UNAIR NEWS – Perkembangan pola konsumsi masyarakat telah berubah. Dewasa ini, jamur telah menjadi salah satu pangan alternatif yang banyak digemari. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi jamur penduduk Indonesia sebesar 0,18 kg per kapita per tahunnya. Sehingga peluang permintaan pasar domestik masih dapat terus ditingkatkan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat konsumsi jamur perkapita dan pertahun.
Tahun 2007 Indonesia menempati posisi lima besar negara eksportir jamur kalengan bersama China, Belanda, Spanyol, dan Prancis dengan ekspor sebanyak 18.392 ton ke Negara Jerman, Rusia, USA, Jepang. Menurut FAOStat pada tahun 2016 produksi jamur Indonesia menempati posisi 15 dunia dengan produksi sebesar 40.906 ton, lebih tinggi dibanding produksi jamur di India, Korea Selatan, dan Vietnam.
Menurut Intan Ayu Pratiwi Dosen Biologi UNAIR, jamur banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena memiliki kandungan protein hampir setara dan melebihi protein pada daging ayam dan daging merah. Hal itu menjadikan komoditi konsumsi jamur menjadi terus meningkat.
“Masyarakat sering asal membeli produk jamur di pasar tradisional maupun modern. Mereka bisa saja tertipu dengan keaslian produk jamur,” tutur Intan Ayu Pratiwi selaku Dosen Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR.
Ia mengatakan masyarakat sering tidak disiplin memilih produk jamur, mereka beranggapan yang terpenting jamur yang dipilih terlihat segar dan bentuknya sesuai seperti ciri dari kebanyakan produk jamur. Padahal saat ini sangat banyak beredar bahan makanan berbasis jamur. Bahkan saat ini telah banyak pula dijumpai produk olahan siap saji dan produk pengobatan berbahan dasar jamur.
Surabaya menjadi salah satu kota besar dengan nilai konsumsi jamur yang cukup tinggi. Berbagai jenis produk jamur segar dan olahannya, sambungnya, dapat dengan mudah dijumpai di sekitar Surabaya. Namun hingga saat ini masih belum banyak laporan terkait kesesuaian jamur konsumsi sesuai dengan klaim namanya. Padahal dalam bidang ilmu Mikologi dapat dijumpai jamur-jamur yang sangat mirip namun setelah diperiksa lebih lanjut jenisnya berbeda.
Dan telah menjadi hal lazim pada bidang ekspor-impor bahan makanan untuk memeriksa kualitas bahan makanan sampai level molekulernya. Oleh karena itu perlu diketahui kesesuaian jenis jamur dan ketiadaan kontaminan yang sering kita konsumsi. Guna meyakini produk konsumsi kita sesuai dengan klaim tanpa ada kontaminasi jenis jamur yang lain.
“Semakin banyak produk jamur yang beredar dipasaran harus pula disertai dengan uji kesesuaian produk dan tidak adanya kontaminasi,” terangnya.
Dari penelitian itu ditemukan bahwa delapan jenis jamur segar dan olahan yang diuji menunjukkan kecocokan lebih dari 90%. Hasil itu menjadi informasi penting terkait kesesuaian dan keamanan produk berbasis olahan jamur. Serta diharapkan dapat menjadi perlindungan bagi hak–hak konsumen agar sesuai dengan label yang tertera pada kemasan.
“Perlunya penelitian lebih lanjut yang berhasil mengungkap seluruh jenis dan produk olahan yang berbahan dasar jamur, sehingga masyarakat dihimbau untuk meneliti kembali produk-produk jamur sebelum dikonsumsi,” pungkasnya.
Penulis : Tunjung Senja Widuri
Editor: Khefti Al Mawalia
Referensi:
Link: http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=9469&iid=271&jid=3
Intan Ayu Pratiwi, M. Hilman F. Amin and Bambang Irawan. 2019. DNA Barcoding for Identification of Commercial Fresh and Processed Mushroom-Based Products in Surabaya, Indonesia. Ecology, Environment and Conservation Paper Vol 25, April Page No.(40-45).