Stroke merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang pada kasus stroke yang selamat (stroke survivor). Sekitar 90% stroke survivor mengalami kecacatan dan menyebabkan biaya yang sangat tinggi baik biaya medis maupun sosial. Sehingga sangatlah penting diperhatikan pada stroke iskemik (infark) karena sebagian besar kasus stroke iskemik (infark) berhasil diselamatkan.
Pada kasus stroke yang selamat, selain menyebabkan kecacatan fisik, stroke dapat mengakibatkan risiko terjadinya gangguan kognitif atau demensia. Dilaporkan bahwa sepertiga dari semua stroke survivor menunjukkan demensia dalam waktu 3 bulan setelah stroke. Demikian pula penelitian hospital based yang telah dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya menunjukkan bahwa angka kejadian gangguan kognitif pasca stroke iskemik adalah hampir 60%.
Stroke dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara fisik maupun psikososial. Salah satu gangguan psikososial tersebut adalah gangguan kognitif. Persentase gangguan kognitif pasca stroke sekitar 50 -75%. Gangguan kognitif tersebut meliputi gangguan atensi, orientasi, memori dan cara berpikir. Fungsi kognitif bertujuan untuk menunjukkan kemampuan seseorang untuk belajar, menerima, dan mengelola informasi dari lingkungan sekitar. Kerusakan otak merupakan suatu faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif yang memberikan manifestasi kelainan kognitif.
Kerusakan otak kanan dan kiri memberikan gejala yang berbeda. Kerusakan otak pada sisi kiri akan menyebabkan gangguan pada kemampuan berbicara, membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerak motorik. Kerusakan pada otak kanan akan menyebabkan gangguan persepsi fungsi visuospasial, visuomotor, pengabaian, ingatan visual dan koordinasi. Stroke meningkatkan risiko penurunan kognitif sebanyak 3 kali lipat.
Mengingat penurunan kognitif atau demensia tidak hanya memberikan beban sakit kepada individu yang bersangkutan tetapi juga keluarga, masyarakat maupun pelayanan Kesehatan maka perlu dilakukan upaya untuk menekan risiko ini.
Gangguan kognitif pasca stroke berhubungan dengan kualitas hidup pasien yang dapat mempengaruhi kegiatan sehari-hari dan sering menyebabkan pasien tergantung kepada orang lain maupun mengurangi produktivitas. Penurunan kognitif sering disebut dengan penurunan kepandaian. Penurunan kognitif dapat diperiksa dengan Mini Metal State Examination (MMSE). Pada penelitian yang dilakukan oleh Safira, dkk. menunjukkan bahwa penuruan kognitif pasca stroke berhubungan dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, adanya penyakit penyerta seperti tekanan darah tinggi, paparan asap rokok, kepatuhan berobat, pola tidur.
Usia diatas 55 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami penurunan kognitif pasca stroke, risikonya tiga kali lebih besar. Demikian pula perempuan mempunyai risiko hampir tiga kali lipat mengalami penurunan kognitif pasca stroke. Pada tingkat pendidikan yang rendah mempunyai risiko yang lebih besar mengalami gangguan kognitif pasca stroke. Pada orang yang memiliki riwayat hipetensi mempunyai risiko lebih besar mengalami penurunan kognitif dibandingkan orang yang tidak mempunyai riwayat hipertensi. Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor protektif terhadap gangguan kognitif pasca stroke.
Usia menjadi faktor risiko gangguan kognitif pasca stroke, prevalensi gangguan kognitif pasca stroke meningkat secara eksponensial seiring dengan peningkatan usia. Risiko gangguan kognitif pasca stroke berhubungan dengan usia, pendidikan dan pekerjaan. Mekanisme gangguan kognitif pasca stroke belum diketahui secara detail. Namun, lesi neuroanatomi disebabkan oleh stroke pada lokasi yang strategis seperti hipokampus dan lesi pada jaringan putih di otak. Jadi stroke yang mengenai orang yang tua dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif dibandingkan orang muda. Hal ini terjadi karena pembuluh darah otak pada orang tua mengalami penyempitan atau pembuntuan yang disebut dengan stroke iskemik.
Wanita lebih berisiko mengalami gangguan kognitif karena peranan dari hormon seksual endogen. Kadar estradiol yang rendah dalam tubuh berhubungan dengan fungsi kognitif dan ingatan verbal yang menurun. Estradiol bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan sel otak akibat stes oksidatif dan melindungi sel syaraf dari toksisitas amyloid pada pasien yang mengalami gangguan kognitif.
Pada orang dengan tekanan darah tinggi berhubungan dengan gangguan kognitif pasca stroke, proses gangguan kognitif pada orang dengan tekanan darah tinggi dimulai dengan perubahan pada pembuluh darah ke otak. Perubahan patologi di otak akan menyebabkan abnormalitas pembuluh darah ke otak. Abnormalitas dan kerusakan otak akan menyebabkan risiko yang meningkat terhadap gangguan kognitif. (*)
Penulis: Santi Martini
Artikel lengkapnya dapat dilihat melalui link jurnal berikut ini:
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/16845