Gangguan pola tidur dilaporkan memiliki kaitan terhadap faktor risiko penyakit kardiovaskular sebagaimana hal ini banyak ditemui pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK). Salah satu cara yang dapat digunakan dalam menilai gangguan pola tidur seseorang adalah dengan menilai kualitas tidur orang tersebut.
Di antaranya dengan memakai Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), yaitu suatu metode kuisioner yang memiliki beberapa komponen di dalamnya, seperti halnya digunakan pada penelitian ini. Oleh karena faktor-faktor yang berkaitan dengan kualitas tidur pada pasien PGK masih belum banyak dieksplorasi, dalam penelitian ini kami mencoba melakukan pengamatan terhadap faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan kualitas tidur pasien PGK.
Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur
Gangguan pola tidur memiliki kaitan erat dengan penyakit kardovaskular. Sekitar 15-25% penduduk di Amerika mengalami gangguan pola tidur. Dan, hal ini berkaitan dengan penyakit vaskular seperti disfungsi ventrikel, hipertensi, dan penyakit jantung koroner yang dialami oleh populasi tersebut.
Beberapa mekanisme yang diajukan untuk menjelaskan hal ini, antara lain, adalah oleh karena adanya stimulasi saraf simpatik yang berlebihan serta terjadinya proses peradangan yang luas. Penyakit kardiovaskular menjadi kondisi yang cukup sering ditemui pada pasien PGK. Sehingga gangguan pola tidur juga dapat ditemukan pada pasien PGK.
Kami menduga adanya hubungan antara durasi tidur seseorang dengan perubahan pada tekanan darah. Hal ini didasarkan bahwa terjadinya osilasi antara rapid eye movement (REM) sleep dan non-rapid eye movement (NREM) sleep menyebabkan osilasi terhadap aktivitas plasma renin. Selama NREM batas bawah pada tekanan darah sistol maupun diastol menurun. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan aktivitas plasma renin dan meningkatnya denyut vagal.
Dugaan kami yang lain adalah adanya hubungan gangguan sepanjang siang hari akibat gangguan pola tidur dengan proses peradangan. Untuk menilai apakah tingkat keparahan gangguan pola tidur mempengaruhi proses peradangan atau sebaliknya dilakukan penyelidikan terhadap riwayat penggunaan obat tidur dan gangguan sepanjang siang hari tehadap penanda proses peradangan yaitu molekul hs-CRP dan penanda berbasis hitung jenis darah.
Yang terakhir adalah dugaan adanya hubungan antara antopometri tubuh dengan kualitas tidur pasien. Obstrctive sleep apnea (OSA), yaitu suatu kondisi terbuntunya jalan napas saat tidur dilaporkan banyak terjadi pada pasien dengan obesitas. Hal ini menjadikan gambaran antopometri dapat menjadi faktor yang berkaitan dengan kualitas tidur pasien.
Penelitian ini melibatkan 64 pasien yang terdiagnosis PGK stadium II-V. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit universitas Airlangga dan rumah sakit swasta di Surabaya. Di mana 25 orang di antaranya menjalani terapi cuci darah/ hemodialisis (HD) dan 39 orang lainnya tidak menjalani hemodialisis (non-HD).
Penelitian ini berjenis potong lintang (cross-sectional). Pengambilan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Penentuan kualitas tidur pasien dilakukan dengan kuisioner PSQI.
Kuisioner ini merupakan instrumen yang digunakan untuk menetapkan kualitas tidur dengan memakai 7 komponen, yaitu subjektivitas kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, habitual sleep efficiency (HBE), gangguan pola tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan saat siang hari selama satu bulan terakhir. Dikatakan kualitas tidur pasien baik apabila skor PSQI <5 serta dikatakan kualitas tidur pasien buruk apabila skor PSQI ≥5.
Hasil analisis data beberapa parameter yang diamati menunjukkan bahwa: pertama, durasi tidur yang pendek (kurang dari 5 jam per hari) berhubungan dengan meningkatnya tekanan darah diastol pada kelompok pasien PGK non-HD. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa tekanan darah diastol didapatkan lebih tinggi pada pasien dengan durasi tidur yang lebih pendek.
Kedua, gangguan sepanjang siang hari dan riwayat penggunaan obat tidur yang menunjukan adanya gangguan pola tidur didapatkan berhubungan dengan kadar hs-CRP pada pasien PGK yang HD maupun non-HD. Rasio neutrofil-limfosit juga didapatkan memiliki hubungan dengan gangguan gangguan pola tidur pada pasien non-HD. Hal ini menandakan adanya hubungan antara komponen penilaian gangguan pola tidur dan penanda peradangan (di sini digambarakan oleh kadar hs-CRP dan rasio neutrofil-limfosit).
Ketiga, pada pemeriksaan antopometri, ditemukan adanya kaitan antara gangguan pola tidur dengan lingkar leher pasien. Yaitu, nilai kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan lingkar leher pasien yang lebih besar. Hal ini juga sejalan dengan didapatkannya hasil bahwa pasien dengan nilai PSQI > 5 (kualitas tidurnya buruk) memiliki nilai persentase lemak tubuh yang lebih besar dibandingkan pasien yang memiliki nilai PSQI < 5.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pasien dengan PGK, antara lain, adalah tekanan darah diastol, penanda inflamasi hs-CRP, dan rasio neutrofil-limfosit, dan antropometri. Hasil yang didapatkan ini dapat menjadi dorongan kepada klinisi untuk lebih memperhatikan keluhan gangguan pola tidur sebagai bagian dari faktor risiko kardiovaskular pada pasien PGK.
Penulis: Prof. Mochammad Thaha, dr, Ph.D., Sp.PD,K-GH, FINASIM, FACP, FASN
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://inabj.org/index.php/ibj/article/view/452>
Maulana Antiyan Empitu, Ika Nindya Kadariswantiningsih, Mochammad Thaha, Cahyo Wibisono Nugroho, Eka Arum Cahyaning Putri, Zaky El Hakim, Maulana Muhtadin Suryansyah, Rieza Rizqi Alda, Mohammad Yusuf Alsagaff, Mochammad Amin, Djoko Santoso, Yusuke Suzuki (2019). Determiner of Poor Sleep Quality in Chronic Kidney Disease Patients Links to Elevated Diastolic Blood Pressure, hs-CRP, and Blood-count-based Inflammatory Predictors. The Indonesian Biomedical Journal. Vol 11, No 1, pp.p.100-6.
DOI: 10.18585/inabj.v11i1.452