Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Kelangsungan hidup bayi prematur saat ini semakin meningkat, sesuai dengan peningkatan kualitas pelayanan saat kelahiran dan unit perawatan intensif bayi. Tetapi terjadi juga peningkatan gangguan perkembangan sistem saraf dan perilaku pada bayi prematur, yang merupakan masalah besar bagi kesehatan anak di kemudian hari.
Data dari World Health Organzation (WHO) November 2013 menunjukkan jumlah kelahiran bayi hidup di Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak 675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8 penyebab kematian di Indonesia).
Bayi prematur merupakan kelompok yang rentan mengalami stres sejak awal kelahiran. Sebagian besar bayi prematur memerlukan perawatan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), mengalami kebisingan terhadap adanya berbagai alat monitor medis, intensitas pencahayaan yang selalu terang benderang serta berbagai prosedur medis yang harus dilakukan seperti pengambilan darah, pemasangan infus yang dilakukan berulang-ulang.
Paparan stres yang terjadi terus menerus pada bayi prematur akan menghambat perkembangan otak, terutama fungsi kognitif. Intervensi dini diperlukan untuk menurunkan stres pada bayi prematur, dengan intervensi yang kita berikan sejak dini, diharapkan dapat mengurangi angka kecacatan yang terjadi pada bayi prematur.
Intervensi dini yang murah, efektif, aman dan dapat dilakukan di NICU sangat diperlukan, yakni pijat bayi prematur. Pijat dapat menurunkan stres serta dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur. Selain itu, pijat dapat diberikan pada bayi prematur saat perawatan di NICU dan setelah bayi keluar dari rumah sakit.
Pijat merupakan terapi non-invasive yang sudah lama kita kenal, menggunakan prosedur yang aman sehingga dapat mengurangi tingkat stres. Pijat dapat menurunkan kadar kortisol dan norepinephrine, meningkatkan tonus nervus vagus yang merangsang hormon oksitoksin, sehingga menimbulkan relaksasi. Dalam proses pemijatan terdapat stimulasi taktil, kinestetik, auditori dan visual untuk membantu perkembangan otak sehingga bayi tetap mendapatkan stimulasi meskipun sedang dilakukan perawatan di NICU.
Kami melakukan penelitian pijat pada bayi prematur yang masih dilakukan perawatan di NICU dengan harapan dapat menurunkan stres sehingga terdapat penurunan kadar kortisol saliva meskipun tetap terpapar berbagai stressor di NICU. Kortisol merupakan hormon indikator stres dimana kortisol telah dipercaya berkorelasi dengan paparan nyeri dan respon stress pada bayi prematur.
Indikator stres pada penelitian ini menggunakan kadar kortisol saliva dimana spesimen saliva relatif mudah dikumpulkan dengan teknik non-invasif dan berkolerasi dengan kadar kortisol dalam darah.
Terdapat 39 bayi prematur yang ikut dalam penelitian ini, dimana terdapat 20 bayi pematur yang dilakukan pijat dan 19 bayi prematur yang tidak dilakukan pijat. Pijat dilakukan pada bayi prematur stabil (tanpa alat bantu pernafasan) dengan usia kurang dari 28 hari dimana terdapat dua jenis stimulasi yang diberikan pada proses pijat, yaitu stimulasi sentuhan (taktil) dan kinestetik.
Stimulasi taktil merupakan gerakan membelai menggunakan jari sehingga dapat memicu sensasi sensorik dan tekstur. Sedangkan stimulasi kinestetik merupakan gerakan pasif anggota gerak. Setiap sesi pijat meliputi lima menit stimulasi taktil, lima menit stimulasi kinestetik, kemudian lima menit stimulasi taktil. Pijat dilakukan tiga kali sehari selama sepuluh hari. Kadar kortisol saliva diukur pada sebelum dilakukan pijat dan setelah rangkaian pijat setelah 10 hari selesai dilakukan.
Pada penelitian ini, kami dapatkan penurunan kadar kortisol yang signifikan pada bayi prematur yang dilakukan pijat dibandingkan kelompok yang hanya dilakukan perawatan biasa. Pijat terbukti efektif dalam mengurangi dampak stres pada bayi prematur yang dilakukan perawatan di NICU.
Pijat dapat memberikan stimulasi sensorik dimana merupakan bagian utama untuk perkembangan optimal bayi. Bukti menunjukkan bahwa kurangnya stimulasi sensorik pada bayi prematur dapat menyebabkan masalah pertumbuhan dan perkembangan. Pijat merupakan aplikasi rangsangan taktil dan kinestetik yang sistematis. Stimulus taktil dapat dicapai sebagai stimulasi sensorik berkaitan dengan sentuhan dan sensasi tekstur.
Sementara itu, stimulus kinestetik dapat diberikan sebagai gerakan pasif sendi yang lembut. Pijat merupakan terapi komplementer yang sudah diberikan di berbagai NICU di luar negeri. Sesuai dengan penelitian yang kami lakukan, kami menyarankan bahwa terapi pijat harus dianggap terapi komplementer untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal bayi prematur. (*)
Penulis: Irwanto
Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link jurnal berikut ini,