Kenapa Tradisi Pernikahan Anak Masih Ada?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi pernikahan. (Sumber: Draem.co.id)

Waktu silih berganti, teknologi mengubah segalanya dengan begitu cepat. Namun sayangnya tidak dengan pernikahan anak. Maraknya pernikahan anak menjadikan generasi penerus bangsa ini harus menghentikan pendidikan dan mulai dikekang oleh hiruk pikuk berumah tangga yang menuntut anak untuk bisa mandiri sebelum waktunya. Tuntutan yang meminta mengemban tanggungjawab besar dalam kelompok masyarakat terkecil yaitu sebuah keluarga.

Pernikahan memiliki tujuan mulia yaitu untuk membentuk dan memelihara keluarga, serta meneruskan keturunan yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Tidak sedikit orang yang ingin pernikahannya terjadi satu kali selama hidupnya. Maka dari itu, perlu persiapan secara fisik, psikis dan finansial untuk bisa mewujudkan kehidupan pernikahan yang diinginkan.

Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 7, syarat umur untuk nikah bagi pihak pria minimal usia 19 tahun dan pihak perempuan minimal 16 tahun. Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh remaja dibawah usia 20 tahun yang belum siap melaksanakan pernikahan. Pernikahan yang dilakukan dibawah usia 20 tahun bisa menyebabkan masalah pada kesehatan fisik, psikis dan sosial.

Dampak pada kesehatan fisik yaitu dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi. Dampak pada psikis yaitu tidak siapnya dalam menghadapi kehamilan pertama, cenderung mengalami banyak konflik dalam keluarga, tidak mampu mewujudkan yang diinginkan karena terhambat adanya status pernikahan, dan belum bisa maksimal dalam menjalankan peran sebagai ibu yang mengurus anak dan mengurus rumah tangga. Kemudian, dampak sosial seperti kurangnya hubungan yang harmonis dengan tetangga dan masyarakat sekitar.

AKI dan AKB di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang sampai saat ini masih menjadi perhatian pemerintah. AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup. AKI di Indonesia mengalami fluktuasi yaitu mengalami naik turun dari tahun 1991 sampai tahun 2015.

Bahkan dunia internasional juga sepakat bahwa pernikahan anak membawa dampak masalah kesehatan khususnya bagi perempuan yang berkaitan dengan ketidaksetaraan gender. Perempuan masih dianggap sebagai pihak yang lemah dan tidak berdaya untuk memilih yang baik untuk dirinya di masa depan. Selain itu, perempuan masih diasumsikan sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh dalam mengasuh anak.

Ketidaksiapan menikah dapat menyebabkan pada kematian ibu dan bayi. Banyak perempuan yang menikah muda akhirnya berdampak pada kematian ibu. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian dalam artikel ilmiah yang berjudul Surrounding the reason for women to continue the tradition of child marriage. Tradisi pernikahan anak berkaitan erat dengan situasi sosial dan pandangan keluarga, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai alasan dari keluarga dan dari lingkungan sosial yang mempengaruhi perempuan untuk melanjutkan atau menghentikan Tradisi perkawinan anak di Kabupaten Sumenep, khususnya di pedesaan yaitu Desa Giring Kecamatan Manding.

Berdasarkan hasil penelitian, di tingkat sosial, ada tiga hal yang mendasari alasan pernikahan anak: usia yang menurut mereka wajar untuk menikah, akses ke informasi, dan intervensi dari lingkungan sosial. Sedangkan, di tingkat individu, tiga hal yang menjadi alasan untuk melanjutkan tradisi pernikahan anak, yaitu menikah dalam keluarga besar, masa dewasa, dan mandat dari orang tua dalam keluarga.

Mengatur pernikahan oleh keluarga terjadi karena beberapa alasan; yaitu memperkuat hubungan keluarga, penampilan fisik, dan keinginan orangtua mereka untuk melihat cucu mereka akan menikah. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa program intensif dari pusat kesehatan primer dan kantor perkawinan perlu ditingkatkan untuk mensosialisasikan dampak dan risiko dari pernikahan anak sehingga dapat menjadi upaya untuk mencegah kelanjutan tradisi pernikahan anak. (*)

Penulis: Ira Nurmala

Informasi detail dari studi artikel ini dapat dilihat pada link jurnal berikut ini:

https://produccioncientificaluz.org/index.php/utopia/article/view/32080/33547

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).