Kualitas layanan perawatan paliatif didasarkan pada prinsip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pasien dengan penyakit kronis atau yang telah mencapai akhir kehidupan. Untuk mencapai perawatan paliatif yang berkualitas, perawat harus memiliki yang pengetahuan, sikap yang memadai untuk mendukung pelaksanaan perawatan paliatif. Di Indonesia hanya ada beberapa kota yang menyelenggarakan layanan paliatif baik rumah sakit maupun (Puskesmas) seperti di Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bali dan Makassar. Meskipun perawatan paliatif telah dilaksanakan oleh beberapa rumah sakit di Indonesia, data empiris tentang implementasi praktik ini masih terbatas. Optimalisai kualitas perawatan paliatif mungkin terkait dengan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan.
Menurut WHO pada tahun 2018, ada lebih dari 40 juta orang di dunia yang membutuhkan perawatan paliatif tetapi hanya 14% yang baru menerima perawatan tersebut. Beberapa penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif termasuk penyakit kardiovaskular dengan prevalensi 38,5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10,3%, Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) 5,7% dan diabetes 4,6% [4]. Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif (60%) masuk kelompok lansia, usia di atas 60 tahun, sementara orang dewasa (15-59 tahun) mencapai 25% dan 0-14 tahun membentuk 6%. Prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,79 per 1000 populasi, yang naik dari 2013 sebanyak 1,4 per 1000 populasi. Angka ini menempatkan Indonesia di Tempat ke-5 dengan kasus terbanyak di Asia Tenggara. Itu peringkat 23 di Asia.
Berdasarkan hasil dari Data Riset Kesehatan Dasar 2018 (RISKESDAS), perawatan paliatif yang dilakukan di Indonesia saat ini lebih ditekankan pada kanker dan HIV / AIDS karena ada peningkatan yang signifikan dalam kasus tersebut setiap tahun [6]. Menurut WHO pada tahun 2014 dan Departemen Kesehatan pada tahun 2007, perawatan paliatif tidak hanya untuk pasien kanker. Ini juga untuk pasien dengan penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif, fibrosis kistik, stroke, Parkinson, gagal jantung, penyakit genetik dan penyakit menular seperti HIV / AIDS.
Perawatan paliatif masih belum optimal di lembaga perawatan kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit, pusat kesehatan dan panti werdha. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang perawatan paliatif tenaga kesehatan, salah satunya perawat. Penelitian yang dilakukan oleh Indarwati et al pada tahun 2020 menyoroti bahwa dalam konteks Indonesia, perawat yang bekerja di panti werdha dihadapkan dengan hambatan utama ketika memberikan perawatan paliatif dan akhir hidup, yaitu pengetahuan yang tidak memadai tentang perawatan paliatif dan akhir hidup.
Kurangnya pengetahuan tentang perawatan paliatif dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, karena kurangnya pelatihan selama pendidikan keperawatan mereka atau saat bekerja, atau tidak mendapatkan pendidikan paliatif saat masih kuliah. Kurangnya pengetahuan dapat memiliki implikasi pada perilaku perawat saat memberikan perawatan paliatif. Oleh karena itu para peneliti ingin tahu faktor apa itu terkait dengan pengetahuan dan sikap perawat dalam perawatan paliatif sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan paliatif.
Penelitian ini merupakan penelitian cros sectional pada perawat di RSUD Dr. Soetomo yang bekerja di ruang rawat inap. Responden penelitian ini berjumlah 115 perawat. Hasil penelitian ini menunjukkan umur dan lama kerja terkait dengan pengetahuan perawat. Perawat dalam kategori usia produktif (26-35 tahun) memiliki kemampuan kognitif yang baik. Semakin lama masa jabatan perawat, semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang mereka dapatkan dan semakin baik sikap mereka sebagai hasilnya. Jenjang karier juga ditentukan oleh lama pekerjaan. Perawat yang lebih tinggi jenjang kariernya akan memiliki sikap yang baik ketika merawat pasien sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Perawat disarankan untuk mengikuti pelatihan perawatan paliatif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar diharapkan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana praktik perawat ketika melakukan perawatan paliatif. Rumah sakit diharapkan untuk selalu memfasilitasi para perawat dalam hal pelatihan, seminar dan lokakarya tentang perawatan paliatif terutama mengenai aspek-aspeknyamanajemen nyeri dan gejala lainnya. Pelatihan juga perlu difokuskan pada perawatan keluarga dengan pasien palliative. Studi ini juga menunjukkan bahwa rumah sakit harus membangun sistem tangga karier yang baik untuk perawat, untuk meningkatkan kinerja terutama dalam perawatan paliatif.
Penulis: Rista Fauziningtyas
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: