UNAIR NEWS – Saat ini laju perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri lagi, salah satunya image processing. Pemanfaatan image processing saat ini dapat dirasakan di berbagai bidang, terutama dalam bidang kesehatan.
Hanya saja, jika diamati, perkembangan teknologi ini belum banyak dimanfaatkan pada hal-hal yang dirasa penting. Sebagai contoh dalam penghitungan jumlah sel darah putih, karena kekurangan atau kelebihan jumlah sel darah putih dapat berbahaya bagi tubuh.
Di Indonesia, bahkan mungkin di banyak negara, jarang dijumpai bahkan mungkin belum ada rumah sakit yang memanfaatkan teknologi pengolahan citra digital sebagai metode dalam penghitungan sel darah putih. Penghitungan sel darah putih secara digital dirasa lebih objektif, terukur, dan efektif daripada metode konvensional.
Dari permasalahan tersebut, dosen dan peneliti asal Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (FST UNAIR) Franky Chandra Satria Arisgraha, S.T., M.T menciptakan program penghitung leukosit dengan menggunakan metode Chain Code yang diberi nama “White Blood Cell Smart Counter” atau “WBC Smart Counter“.
Franky menjelaskan bahwa metode Chain Code yang digunakan merupakan metode dalam image processing yang berguna untuk menandai leukosit sebagai objek yang ada, juga untuk mengetahui pola dari leukosit yang ada.
Cara Kerja Alat
Menurut Franky, penelitian yang telah berjalan satu tahun tersebut berupa software yang digunakan untuk mengamati foto dari objek. Foto tersebut, lanjutnya, dari sediaan lapang pandang yang diamati dengan mikroskop kemudian di-capture. Selanjutnya file dimasukkan dalam file big map (file asli yang belum di-compress, Red) diolah sebagai data input dengan program yang ada.
“Berupa software dengan masukan berupa citra digital hasil capture sediaan lapang pandang yang diamati dengan menggunakan mikroskop,” terangnya.
Proses yang Dilakukan
Franky mengungkapkan bahwa penelitian tersebut merupakan penelitian mandiri dengan basic image processing. Penelitian itu diawali dengan mengekstrak fitur dengan mengidentifikasi ciri dari jenis-jenis leukosit berdasarkan operasi morfologi.
“Jadi lima jenis Leukosit akan diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri dengan cara operasi morfologi dan ekstraksi fitur. Kami kumpulkan berdasarkan jenis leukosit, kemudian kami amati fitur apa yang sesuai sehingga dapat digunakan sebagai ciri-ciri dan pembeda pada tiap-tiap jenis Leukosit yang diteliti,” tuturnya.
Agar tidak mengganggu proses identifikasi, citra Leukosit dipisahkan dari citra background melalui proses segmentasi. Kode rantai digunakan dalam menandai citra Leukosit agar dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri pada tiap jenis, setelah itu dihitung.
“Komposisi dan jumlah tiap jenis Leukosit akan diidentifikasi apakah normal ataukah tidak normal berdasarkan kriteria yg telah ditentukan,” jelasnya.
Uji Coba
Pada pengujian yang telah dilakukan, secara umum rancangan program dapat berfungsi dengan baik dalam identifikasi maupun penghitungan. Namun terkadang masih dijumpai kasus identifikasi yang gagal karena citra sel tampak bertumpukan, berdekatan atau menempel, serta kemiripan bentuk maupun warna pada sel yang berbeda jenis sehingga dapat berdampak pada ketidaktepatan hasil penghitungan.
“Kami masih berupaya mengembangkan metode agar dapat menemukan solusi dalam meminimalisasi atau mengatasi kasus salah identifikasi maupun penghitungan itu,” tambahnya.
Dengan adanya penelitian tersebut, Franky berharap dapat membantu laboran yang biasa menghitung secara manual, sehingga hasil penghitungan lebih objektif, cepat, dan akurat. (*)
Penulis : Asthesia Dhea Cantika
Editor : Binti Q. Masruroh