UNAIR NEWS – Jawa Timur telah menjadi episentrum baru pandemi COVID-19 di Indonesia. Dengan jumlah kasus kumulatif positif sebanyak 10.901 orang per 26 Juni, Jawa Timur melampaui jumlah kasus yang tercatat pada DKI Jakarta sebanyak 10.796 orang. Per 28 Juni, jumlah kasus di Jawa Timur telah meningkat menjadi 11.508 kasus
Pakar Epidemiologi UNAIR Dr. Windhu Purnomo, dr., MS., mengatakan, meskipun Jawa Timur memiliki jumlah kasus positif tertinggi di Indonesia, attack rate provinsi tersebut bukan yang tertinggi di Indonesia, namun hanya menempati peringkat 9 dari 34 provinsi di Indonesia. Ia menambahkan bahwa attack rate Jawa Timur hanya sebesar 27 per 100.000 penduduk, sedangkan DKI Jakarta sebesar 105 per 100.000 penduduk. Windhu, sapaan karibnya, menjelaskan bahwa attack rate merupakan nilai seberapa besar risiko penduduk terinfeksi Covid-19 dimana nilai tersebut dapat dicapai dengan membagi jumlah kasus kumulatif positif di suatu wilayah dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut.
“Namun ini tidak sepenuhnya berita baik karena pada faktanya, Surabaya kini adalah kota yang memiliki attack rate yang tertinggi di Indonesia. Nilainya sekitar 150 per 100.000 penduduk. Attack rate ini meningkat sebesar 75% ketika masa transisi dan PSBB sudah tidak diberlakukan lagi di Surabaya. Tentu tingginya risiko terinfeksi ini menjadi faktor utama Jawa Timur menjadi episentrum Covid-19 di Indonesia,” jelas Windhu saat ditemui tim redaksi pada Sabtu petang (27/6/2020).
Pria yang sedang menjabat sebagai Ketua Tim Advokasi PSBB & Surveilans Covid-19 Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR itu mengatakan bahwa tingginya risiko terinfeksi di Surabaya dikarenakan oleh tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, dengan angka 8.600/ km2. Windhu juga menunjukkan kurangnya penegakan protokol kesehatan dan pengendalian kepatuhan warga yang tidak ketat, serta nihilnya sanksi denda dalam peraturan walikota apabila melanggar protokol kesehatan tersebut.
Windhu mengatakan bahwa langkah yang harus segera dilaksanakan oleh pemerintahan daerah dalam mengendalikan laju penyebaran Covid-19 adalah mengendalikan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan yang tertuang dalam peraturan gubernur/walikota. Pelanggar kedisiplinan terhadap protokol tersebut harus diberi sanksi denda yang tegas. Ia juga mendesak agar testing PCR (swab test) dapat ditingkatkan agar kasus positif Covid-19 dapat ditemukan sebanyak mungkin agar rantai pandemi dapat segera diputus.
“Langkah lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah menjadikan RSUD milik Pemerintahan Kota Surabaya menjadi Rumah Sakit Khusus Covid-19 dan kapasitas bed isolasi ditingkatkan dalam rumah sakit yang telah menjadi rujukan untuk penanganan Covid-19. Yang terpenting adalah langkah-langkah ini harus dilakukan terlebih dahulu dengan optimal dan cepat, hasil akhir tidak harus terlalu dipikirkan,” tutup Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR itu.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Khefti Al Mawalia