuatan positif yang dapat dialirkan ke dalam sel membran. Area sinap fiber parallel dan interneuron (MLI) ini sangat rentan terhadap modulasi yang bergantung dari aktifitas (activity dependet modulation) sehingga reseptor AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid, salah satu jenis saluran glutamate ionotropic berperan dalam transmisi sinaptik cepat) yang ada di bagian post-sinaptik dapat mengubah permeabilitasnnya terhadap ion calcium bergantung pada respons aktifitas neuronal.
Pergeseran/perubahan plastisitas terhadap permeabilitas ion calcium ini dikaitan dengan keadaan perilaku tertentu pada manusia dan diduga melibatkan aktivasi dari saluran metabotropic seperti mGluR1. Interneuron yang ada di bagian molecular (MLI) merupakan kunci elemen dalam sirkuit otak kecil untuk mengatur perilaku motorik dan pembelajaran motorik yang bergantung pada pengaturan otak kecil (cerebellar-dependent motor learning) maka mempelajari plastisitas sinap fiber parallel dan interneuron (PF-MLI) yang dimediasi oleh mGluR1 menjadi penting untuk memahami fungsi dari otak kecil.
Sinergisitas kontribusi saluran metabotropik dan ionotropic terhadap proses pemberian sinyal di otak kecil ini secara in vivo belum dipelajari dengan detail berbeda dengan studi secara in vitro. Perbedaan yang muncul antara hasil in vitro dengan in vivo dapat diperoleh dikarenakan adanya gangguan morfologis oleh pemotongan jaringan atau bisa diakibatkan oleh perubahan homeostasis glutamate atau molekul lain yang berperan dalam proses pensinyalan oleh saluran ionotropik. dan metabotropik. Sehingga pada studi ini kami menggabungkan teknik in vivo dan in vitro. Pada teknik in vivo digunakan tikus yang dianestesi, untuk kemudian akan direkam aktivitas peningkatkan sinyal calcium di bagian MLI oleh aktivitas mGluR1 yang ada pada fiber parallel. Kami mencari pada kondisi stimulasi fiber parallel yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan pensinyalan mGluR1.
Selain itu kami juga mengkonfirmasi apakah ada kerjasama sinergis antara saluran ionotropik dan metabotropik pada bagian sinaps PF-MLI. Selain itu digunakan juga perekaman aktvitas syaraf pada tikus yang tidak dianestesi dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah mGluR1 turut diaktifkan pada saat tikus berjalan (perilaku motorik). Untuk teknik in vitro digunakan teknik freeze-fracture electron microscopy untuk dapat melihat distribusi reseptor AMPA dan mGluR1 pada sinaps PF-MLI dan mengkonfirmasi relevansi fungsional dari interaksi saluran ionotropik dan metabotropic glutamat.
Hasil dari studi yang kami lakukan menunjukkan bahwa stimulasi fiber parallel ini dapat mengaktifkan mGluR1. Stimulasi dari fiber parallel ini dapat meningkatkan aktifitas calcium yang dapat diamati melalui teknik 2-photon imaging. Pada saat antagonis dari mGluR1 (CPCCOEt) diberikan dapat diamati adanya penurunan aktivitas calcium dibandingkan dengan keadaan tanpa CPCCOEt. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa peningkatkan ion calcium ini juga diakibatkan oleh adanya mGluR1 yang diaktifkan. Sedangkan bila ditambahkan non-competitive antagonis dari saluran ionotropic (reseptor AMPA dan reseptor NMDA atau N-methyl-D-aspartate) maka sinyal dari calcium ini sama sekali hilang. Hal ini mennguatkan hipotesa bahwa peningkatan ion calcium setelah stimulasi fiber parallel diakibatkan oleh adanya aktifitas saluran/reseptor glutamat ionotropic dan metabotropic.
Untuk melihat aktivasi mGluR1 pada saat pergerakan, kami merekam tikus yang diberikan tugas untuk berjalan di atas permukaan datar (treadmill). Perlakuan yang sama saat merekam aktivitas syaraf ini juga dilakukan seperti hewan coba sebelumnya. Aktivitas syaraf sebelum dan setelah penambahan antagonis reseptor ionotropik dan metabotropic direkam dan hasil yang sama menunjukkan peningkatan ion calcium ditemui saat tidak digunakan antagonis reseptor ionotropic dan metabotropik.
Dengan teknik freeze-fracture electron microscopy kami menunjukkan bahwa letak dari reseptor AMPA ini adalah di bagian post-sinaps di dalam area post-synaptic density (PSD). Dengan menggunakan antibody yang mengenali protein mGluR1 yang ada pada bagian post-sinap ini, kemudian kita mengukur jarak antara partikel antibody (menandakan lokasi mGluR1) dan PSD. Hasil penelitian kami menujukkan bahwa densitas mGluR1 tertinggi diperoleh pada jarak 50nm dari PSD. Sehingga penelitian kami menunjukkan bahwa lokasi mGluR1 yang ideal dan berada di dekat PSD inilah yang memungkinkan adanya interaksi sinergis antara reseptor ionotropic dan metabotropic sebagai respons atas dilepaskannya ion glutamate dari area pre-sinap fiber parallel. (*)
Penulis: Dwi Wahyu Indriati
Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini: