Belut rawa (Synbranchus bengalensis)merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, dengan kandungan gizi berupa protein (Perdana, 2013). Permintaan belut untuk pasar domestik maupun ekspor terjadi peningkatan tiap tahunnya (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2013). Berdasarkan data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa volume ekspor komoditas belut yang berasal dari Indonesia meningkat sekitar 77,2%.
Habitat alami dari belut rawa ini adalah rawa atau tanah berlumpur yang umumnya mengandung banyak bahan organik. Welcomme (1979) menyatakan bahwa ekosistem rawa berupa tanah berlumpur yang memiliki pH cenderung asam sekitar 3,6 – 6,5. Kondisi lingkungan denga pH yang cenderung asam atau banyaknya bahan oganik di dasar perairan memungkinkan peluang penyakit yang menginfeksi organisme akuatik cukup besar (Prasetyo dkk. 2004)
Salah satu jenis penyakit pada belut yang disebabkan oleh parasit dan menyerang darah adalah genus Trypanosoma yang menyebabkan penyakit Trypanosomiasis. Penyakit ini sudah banyak dilaporkan pada manusia dan hewan vertebrata seperti sapi, kambing, dan kuda (Soulsby, 1982). Reid et al.(2001) menyatakan bahwa penularan penyakit Trypanosomiasis antar hewan akuatik melalui vektor lintah. Leremenko et al. (2014) mengatakan bahwa kasus Trypanosomiasis menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi ikan air tawar. Trypanosoma yang menginfeksi ikan Carassius carrasisus menyebabkan kematian dengan prevalensi yang tinggi yaitu 81% sedangkan prevalensi pada ikan Esox lucius yaitu 73%. J ika tingkat atau derajat infeksi termasuk dalam kategori BERAT dapat menyebabkan perubahan patologis pada organ tubuh (Shahi et al., 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan derajat infeksi parasit Trypanosoma pada belut rawa (Synbranchus bengalensis) yang di pasarkan di Surabaya. Penelitian ini merupakan peneliian survey dengan pengambilan sampel pada dua lokasi secara langsung. Pengambilan sampel pada lokasi I yaitu di Ambengan, sedangkan pada lokasi II di Karah. Total sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 60 ekor dengan ukuran 45-60 cm. Adapun parameter utama pada penelitian ini adalah untuk menghitung prevalensi serta mengetahui derajat infeksi parasit Trypanosoma pada belut rawa (Synbranchus bengalensis) yang dipasarkan di Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belut rawa (Synbranchus bengalensis) yang dipasarkan di Surabaya positif terinfeksi Trypanosoma. Hasil penghitungan prevalensi menunjukkan bahwa pada lokasi I (Ambengan) sebanyak 7 ekor dari 30 ekor terinfeksi Trypanosoma sehingga tingkat prevalensi pada lokasi I (Ambengan) yaitu 23,3%, sedangkan pada lokasi II (Karah) sebanyak 9 ekor dari 30 ekor terinfeksi sehingga tingkat prevalensi pada lokasi II (Karah) yaitu 30%. Hasil analis menunjukkan bahwa tida terdapat perbedaan yang nyata terhadap tingkat kejadian (prevalensi) di lokasi I dan lokasi II, dengan derajat infeksi juga sama yaitu derajat infeksi termasukdalam kategori sedang.
Penulis: Gunanti Mahasri Departemen Manajemen Kesehatan Ikan dan Budidaya Perairan e-mail : mahasritot@gmail.com
Informasi detail dari riset ini dapat dibaca pada tulisan di: Mahasri G. , S. KOESDARTO , Kismiyati , D.P.W. SARI , M.B. Santamurti1 , I. W. Kandi , S.D.S. FITRI , M. Amin, 2019. Prevalence and intensity of Trypanosoma sp. in wild swamp eels (Synbranchus bengalensis) marketed in Surabaya, Indonesia. Biodiversitas November 2019 , 20(11): 3262-3268. DOI: 10.13057/biodiv/d201119 https://smujo.id/biodiv/article/view/4129