UNAIR NEWS – Salah satu hak penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 5 nomor 1T, yaitu ia berhak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi. Namun, masih banyak media di Indonesia yang dirasa kurang ramah disabilitas. Salah satunya pada akses informasi dan sosialisai pademi Virus Corona atau Covid-19.
Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, MA., Ph.D, dosen sekaligus guru besar Antropologi UNAIR menyatakan bahwa, seperti penyandang tuna netra sejatinya sama saja dengan masyarakat lain, yakni mereka butuh banyak membaca. Tentunya dengan tulisan yang diterjemahkan ke dalam bahasa audio.
“Ketika seseorang membuat video informasi, sebaiknya memikirkan apakah dapat diakses baik oleh kaum tuli maupun yang tuna netra,” ungkapnya ketika di wawancarai oleh tim UNAIR NEWS pada Rabu (15/4/20).
Para penyandang disabilitas sebenarnya banyak yang telah melek teknologi. Namun, Prof Myrta berharap, ada pengabdian masyarakat yang dilakukan komunitas peduli disabilitas yang lebih memperhatikan peningkatan kemampuan para penyandang disabilitas. Misalnya, pelatihan teknologi pembacaan berbagai macam media untuk para tuna netra, dan pelatihan membuat esai untuk para kaum tuli.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa pemerintah dapat mengambil peran meningkatkan pemahaman tentang para disabilitas. Serta, membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang para penyandang disabilitas. “Jika ini terjadi, kemandirian mereka dapat meningkat,” ujarnya.
Alfian Andhika Yudhistira salah seorang mahasiswa tuna netra Universitas Airlangga mengatakan bahwa sarana dari pemerintah terkait kasus Covid-19 sebenarnya sudah sangat membantu. Namun masalahnya, peta persebaran berbasis warna tanpa diberikan alternatif teks. Hal ini tidak membantu tunanetra yang ingin mengetahui daerahnya aman atau tidak.
Alfian mencontohkan, pada web radar.covid19.jatim dan forumcovid19.jatimprof.go.id, saat ini belum aksesible untuk pengguna aplikasi pembaca layar.
“Memang dari segi tampilan bagus bagi orang yang melihat. Namun bagi kami itu sangat tidak akses karena banyak gambar, logo, yang tidak diberi alternatif teks. Jadi kita tidak tahu itu tombol apa,” tuturnya.
Dibutuhkan Peran Banyak Pihak
Alfian menuturkan bahwa semua orang wajib berperan dan peduli dengan keberadaan disabilitas yang tidak bisa disangkal, termasuk disabilitasnya sendiri. Menurutnya, media informasi yang aksesible sangatlah penting, supaya tidak bersebaran info-info yang tidak jelas di kalangan para disabilitas.
Selain itu, ia juga menyampaikan terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat sebagai bentuk tanggap disabilitas pada masa pandemi Covid-19. Seperti puskesmas setempat yang harus mulai memperhatikan disabilitas di daerahnya.
“Puskesmas setempat juga harus mulai memperhatikan disabilitas di daerahnya. Seperti bagaimana PHBS-nya, sudah pakai masker atau belum, dan lainnya,” imbuhnya.
Kemudian, relawan yang disabilitas juga bisa mengajak teman-temannya untuk lebih hidup sehat lagi. Lalu, mereka yang ada di barisan programmer pembuat media informasi di web atau apps, juga harus tahu, aksesibilitas web dan aplikasi itu seperti apa. Serta membuat diskusi dengan disabilitas, bahwa web dan apps mereka sudah akses atau belum. (*)
Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah
Editor : Binti Q Maruroh