Dampak Aplikasi Sex Reversal Menggunakan 17α-Metiltestosteron pada Ikan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Hangzhou Fuluo Biologis Technology Co, Ltd

Sex reversal atau pembalikan seks atau pengalihan seks merupakan salah satu bioteknologi akuakultur yang telah banyak dikembangkan dan diaplikasikan dalam peningkatan produksi akuakultur, khususnya ikan. Sex reversal terdiri atas dua macam, yaitu maskulinisasi dan feminisasi. Maskulinisasi adalah proses sex reversal pada ikan menjadi jantan, sedangkan feminisasi adalah kebalikannya, yaitu proses sex reversal pada ikan menjadi betina. Secara umum, sex reversal bersifat fisiologis bukan genetik, artinya perubahan seks (jenis kelamin) hanya bersifat fisiologi (produksi gamet, sperma atau oosit) tanpa mengubah genetik ikan. Ikan dengan genetik betina dapat berubah secara fisiologis menjadi jantan dan menghasilkan   sperma (maskulinisasi), sebaliknya ikan dengan genetik jantan berubah secara fisiologis menjadi betina dan memproduksi oosit atau sel telur (feminisasi).

Pada kegiatan akuakultur atau budidaya ikan, sex reversal umumnya dikenal dalam upaya budidaya monoseks yang tergantung pada kelebihan masing-masing spesies (ikan) yang dibudidayakan. Salah satu contoh adalah ikan nila. Ikan nila jantan memiliki pertumbuhan lebih cepat dan ukuran tubuhnya lebih besar daripada ikan nila betina, sehingga aplikasi sex reversal yang sesuai adalah maskulinisasi untuk memproduksi ikan nila monoseks jantan.

Aplikasi sex reversal pada ikan dapat dilakukan menggunakan perlakuan fisik seperti tekanan dan suhu air serta bahan kimiawi, yaitu hormon steroid, baik alami maupun sintetik. Hormon steroid sintetik yang sering digunakan adalah 17α-metiltestosteron (17α-MT) untuk maskulinisasi dan 17β-estradiol untuk feminisasi. Penggunaan hormon sintetik masih banyak digunakan karena keberhasilan sex reversal yang sangat tinggi (dapat mencapai 97-100%) bila dibandingkan dengan perlakuan fisik. Akan tetapi, penggunaan hormon steroid sintetik masih menjadi perdebatan, pro dan kontra terkait keamanan pangan, dalam hal ini adalah residu yang dikhawatirkan masih tersimpan di dalam tubuh ikan (daging). Meskipun, beberapa peneliti menyatakan bahwa penambahan hormon pada ikan dampak residunya berbeda pada hewan atau ternak. Pada ikan, residu hormon diduga hanya bertahan sebelum lima bulan pemeliharaan. Residu hormon pada ikan akan berkurang atau bahkan hilang setelah ikan dipelihara lima bulan atau lebih, khususnya pada ikan nila.

Berdasarkan beberapa asumsi dan kekhawatiran serta pembuktian dampak penggunaan hormon sintetik 17α-MT dalam aplikasi sex reversal terhadap kandungan residu pada tubuh ikan (serum darah dan daging), maka penelitian telah kami lakukan pada ikan nila. Mengapa ikan nila? Hal ini menjadi penting, karena ikan nila merupakan salah satu produk perikanan budidaya yang menjadi produk unggulan ekspor penting Indonesia. Selain itu, hormon sintetik 17α-MT masih umum digunakan dalam maskulinisasi produksi ikan nila monoseks di beberapa negara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi residu MT dalam tubuh ikan nila (serum darah maupun daging) relatif tidak berbeda nyata (p<0,05) antara perlakuan hormon sintetik 17α-MT, baik secara oral maupun perendaman dengan kontrol, bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pada bulan ke-4 dan ke-5 budidaya. Pada serum darah ikan nila hasil perlakuan sex reversal menunjukkan konsentrasi residu hormon MT masih di bawah batas toleransi 5 µg/L yang disarankan bagi keamanan pangan dan lingkungan oleh para peneliti dunia sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan hormon steroid sintetik, khususnya 17α-MT dalam dosis tertentu (tidak berlebihan) untuk metode sex`reversal (maskulinisasi) pada ikan masih dirasa aman, meskipun perlu penelitian lebih lanjut terkait bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti hormon steroid sintetik untuk memproduksi ikan monoseks, baik jantan maupun betina.Informasi lebih lengkapnya dapat dibaca pada artikel yang telah terbit sebagaimana referensi yang kami cantumkan.

Penulis: Akhmad Taufiq Mukti

Referensi: Suseno DN, Luqman EM, Lamid M, Mukti AT, andSuprayudi MA. 2020. Residual impact of 17α-methyltestosterone and histopathological changes in sex reversed Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Asian Pacific Journal of Reproduction, 9(1): 37-43https://doi.org/10.4103/2305-0500.275527.

http://www.apjr.net/article.asp?issn=2305-0500;year=2020;volume=9;issue=1;spage=37;epage=43;aulast=Suseno

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).