Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien adalah bentuk pencatatan pasif yang bergantung pada petugas kesehatan untuk melaporkan insiden yang relevan. Sistem tersebut berfungsi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarluaskan pembelajaran yang diperoleh kepada masyarakat luas baik di tingkat rumah sakit atau nasional. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk memungkinkan organisasi dan staf mereka untuk belajar dari insiden masa lalu dan mencegah insiden serupa terjadi lagi.
Berbagai tujuan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien telah diidentifikasi dalam literatur. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tujuan pelaporan dalam lembaga adalah untuk mendeteksi kesalahan dan bahaya, menyelidiki akar penyebab masalah yang mendasarinya, dan meningkatkan sistem dengan mengurangi kesalahan yang berulang. Tujuan lain adalah untuk mengumpulkan informasi keselamatan pasien dari penyedia perawatan, melaporkan kesalahan, mendeteksi “kejadian tidak diharapkan” yang dapat dicegah, mengidentifikasi bahaya dan risiko bagi pasien, merumuskan dan menyebarluaskan rekomendasi untuk perubahan sistem untuk mengurangi tingkat kesalahan, dan meningkatkan keselamatan pasien. Berbagai negara telah mulai menetapkan sistem pelaporan insiden mereka sendiri. WHO telah menerbitkan pedoman pelaporan kejadian tidak diharapkan serta sistem pembelajaran.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk membandingkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien dari Taiwan, Malaysia, dan Indonesia dan untuk mengidentifikasi kesamaan, perbedaan, serta area untuk perbaikan. Semua negara terpilih adalah negara Asia yang telah menerapkan sistem pelaporan insiden terutama untuk Taiwan, dan sistem pelaporan insiden dibentuk hampir bersamaan dengan sistem Indonesia.
Kami melakukan reviu terhadap situs web resmi dari lembaga keselamatan pasien yang bertanggung jawab di masing-masing negara. Kami meninjau semua pedoman yang tersedia untuk masyarakat umum, seperti dokumen peraturan, laporan pemerintah yang mencakup kebijakan, pedoman, makalah strategi, program evaluasi, serta artikel ilmiah dan grey literature terkait dengan sistem pelaporan insiden. Kami menggunakan komponen pelaporan keselamatan pasien yang dikembangkan WHO sebagai pedoman untuk perbandingan dan menganalisis dokumen menggunakan analisis komparatif deskriptif.
Di Taiwan, Pelaporan Keselamatan Pasien Taiwan /TPR (Taiwan Patient Safety Reporting system) adalah sistem pelaporan insiden keselamatan pasien nasional yang bersifat sukarela yang dimiliki oleh pemerintah dan dikelola oleh Taiwan Joint Commission. Sebagai sistem pembelajaran, semua organisasi pelayanan kesehatan diharapkan melaporkan kesalahan medis secara jujur dan sukarela tanpa sanksi sehingga semua lembaga lain dapat belajar dari mereka yang berbagi pengalaman.
Malaysia memiliki sistem pelaporan insiden yang bersifat wajib yang memiliki konsep pelaporan terbuka di mana semua insiden keselamatan pasien, termasuk near miss/nyaris cedera perlu dilaporkan, dan bahkan ketika tidak ada insiden, rumah sakit masih perlu menyerahkan laporan tersebut. Ada berbagai kategori insiden wajib yang perlu dilaporkan oleh fasilitas milik Kemenkes dan fasilitas milik swasta. Insiden dikategorikan ke dalam kasus merah (kematian atau kerusakan parah), kasus kuning, dan hijau. Insiden lain bersifat sukarela untuk dilaporkan, seperti nyaris cedera atau bahaya.
Implementasi sistem pelaporan insiden di rumah sakit di Indonesia, menurut Undang-Undang Rumah Sakit, adalah wajib. Sistem pelaporan Indonesia adalah merupakan sistem pembelajaran, sebagaimana ditetapkan dalam langkah enam dari tujuh langkah untuk keselamatan pasien, yang membutuhkan pembelajaran dan berbagi dalam unit di mana insiden itu terjadi atau dalam level yang lebih luas.
Taiwan memiliki jumlah insiden keselamatan pasien terbanyak yang dilaporkan, diikuti oleh Malaysia dan Indonesia. Pelaporan Keselamatan Pasien Taiwan (TPR) dan Sistem Pelaporan dan Pembelajaran Malaysia memiliki atribut yang sama dan telah mengikuti komponen sistem pelaporan insiden yang dikembangkan WHO. Kami menemukan perbedaan antara sistem Indonesia, TPR dan sistem Malaysia, dimana sistem pelaporan insiden di Indonesia tidak memiliki tenggat waktu tertentu untuk pelaporan eksternal atau pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien. Selain itu analisis dan pembelajaran dilakukan di tingkat nasional masih sangat lemah, kurangnya transparansi dan akses publik ke data dan laporan karena tidak ada website khusus yang diperuntukkan untuk mempublikasikan laporan insiden dan juga pembelajaran dari insiden yang dilaporkan.
Taiwan dan Malaysia telah mempunyai trasparansi yang cukup baik. Hal ini tampak dari sebagian besar informasi tentang sistem Malaysia dan semua pedoman serta laporan mudah diakses dari situs web Patient Safety Council Malaysia. Demikian pula, laporan insiden TPR yang selalu diperbarui, tersedia dalam bahasa China dan Inggris dan dapat diunduh dari Situs Web Kementerian Kesehatan Taiwan. Sebaliknya, meskipun telah diimplementasikan lebih dari satu dekade, kinerja sistem pelaporan Indonesia sulit untuk dilihat terutama dalam hal keterbukaan dan transparansi, sistem Indonesia tertinggal di bandingkan sistem di dua negara lain. Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien Indonesia tampaknya tidak efektif karena gagal memperoleh data pelaporan insiden nasional dengan jumlah yang memadai dan kurangnya transparansi; kekurangan ini menghambat pembelajaran di tingkat nasional. Kami menyarankan penelitian lebih lanjut tentang implementasi di tingkat rumah sakit untuk melihat sejauh mana pedoman dan kebijakan nasional telah diterapkan di masing-masing negara.
Penulis: Inge Dhamanti, PhD
Link terkait tulisan di atas: Patient Safety Incident Reporting In Indonesia: An Analysis Using World Health Organization Characteristics For Successful Reporting