Penambahan Molase pada Sistem Bioflok Aquaponik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh iBerita ID

Sektor budidaya ikan selama ini menuntut pembudidaya untuk menghasilkan produksi yang tinggi dengan waktu sesingkat-singkatnya, dan solusinya yaitu budidaya sistem intensif. Budidaya sistem tersebut memang cukup efektif, namun tetap memiliki titik kelemahan. Akumulasi limbah nitrogen dari ekskresi ikan dan pakan yang tidak termakan adalah kelemahannya. Lantaran kualitas air yang buruk juga mengharuskan pembudidaya untuk sering mengganti air yang ujung-ujungnya meningkatkan biaya produksi.


Dari permasalahan tersebut muncul solusi baru, yaitu sistem bioflok. Sistem tersebut merupakan budidaya ikan dengan memelihara bakteri heterotrof untuk memanfaatkan amonia dan sumber karbon tambahan untuk menghasilkan protein. Keunggulan bioflok yaitu mampu mengurangi laju pertukaran air dan meningkatkan tingkat efisiensi pakan pada ikan. Solusi lainnya yaitu sisten aquaponik. Sistem tersebut menggabungkan sistem hidroponik dengan budidaya ikan sebagai sumber nutrisi. Sebab, air limbah kaya nitrogen yang dihasilkan ikan dapat diserap oleh tanaman pada hidroponik melalui akarnya, sehingga dapat menekan penggunaan air.


Solusi lebih terbaru yaitu menggabungkan antara bioflok dengan aquaponik. Gabungan sistem tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ikan dan tanaman, serta memperbaiki kualitas air dengan cara mengurangi nitrogen pada air. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan molase pada sistem budidaya ikan lele bioflok-aquaponik dengan tumbuhan bayam air. Sedangkan parameter utama yang diamati yaitu tingkat rasio konversi pakan (FCR) dan kualitas air selama pemeliharaan ikan.


Menggunakan ikan lele dan tumbuhan bayam air sebagai objek pemeliharaan, penelitian ini menggunakan empat perlakuan, yaitu: perlakuan kontrol tanpa molase (P0), penambahan molase C:N 10 (P1), penambahan molase C:N 15 (P2), dan penambahan molade C:N 20 (P3). Berdasarkan hasil penelitian, menyatakan bahwa jika hasil pengamatan FCR diurutkan dari yang terbaik ke terburuk, hasilnya yaitu: P3, P2, P0, P1. 


P3 dan P2 menunjukkan hasil yang baik, sebab konsumsi bioflok oleh ikan dapat meningkatkan aktivitas amilase dan lipase pada usus ikan, sehingga konversi pakan dapat lebih rendah. Sedangkan P0 menghasilkan FCR lebih baik daripada P1. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan oksigen terlarut (DO) yang lebih baik pada P0, sehingga DO yang rendah dapat merusak struktur bioflok dan membuat ikan lebih sulit untuk megkonsumsi pakan.


Secara umum, kualitas air pada seluruh perlakuan menghasilkan hasil yang baik, sebab setiap parameter tidak ada yang melebihi ambang batas normal dan masih aman untuk ikan. Namun yang perlu diperhatikan yaitu rendahnya kandungan nitrit selama pemeiharaan. Hal tersebut disebabkan oleh bakteri nitrifikasi yang dengan cepat mampu mengubah nitrit menjadi nitrat.


Kemudian untuk tingkat survival rate (SR) yang dihasilkan, menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan molase maka tingkat SR akan semakin tinggi juga. Hal tersebut disebabkan oleh semakin keruhnya air yang disebabkan oleh tingginya kandungan molase, dan mampu mengurangi tingkat kanibalisme pada ikan lele karena visibilitas ikan yang berkurang. Sedangkan pada P0 menghasilkan SR terendah yang disebabkan oleh pertumbuhan yang terlalu beragam pada ikan, sehingga tingkat kanibalisme lebih tinggi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa penambahan molase dapat memberikan efek positif pada FCR dan kualitas air pada pemeliharaan ikan lele dengan sistem bioflok-aquaponik.

Penulis: Prayogo

Referensi: Rahmatullah H.D, Prayogo, Rahardja B.S. 2020. Different addition of molasses on feed conversion ratio and water quality in catfish (Clarias sp.) rearing with biofloc-aquaponic system. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 441 (2020) 012122.

doi 10.1088/1755-1315/441/1/012122

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).