Gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada bulan Agustus 2018 tidak saja merusak bangunan fisik dan lingkungan di sekitar pusat gempa tetapi juga menggoyahkan tatanan masyarakat. Penelitian yang dilakukan pada April 2019, menunjukkan bahwa masyarakat terdampak gempa, khususnya kaum perempuan, mampu bangkit mengatasi masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi bersama keluarganya. Upaya yang dilakukan oleh para perempuan di wilayah itu adalah melakukan usaha kolektif, khususnya di bidang pertanian, sebagai salah satu cara mereka untuk menghilangan trauma (trauma healing).
Posisi Indonesia secara geografis terletak di lingkaran cincin api yang rentan terhadap berbagai peristiwa bencana alam, berupa: gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, tsunami, dan lainnya. Kondisi demikian idealnya diantisipasi dengan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang seringkali tidak terelakkan dan hadir secara mendadak. Namun kenyataannya, setiap kali fenomena bencana alam terjadi, maka kepanikan dan ketidaksiapan masyarakat menjadi penyebab dari berbagai persoalan sosial dan ekonomi. Tidak hanya masyarakat korban terdampak bencana yang kalang kabut menghadapinya, pemerintah dan para pemangku kepentingan juga pontang-panting dalam mengkoordinasikan penyelamatan terhadap korban. Distribusi bantuan, pendirian posko, pembuatan penampungan untuk pengungsi, penempatan relawan, penjarahan hingga isu intoleransi ataupun isu-isu lainnya berjalin berkelindan menambah carut marutnya penanganan bencana alam di Indonesia. Situasi tersebut terjadi juga di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang mengalami berbagai permasalahan, seperti kerusakan infrastruktur ekonomi yang telah melumpuhkan kondisi perekonomian masyarakat sekitar, khususnya sektor pariwisata yang merupakan penopang utama penghasilan masyarakat dan pemerintah daerah di Kabupaten Lombok Utara. Kehidupan baru korban bencana di pengungsian dengan segala keterbatasan membutuhkan kemampuan adaptasi dan pemulihan, baik dari sisi ekonomi, sosial maupun psikologis. Di antara berbagai permasalahan yang ada, korban bencana gempa harus memperjuangkan hidupnya, dan tidak dapat sepenuhnya menggantungkan bantuan dari pemerintah, pihak swasta ataupun kelompok masyarakat lainnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana.
Perempuan dalam kondisi demikian, menjadi penopang eksistensi komunitas yang nampaknya memiliki ketangguhan. Penyelenggaraan dapur umum, perawatan terhadap keluarga, penyelamatan barang-barang untuk kelangsungan hidup, dan bahkan menguatkan anggota keluarga agar tetap bertahan hidup, menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Partisipasi perempuan telah diidentifikasi sebagai salah satu cara efektif untuk memotivasi dan memobilisasi masyarakat untuk mengurangi risiko gempa bumi dan meningkatkan ketahanan keluarga dan masyarakat.
Studi-studi tentang kebencanaan telah banyak dilakukan di mana studi-studi tersebut menjelaskan bahwa perempuan dan keluarga memiliki peran yang cukup signifikan dalam meredam terjadinya gangguan emosial dan stress pada anak-anak, selain itu perempuan dianggap cukup mampu membangun hubungan emosional yang baik di dalam keluarga. Berdasarkan berbagai studi tersebut dapat ditarik benang merah bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk beradaptasi lebih cepat dari pada laki-laki, di mana perempuan memiliki beban dan kekuatan yang lebih besar yang harus ditanggung saat terjadi bencana. Dengan memaksimalkan adanya modal sosial, perempuan mampu untuk melindungi dirinya sendiri, maupun keluarga mereka.
Teori atau perspektif gender yang menjelaskan tentang kekuatan perempuan antara lain adalah tentang kemampuan perempuan sebagai pemelihara dan penjaga kelangsungan hidup keluarga, meskipun tanpa upah. Ungerson (dalam Davis dan Lorber, 2006: 273) menyebutkan bahwa perempuan seringkali diidentifikasi dengan tugas merawat keluarga dan rumah tangga yang dianggap sebagai pekerjaan di sektor informal tak dibayar. Perempuan mendominasi pekerjaan-pekerjaan semacam itu. Kaum feminis sosialis memandang peran perempuan dalam tugas merawat dan menjaga keluarga adalah serangkaian kegiatan di mana perempuan mampu mengorganisasi dirinya, meskipun di bawah struktur patriarkhi, untuk menyedikan sumber daya yang digunakan dalam merawat suami dan anak-anak mereka (Delphy & Leonad, 1992, dalam Ungerson, 2006: 274). Perspektif teori lain yang digunakan dalam studi ini meminjam pemikiran Kaplan (1982) tentang kesadaran perempuan dan tindakan kolektif. Dikatakan oleh Kaplan, bahwa kesadaran perempuan berpusat pada hak-hak untuk mendapatkan kesetaraan gender dalam kaitannya dengan aksi kepedulian sosial perempun agar dapat terus bertahan hidup.
Studi ini menggunaan metode kualitatif dengan subyek penelitian adalah delapan perempuan yang sudah menjadi ibu, berusia 25 hingga 51 tahun yang berada di tiga kecamatan, yaitu, Pemenang, Gangga dan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Data digali dengan cara wawancara mendalam dan obsevasi di wilayah penelitian.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa, ketangguhan perempuan di Kabupaten Lombok Utara cukup teruji pasca gempa, di mana ketangguhan mereka itu didukung oleh kemampuan mereka untuk saling membantu dan peduli pada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Studi ini juga menemukan, bahwa keterlibatan perempuan dalam suatu kegiatan usaha bersama yang berlangsung sebelum kejadian gempa bumi, mampu menjadi katup penyelamat untuk memulihkan kondisi sosial, ekonomi dan psikologis yang dialami perempuan dan keluarganya. Aktivitas pertanian relatif lebih cepat pulih dibandingkan dengan sektor pariwisata di Pulau Lombok, karena hal itu didukung sepenuh hati oleh kaum perempuan melalui kesadaran kolektif dalam suatu gerakan sosial berskala lokal.
Penulis: Dr. Tuti Budirahayu, M.Si
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://vc.bridgew.edu/jiws/vol20/iss9/10/ Tuti Budirahayu, Anis Farida, Sughmita M (2019) Women’s Resilience in Preserving Family Life Following an Earthquake in Nort Lombok Regency, West Nusa Tenggara, Indonesia, Journal of International Women’s Studies Vol.20, 9 Desember 2019, Publisher: Bridgewater College State, ISSN: 1539-8706,