Mengenal Lebih Dalam Tentang “Jerawat” Akibat Jamur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrsi oleh jurnal sociolla

Jerawat merupakan suatu penyakit yang pernah diderita pada hampir semua orang. Walaupun tidak berbahaya namun jerawat memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan psikososial termasuk rasa percaya diri dan pekerjaan.  Jerawat yang dimaksud bisa jadi bukan atau salah satunya disebabkan oleh jamur. Malassezia folliculitis (MF) adalah penyakit infeksi  folikel rambut yang diebabkan oleh organisme Malassezia. Organisme Malassezia merupakan golongan jamur dan ditemukan pada sekitar 75-98% orang sehat. Pada MF sering terjadi salah diagnosis sebagai akne vulgaris (AV) oleh karena gambaran klinis MF mirip dengan AV yaitu berupa papul eritematosa dan pustul perifolikular yang gatal, terutama di area badan bagian atas, leher, lengan atas dan wajah. Malassezia sp. merupakan jamur lipofilik yang sebagian besar ditemukan dalam folikel rambut dan sisanya pada stratum korneum. MF hasil dari pertumbuhan jamur Malassezia sp. yang berlebih yang merupakan flora normal pada kulit. Kelainan ini timbul pada kondisi tertentu yang dapat mengubah flora normal seperti keadaan imunosupresi atau konsumsi antibiotik jangka panjang. 

Beberapa penelitian menyebutkan kejadian MF bisa terjadi sekitar usia 12-62 tahun dengan rata-rata usia 26 tahun. Gambaran klinis MF dapat ditemukan berupa bintil merah dan plentingan isi nanah berbentuk kubah ukuran 2-3 mm dengan cekungan pada tengah, biasanya disertai gatal. Lokasi terutama pada daerah punggung bagian atas, dada, bahu dan lengan atas. Malassezia folliculitis jarang mengenai wajah namun bila ada dapat membuat kesalahan diagnosis dengan jerawat. Pada MF ditemukan adanya rasa gatal yang cukup/ dapat sangat gatal, sedangkan pada jerawat keluhan tersebut terkadang ada ataupun tidak. 

Diagnosis MF dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan mikroskopik jamur. Kriteria diagnostik dari gejala klinis berupa papul folikuler berbentuk kubah ukuran 2-3mm dengan central delle disertai adanya pustul. Distribusi dari MF pun cukup khas yaitu terutama pada badan seperti punggung, dada dan lengan atas. Selain itu konfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopik jamur juga diperlukan, dengan pengambilan spesimen dari pustul kemudian ditetesi cairan KOH 20% dengan parker blue-black ink dan dilihat di bawah mikroskop yang akan ditemukan spora. Sejumlah pilihan pengobatan baik topikal ataupun sistemik telah tersedia untuk pasien MF yang diberikan sesuai dengan gejala dan tingkat keparahannya, namun banyak pasien yang tidak menerima pengobatan yang sesuai karena kurangnya kesadaran, misdiagnosis, dan ketidakpatuhan dengan obat yang diresepkan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif deskriptif dengan melihat catatan medik pasien MF di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode Januari 2014 sampai Desember 2017 dengan mengevaluasi pasien baru MF berdasarkan anamnesis, klinis, diagnosis, penatalaksanaan serta kunjungan ulang.

Hasil pemeriksaan KOH 20% pada kasus MF di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pasien MF terbanyak yaitu grade 4 sebesar 88,3% ada sebanyak 173 pasien, sedangkan untuk pemeriksaan Woods Lamp dari Tabel 7 didapatkan sebesar 70% yang memberikan hasil yang positif dengan warna kuning kehijauan terang sebesar 119 (86,2%) orang, warna biru 19 (13,8%) orang dan tidak ada yang berwarna putih. Ketokonazol merupakan pilihan terapi terbanyak pada kasus MF di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Dan tretinoin 0,05% krim didapatkan sebagai data terapi adjuvan terbanyak diberikan pada MF.

Dalam penelitian ini Terdapat penurunan jumlah pasien MF. Diagnosis pada MF ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, KOH 20% dan lampu Wood’s. Jumlah kunjungan pasien baru MF selama periode 2014-2017 sebanyak 196 pasien dengan rata-rata mengalami penurunan pertahunnya yaitu sebesar 55 (23,4%) pasien pada tahun 2014, 49 (30%) pasien pada tahun 2015, 65 (26,1%) pasien pada tahun 2016 dan 27 (12,2%) pasien pada tahun 2017. Sebagian besar pasien adalah pria. Usia terbanyak adalah 15-24 tahun.  Keluhan utama terbanyak adalah bintil kemerahan disertai rasa gatal yang bersifat moderate pada area predileksi tersering di badan bagian atas. Pemerikasaan lampu Wood’s menghasilkan warna kuning kehijauan, dan pemeriksaan KOH 20% menunjukkan adanya spora. Terapi yang terbanyak untuk pengobatan sistemik adalah ketokonazole dan untuk terapi topikal tretinoin 0,05% krim.

Penulis: dr. Evy Ervianti, SpKK(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/12746/pdf

Retrospective Study: Malassezia Folliculitis Profile 

Putri Intan Primasari, Evy Ervianti 

Departement of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine Universitas Airlangga/Dr. Soetomo General Academic Teaching Hospital Surabaya

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).